ARTIKEL Pahala Bacaan Al-fatihah (Al-qur'an) untuk yang sudah meninggal dunia
Bismillahirrohmanirrohim.
Allahumma Sholli 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad.
Belakangan ini sedang marak ‘ngeributin’ artis dengan inisial TW yg menjadi pembawa suatu acara di stasiun televisi swasta. Mereka ‘ngeributin’ artis TW gegara si doi mengatakan dalam acara tsb bahwa ‘transfer’ pahala bacaan al-Fatihah (dan bacaan Quran lainnya) tidak bisa sampai kepada org mati, bahkan itu termasuk bid’ah. Sebenarnya bukan hanya artis TW saja, tapi artis dengan inisial ZAM juga menjadi pembawa acara yg sama dan mengatakan hal yg senada dengan artis TW. Tapi yg menjadi fokus bahan perbincangan di medsos hanyalah artis TW.
Untuk itu, marilah qta berusaha untuk ‘menenangkan’ mereka agar tidak menjadi semakin runyam. Perlu diketahui bersama, bahwa masalah ‘transfer’ pahala sudah dibahas oleh para ulama semenjak dahulu kala, dan dari situ diperoleh sesuatu yg sudah ijma’ (kesepakatan ulama) dan ada yg masih khilafiyyah (perbedaan pendapat).
Dan di sini pun kami ingin mengingatkan bahwa yg mendukung perkataan artis TW pun sebaiknya tidak tersulut emosi dan mengeluarkan kata2 merendahkan seperti “menghadiahkan pahala ? emang qta yg punya ?” atau kata2 semacamnya.
Intinya begini. Dalam masalah ‘transfer’ pahala, ada yg sudah disepakati (ijma’) akan sampainya pahala tsb kepada org mati dan ada yg masih khilafiyyah.
Yg sudah menjadi ijma’ adalah pahala doa dan shodaqoh, yakni bahwa doa dan pahala shodaqoh bisa sampai kepada mayyit tanpa ada perselisihan.
Yg masih khilafiyyah adalah pahala selian kedua ‘benda’ tsb, seperti bacaan al-Qur’an, yakni bahwa pahala bacaan al-Qur’an ada yg menyatakan sampai ke org mati, ada yg mengatakan tidak sampai.
Nah, oleh karena itu, bagi yg mengeluarkan kata2 seperti di atas hendaknya dicabut saja karena ternyata ada beberapa ‘transfer’ pahala yg sudah ijma’ lho..
Para ulama berdalil dengan menggunakan hadits Bukhori no. 1388 dan Muslim no. 1004 dan hadits dengan redaksi yg mirip pada no. 1630. Berikut hadits Muslim 1004:
1004. Dari Aisyah RA bahwasannya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara mendadak, dan aku berpikir jika ia sempat berbicara, maka ia akan bershodaqoh, maka apakah ia memperoleh pahala jika aku bershodaqoh atas namanya ?” Beliau Saw menjawab: “Ya”
Dari hadits di atas, jelas sekali laki2 tsb bertanya tentang apakah ‘transfer’ pahala shodaqoh bisa sampai kepada ibunya yg sudah meninggal atau tidak, dan Rosulullah Saw ternyata berkata YA ! Dari hadits ini, Imam Nawawi berkata dalam Syarah-nya terhadap Shohih Muslim:
“Dari hadits ini, terdapat pengertian bahwa shodaqoh dari mayyit bisa bermanfaat baginya dan pahalanya pun sampai kepada mayyit, dan hal itu merupakan ijma’ ‘ulama, sebagaimana ulama juga ber-ijma’ atas sampainya do’a dan membayar hutang si mayyit berdasarkan nash2 yang telah warid tentang semua itu. Begitupula sah berhaji atas nama mayyit apabila itu haji Islam, dan begitu juga ketika berwasiat haji sunnah berdasarkan pendapat yang lebih shohih. Akan tetapi ulama berikhtilaf tentang orang yang meninggal dunia namun masih memiliki tanggungan puasa, maka pendapat yang rojih (kuat) adalah memperbolehkannya (berpuasa atas namanya) berdasarkan hadits2 shohih tentang hal itu.” (Syarah Shohih Muslim lil Imam an-Nawawi, 7/125)
Bisa dilihat di atas bahwa doa dan pahala shodaqoh yg ‘ditransfer’ oleh org hidup bisa sampai kepada org mati berdasarkan ijma’ ulama.
Dan berikut hadits yg mirip, hadits no. 1630:
Perhatikan judul bab yg ditulis oleh Imam Muslim: “Bab Sampainya Pahala Shodaqoh kepada Mayyit”
1630. Dari Abu Huroiroh RA, bawasannya ada seorang laki2 yg bertanya pada Rosul Saw: “Sesungguhnya ayahku meninggal dunia dan meninggalkan harta, tetapi ia tidak berwasiat. Apakah (Allah) akan menghapuskan kesalahannya karena sedekahku atas namanya ?” Beliau Saw menjawab: “Ya.”
Dalam mensyarahi hadits tsb, Imam Nawawi juga berkata:
“Dalam hadits ini, terdapat pengertian akan kebolehan bershodaqoh atas nama mayyit dan itu disunnahkan, dan sesungguhnya pahalanya akan sampai kepada mayyit dan bermanfaat baginya. Bagi yg menshodaqohkannya pun mendapat manfaatnya juga.Ummat Islam telah ber-ijma’ atas semua ini. Masalah ini sebenarnya sudah berlalu yaitu di awal kitab Syarah ini dalam mensyarahi muqoddimah dari Shohih Muslim. Hadits ini (no. 1630) merupakan pengkhususan dari keumuman firman Allah Ta’ala berikut: وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ : “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya” [QS. An-Najm: 39].” (Syarah Shohih Muslim lil Imam an-Nawawi, 11/121)
Ijma’ tsb juga telah dinyatakan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya terhadap ayat di atas (an-Najm: 39):
Bergaris merah: “Dan adapun do’a dan shodaqoh, maka pada yang demikian ulama telah ijma’ atas sampainya pahala keduanya kepada mayyit, dan telah ada nash2 dari syariat atas keduanya.” (Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim li Ibni Katsir, 7/222)
Begitu pula yg dikatakan oleh al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali, salah seorang ulama yg mu’tamad (dipegangi) dalam madzhab Hanbali. Berikut:
“Fashal: Mengerjakan qurubah (amaliyah untuk mendekatkan diri kepada Allah) dan menjadikan pahalanya untuk orang mati yang muslim, maka niscaya itu memberikan manfaat baginya, insya Allah. Adapun do’a, istighfar, shodaqoh, dan menegakkan ibadah wajib, maka aku tidak mengetahui adanya perselisihan tentang sampainya hal itu, apabila perkara wajib tsb termasuk dari perkara wajib yang niyabah (bisa dipindahkan, seperti membayar hutang, puasa, dll).” (Al-Mughni lil Imam Ibni Qudamah, 3/519)
Dari keterangan2 di atas, didapat kesimpulan bahwa ‘transfer’ pahala berupa shodaqoh dan doa bisa sampai kepada org mati berdasarkan ijma’. Oleh karena itu, apabila ada org yg berpendapat berbeda setelah adanya ijma’, maka pendapatnya tsb berhak ditolak dan bisa dikatakan bahwa ia salah berijtihad. Jadi, ‘transfer’ pahala itu ada loh ya dalam syari’at Islam, bukan bid’ah.. Oleh karena itu, ayo mulai sekarang qta rajin2 bershodaqoh dan pahalanya diniatkan untuk anggota keluarga qta yg sudah meninggal.
Sudah dikatakan di awal bahwa ‘transfer’ jenis ini merupakan khilafiyyah diantara para ulama. Dan sebagai muslim yg cerdas, hendaknya qta mengetahui dan mengamalkan pendapat mana yg paling rojih (kuat) dan menjadi pendapat jumhur (sebagian besar) ulama.
Mengenai ini, pendapat madzhab tiga, yaitu madzhab Hanafi, madzhab Maliki, dan madzhab Hanbali mengatakan bahwa pahala bacaan al-Quran sampai kepada org mati. Adapun dalam madzhab Syafi’i, terjadi perbedaan pendapat, bahkan ada Qoul Masyhur dari Imam Syafi’i bahwa pahala bacaan Quran tidak sampai kepada org mati. Begaimana ini ? Apakah benar pengertian Qoul Imam Syafi’i tsb adalah mengatakan tidak sampai ? Lalu apakah benar madzhab Syafi’i memegang pendapat itu ?? Insya Allah akan qta bahas di bawah.
Al-Imam al-Khothib asy-Syarbini asy-Syafi’i mengatakan dalam kitab Mughnil Muhtaj ilaa Ma’ani Alfazh al-Minhaj, sebagai syarah dari kitab Minhaj ath-Tholibin karya Imam an-Nawawi:
وحكى المصنف في شرح مسلم والأذكار وجها أن ثواب القراءة يصل إلى الميت كمذهب الأئمة الثلاثة، واختاره جماعة من الأصحاب منهم ابن الصلاح، والمحب الطبري،
وابن أبي الدم، وصاحب الذخائر، وابن أبي عصرون، وعليه عمل الناس، وما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن
“Dan diceritakan oleh mushonnif (Imam an-Nawawi) di dalam Syarah Shohih Muslim dan al-Adzkar tentang suatu pendapat bahwa pahala bacaan al-Qur’an itu bisa sampai kepada mayyit, seperti madzhab A’immatuts Tsalatsah (Imam Tiga: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hanbal), dan jama’ah dari al-Ashhab (para ulama Syafi’iyyah) telah memilih pendapat ini, diantaranya al-Hafizh Ibnu Sholah, al-Muhib ath-Thobari, Ibnu Abid Dam, pemilik kitab adz-Dzakho’ir (?), dan Ibnu Abi ‘Ishruun, dan ummat Islam beramal dengan hal tersebut. Apa yang oleh kaum Muslimin dipandang baik, maka itu baik di sisi Allah.” (Mughnil Muhtaj lil Imam asy-Syarbini, 4/110)
Dari keterangan di atas didapat tiga informasi:
Madzhab Imam Tiga (Hanafi, Maliki, Hanbali) menyatakan akan sampainya pahala bacaan Qur’an kepada org mati, yg dengan ini menandakan bahwa jumhur (sebagian besar) ulama menyatakan sampainya pahala bacaan Quran pada org mati.
Madzhab Syafi’i terdapat perbedaan, dan seperti yg dikatakan Imam asy-Syarbini, jama’ah/sekelompok dari Ash-habus Syafi’i memilih pendapat seperti pendapat Imam Tiga, yakni sampainya pahala bacaan Qur’an kpd org mati.
Ummat Islam beramal dengan hal tsb, yg artinya ummat Islam senantiasa menghadiahkan pahala bacaan Qur’an kpd org mati diantara mereka. Ini semakin memperkuat bahwa sebagian besar ulama menyatakan sampainya pahala bacaan Quran kpd org mati, dan ummat Islam beramal dg hal ini.
Begitu pula yg dinukil oleh al-Imam al-Bujairami asy-Syafi’i:
“Perkataannya: “dan hendaknya membaca sesuatu yg mudah dr al-Qur’an di sisi kubur mereka”. Sungguh telah masyhur bahwasannya barangsiapa yg membaca surat al-Ikhlas sebanyak 11 kali lalu menghadiahkan pahalanya kepada penghuni kubur, maka dosa2nya akan diampuni sejumlah penghuni pekuburan tsb. Dan sungguh al-Hafizh as-Suyuthi telah menukil bahwa jumhur (sebagian besar) ulama Salaf dan A’immatuts Tsalatsah (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad) menyatakan sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit. Akan tetapi Imam al-Qorrofi menyebutkan bahwa dalam madzhab Maliki, pahala bacaan Qur’an tidak sampai kpd mayyit. Akan tetapi di dalam al-Minhaj, Syarah2-nya, dan Hasyiyah2-nya menyatakan bahwa dalam madzhab Maliki pahala bacaan Qur’an bermanfaat bagi mayyit. Adapun shodaqoh dan doa dari ahli waris si mayyit atau org lain, itu bisa sampai kpd mayyit berdasarkan ijma’ dan selainnya. Adapun firman Allah yg berbunyi (dalam surat an-Najm: 39): وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ : “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”, itu adalah ayat yg ‘Amm Makhshush (dalil umum yg dikhususkan) dengan ijma’ tsb dan selainnya, bahkan dikatakan ayat itu Mansukh (terhapus hukumnya).” (Hasyiyah al-Bujairami ‘alal Khothib, 2/574)
Dari sini, didapat kesimpulan bahwa jumhur (sebagian besar) ulama Salaf dan Imam Tigamenyatakan akan sampainya pahala bacaan Qur’an kepada mayyit.
Bagaimana dengan Qoul Masyhur Imam Syafi’i bahwa pahala bacaan Quran tidak sampai kepada org mati ? Lalu bagaimana sebenarnya pendapat madzhab Syafi’i secara umum tentang masalah ini ?? Sebelum menuju kesitu, ada pernyataan bagus dari al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali:
“Sebagian mereka berkata (maksudnya sebagian ulama2 Syafi’iyyah): “jika dibacakan al-Qur’an di sisi mayyit atau menghadiahkan pahalanya untuk mayyit, maka pahalanya untuk pembacanya, dan mayyit seperti org yg hadir yg diharapkan turunnya rahmat padanya atas pembacaan al-Quran tsb”. Tetapi bagi kami (madzhab Hanbali), apa yg sudah kami sebutkan tentangnya, yaitu bahwa sesungguhnya membaca al-Qur’an untuk mayyit merupakan ijma’ kaum Muslimin, sebab mereka di setiap masa dan kota mereka berkumpul, mereka membaca al-Qur’an, dan menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang mati diantara mereka TANPA ADA YANG MENGINGKARINYA.” (Al-Mughni lil Imam Ibni Qudamah, 3/521)
Lihatlah, menurut al-Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi bahwasannya berkumpul dan membaca al-Qur’an serta menghadiahkan pahalanya kepada org mati adalah ijma’ kaum Muslimin dari masa ke masa dan di setiap kota, TANPA ada yg mengingkarinya. Perbuatan semacam itu sama seperti amaliah kaum Muslimin yg populer yg dilakukan setelah meninggalnya seseorang, yaitu TAHLILAN. Kegiatan Tahlilan tidak lain adalah berkumpul untuk membaca al-Qur’an dan menghadiahkan pahalanya untuk org mati. Dan menurut al-Imam Ibnu Qudamah, kegiatan Tahlilan ini telah berlangsung sejak dahulu dan dilakukan dimanapun tanpa ada yg mengingkarinya !!! Hhehee..
Jadi sebenernya dari sini pun telah diketahui bahwasannya menghadiahkan pahala bacaan al-Qur’an kpd org mati adalah pendapat jumhur ulama (kalau tidak mau dikatakan ijma’) dari masa ke masa dan di setiap tempat.
Akhirnya qta sampai pada bahasan yg sangat penting dimana org2 yg tidak suka dg amaliah ‘transfer’ pahala bacaan Qur’an ini (you know who I mean) selalu mengatakan: “katanya ngaku madzhab Syafi’i, tapi kok rajin banget ‘nransfer’ pahala al-Fatihah (atau ayat lainnya) ke org mati ??!! Kan dalam madzhab Syafi’i pahala bacaan Qur’an tidak sampai ke org mati !!”, atau perkataan semacamnya.
Kami ingatkan, hendaknya mereka tidak usah ‘songong’ dan ‘sotoy’ tentang madzhab Syafi’i, apalagi mereka bukanlah ulama (begitu juga kita). Siapa yg lebih faham tentang madzhab Syafi’i daripada para ulama madzhab Syafi’i sendiri ??
Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan dalam tafsir-nya ketika menafsiri QS. An-Najm: 39 [kutipannya sudah disampaikan di atas]:
Bergaris hitam: “Dari ayat yg mulia ini, Imam Syafi’i rohimahullah dan org2 yg mengikutinya ber-istinbath (melakukan penggalian hukum) bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada org mati karena hal itu bukanlah amalnya dan bukan usahanya.” (Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim li Ibni Katsir, 7/222)
Begitupula Imam Nawawi mengatakan:
“Dan yg masyhur (Qoul Masyhur) dalam madzhab kami (Syafi’i) adalah bahwa pahala bacaan Qur’an tidak sampai kepada mayyit. Akan tetapi jama’ah dari Ash-hab kami (para ulama Syafi’iyyah) berkata: “pahalanya sampai”, dan dengan ini Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat. Adapun sholat dan amalan ketaatan lainnya, maka pahalanya juga tidak sampai menurut kami, tetapi tidak menurut jumhur ulama. Imam Ahmad berkata: “pahala semua amalan ketaatan bisa sampai kepada mayyit, seperti pahala haji.” (Syarah Shohih Muslim lin Nawawi, 7/126)
Dari keterangan di atas, didapat informasi bahwa Qoul Masyhur dalam madzhab Syafi’i adalah tidak sampai, tetapi sebagian ulama Syafi’iyyah lain menyatakan sampai. [Sebenarnya ini juga sudah dikatakan oleh Imam asy-Syarbini di atas].
Baik, qta hendaknya tidak boleh berhenti sampai di sini saja. Bagaimana sebenarnya penjelasan para ulama Syafi’iyyah sendiri atas Qoul Masyhur tsb ? Mari qta lihat.
Pernyataan Qoul Masyhur Imam Syafi’i bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit adalah tidak mutlak. Ini dikarenakan ada qoul lain dari Imam Syafi’i sendiri yang menyatakan sebaliknya, yaitu beliau berkata dalam kitab fenomenalnya, al-Umm:
“Aku (Imam Syafi’i) menyukai dibacakannya al-Qur’an di sisi kubur dan berdoa untuk mayyit. Dan tidak ada doa yang memiliki waktu tertentu dalam hal itu (maksudnya boleh kapan saja).” (Al-Umm lil Imam asy-Syafi’i, 2/645)
Perhatikan di situ ada redaksi bahwa Imam Syafi’i menyukai dibacakannya al-Qur’an di sisi kubur ! Pertanda apa ini ??
Jadi begini, Imam Syafi'i mempunyai dua qoul:
- Qoul Masyhur beliau bahwa bacaan Qur'an tidak sampai kpd org mati.
- Qoul beliau tentang disukainya membaca al-Qur'an di sisi kubur.
Nah, dari sini terlihat bahwa 2 qoul tsb seakan2 bertentangan. Beliau menyatakan tidak sampainya pahala bacaan Qur'an kpd org mati, tapi kok di qoul lain beliau menyatakan suka terhadap pembacaan Qur'an di sisi kubur ? Oleh karena itu, para 'ulama Syafi'iyyah menjelaskan maksud qoul2 beliau tsb dan menjamaknya.
Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshori asy-Syafi’i mengatakan dalam kitabnya perihal Qoul Masyhur tsb:
وما قاله من مشهور المذهب محمول على ما إذا قرأ لا بحضرة الميت ولم ينو ثواب قراءته له أو نواه ولم يدع بل قال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت نفعه وبين ذلك وقد ذكرته في شرح ﺍﻠﺭﻮﻀﺔ
“Dan apa yang dikatakan dalam Qoul Masyhur, itu dalam pengertian apabila pembacaannya tidak di hadapan mayyit, tidak meniatkan pahala bacaannya untuknya, dan tidak mendo’akannya. Bahkan Imam Taqiyuddin as-Subki berkata: “yang menunjukkan atas hal itu (sampainya pahala) adalah hadits berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila diqashadkan (diniatkan) agar dengan bacaannya dapat bermanfaat bagi mayyit, maka akan sampai. Dan diantara yang semacam itu, sungguh telah aku (Imam as-Subki) tuturkan di dalam kitab syarah ar-Raudloh.” (Fathul Wahab li Zakariyya al-Anshori, 2/23)
Begitu pula yg dikatakan oleh al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami, seorang ulama yg menjadi rujukan tertinggi dalam madzhab Syafi’i setelah Imam an-Nawawi. Berikut katanya:
“Perkataan Imam Syafi’i rodliyallahu ‘anhu bahwasannya hendaknya (peziarah) membaca sesuatu yg mudah dari al-Qur’an di sisi kuburnya dan mendoakan sampainya pahala bacaan Qur’an tsb kepadanya. Perkataan Imam Syafi’i dalam masalah mendoakan sampainya pahala bacaan Qur’an kepada mayyit (di sisi kubur) ini memperkuat pernyataan ulama-ulama Muta’akhkhirin dalam membawa Qoul Masyhur dalam pengertian apabila tidak dibacakan di hadapan mayyit atau apabila tidak mengiringinya dengan do’a.” (Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubro li Ibni Hajar al-Haitami, 2/27)
Dari keterangan2 di atas, didapat informasi bahwa Qoul Masyhur Imam Syafi’i yg menyatakan tidak sampainya pahala bacaan Qur’an kepada mayyit, itu ketika ia dalam kondisi: tidak dibaca di hadapan mayyit, tidak meniatkannya untuk mayyit, dan tidak mendoakannya untuk mayyit. Jadi, apabila kondisi2 tsb tidak ada, maka Imam Syafi’i pun sebenarnya menyatakan sampainya pahala bacaan Qur’an kpd mayyit.
Hal itu sebagaimana yg dikatakan jg oleh al-Imam al-Bujairami:
“Perkataannya: “karena sesungguhnya do’a bermanfaat bagi mayyit”. Walhasil, sesungguhnya apabila pahala bacaan al-Qur’an diniatkan untuk mayyit, atau dido’akan sampainya pahala bacaan al-Qur’an kepada mayyit mengiringi bacaan al-Qur’an tsb, atau membaca al-Qur’an di samping kubur, maka akan sampai pahala bacaan al-Qur’an tsb kepada mayyit, dan bagi si qori (pembaca) juga mendapatkan pahala.” (Hasyiyah al-Bujairami ‘alal Khothib, 2/574)
Begitupula asy-Syaikh Sulaiman al-Jamal dalam kitabnya:
والتحقيق أن القراءة تنفع الميت بشرط واحد من ثلاثة أمور إما حضوره عنده أو قصده له، ولو مع بعد أو دعاؤه له، ولو مع بعد أيضا اه
“Dan penelitian bahwa bacaan al-Qur’an dapat memberikan manfaat bagi mayyit dengan memenuhi salah satu dari 3 syarat: Pertama apabila dibacakan di hadapan (atau di sisi) mayyit, kedua apabila diniatkan untuk mayyit walaupun jaraknya jauh, ketiga apabila mendo’akan (bacaaannya) untuk mayyit walaupun jaraknya juga jauh. Selesai.” (Hasyiyah al-Jamal, 2/210)
Bagaimana ?? Sudah tahu maksud Qoul Masyhur Imam Syafi’i ?? Jadi, hendaknya bagi yg tidak bermadzhab Syafi’i, tidak usah ‘grasa-grusu’ apalagi mengada-ada dalam membawa pendapat2 Imam Syafi’i dan para Ash-habnya...
Perlu diketahui pula bahwasannya dalam madzhab Syafi’i, selain ada Qoul Masyhur, ada pula Qoul Mukhtar, yaitu pendapat yg dipilih, dan inilah yg dijadikan pegangan oleh para ulama Syafi’iyyah. Berikut Imam an-Nawawi berkata:
والمختار الوصول إذا سأل الله أيصال ثواب قراءته، وينبغى الجزم به لانه دعاء، فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعى، فلان يجوز بما هو له أولى، ويبقى الامر فيه موقوفا على استجابة الدعاء، وهذا المعنى لا يخص بالقراء بل يجرى في سائر الاعمال، والظاهر أن الدعاء متفق عليه انه ينفع الميت والحى القريب والبعيد بوصية وغيرها
“Dan pendapat yang dipilih (Qoul Mukhtar) adalah sampai pahalanya, apabila memohon kepada Allah menyampaikan pahala bacaannya. Dan selayaknya untuk melanggengkan hal ini karena sesungguhnya ini adalah do’a, sebab apabila boleh berdo’a untuk orang mati dengan perkara yang tidak ditujukan untuk org yang berdo’a tsb, maka kebolehan dengan hal itu (membaca al-Qur’an) bagi mayyit adalah lebih utama, dan pengertian semacam ini tidak hanya khusus pada pembacaan al-Qur’an saja, bahkan juga pada seluruh amal-amal lainnya. Dan do’a, faktanya adalah para ulama telah sepakat bahwa itu bermanfaat bagi mayyit maupun orang hidup, baik dekat maupun jauh, baik dengan wasiat atau tanpa wasiat.” (Al-Majmu’ lil Imam an-Nawawi, 15/522)
Jadi, madzhab Syafi’i menyatakan sampai atau tidak ?? Silakan dipikirkan.
Mengapa pendapat beliau berdua perlu dicantumkan disini ? Karena beliau berdua adalah ulama yg menjadi rujukan utama bagi org2 yg tidak suka dg amaliah ‘transfer’ pahala bacaan Qur’an ini.
Ibnu Taimiyyah mengatakan:
“Ibnu Taimiyah ditanya tentang firman Allah: وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ: “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya” [QS. An-Najm: 39], dan sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam “apabila anak adam wafat, maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat untuknya, dan anak sholeh yang berdo’a untuknya” [HR. Muslim], apakah hal itu menunjukkan bahwa apabila seseorang wafat, maka tidak ada satupun perbuatan2 kebajikan yg sampai kepadanya ?
Ibnu Taimiyyah menjawab: Alhamdulillahi Robbil ‘Alamiin, tidak ada dalam ayat tsb dan tidak pula di dalam hadits tsb bahwa mayyit tidak bisa mendapatkan manfaat dengan do’a untuknya dan dengan apa yang diamalkan untuknya dari perbuatan2 kebajikan (termasuk membaca al-Qur’an). Bahkan para Imam telah sepakat bahwa mayyit mendapatkan manfaat atas hal itu, dan ini diketahui dengan jelas dalam agama Islam, dan sungguh al-Kitab (al-Qur’an), as-Sunnah, dan Ijma’ telah menunjukkannya. Oleh karena itu, barangsiapa yang menyelisihi hal itu, maka dia adalah ahli bid’ah !!!” (Majmu’ Fatawa li IbniTaimiyyah, 24/306)
Mantep bukan pendapat Ibnu Taimiyyah di atas ?? Menurut beliau, org yg menolak bahwa pahala amal kebajikan dapat sampai kepada mayyit, justru dialah yg ahli bid’ah,, bukan kami yg senantiasa Tahlilan dan baca al-Fatihah untuk keluarga dan guru2 kami yg sudah meninggal... Hhehee.
Di halaman selanjutnya, Ibnu Taimiyyah mengatakan:
“Ibnu Taimiyyah ditanya tentang bacaan al-Qur’an oleh keluarga mayyit, apakah pahalanya bisa sampai kepada mayyit ? Begitupula bacaan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, apabila dihadiahkan kepada mayyit, apakah semua pahala tsb akan sampai kpd mayyit atau tidak ?? Beliau menjawab: Bacaan Qur’an oleh keluarganya tsb akan sampai kepada mayyit. Begitupula bacaan tasbih mereka, takbir mereka, dan dzikir2 lainnya, jika mereka menghadiahkannnya kepada mayyit, maka akan sampai padanya. Wallahu A’lam.” (Majmu’ Fatawa li Ibni Taimiyyah, 24/307)
Pendapat Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah:
“Adapun bacaan al-Qur’an dan menghadiahkannya kepada mayyit dengan ikhlas tanpa imbalan (upah), maka hal tsb akan sampai kepada mayyit seperti sampainya pahala puasa dan haji.” (Ar-Ruh li Ibnil Qoyyim, hal. 191)
Bagaimana ?? Mangga dipikirkan lg bagi yg menjadi pengikut beliau berdua.
Sebenarnya setelah itu Ibnul Qoyyim menyebutkan banyak sekali pasal tentang hujjah2 sampainya pahala bacaan Qur’an kpd mayyit dan sanggahan2 bagi org2 yg menolaknya. Insya Allah di lain kesempatan qta akan bahas tentang itu.
Sebelum ditarik kesimpulan, berikut ini ada 2 kisah yg sangat ajib dan menarik untuk qta ketahui.
Al-Imam al-Mufassir Fakhruddin ar-Rozi. Beliau adalah ulama tafsir besar yg kitab tafsirnya menjadi salah satu rujukan utama bagi kaum Muslimin. Nama kitab tafsirnya adalah Tafsir al-Kabir atau juga disebut Mafatihul Ghoib. Beliau mengatakan dalam akhir tafsir surat Hud, bahwa putra beliau telah wafat:
“Telah selesai tafsir surat ini (surat Hud) sebelum datangnya waktu Shubuh, yaitu malam Senin bulan Rajab tahun 601 H. Semoga Allah menyempurnakannya dengan kebaikan dan barokah. Aku mempunyai anak laki2 yg sholih dan memilki hidup yg baik, ia wafat di tempat yg asing (bukan di negerinya) pada usia mudanya yg cemerlang. Hatiku bagaikan terbakar karena sebab itu.” (Tafsir al-Kabir lil Imam ar-Rozi, 18/84)
Kemudian beliau berkata di akhir tafsir surat Yusuf:
“Aku berwasiat kepada org2 yg mentelaah kitabku ini dan mengambil faedah darinya agar secara khusus membacakan surat al-Fatihah untuk anakku dan diriku, serta mendoakan orang-orang yang meninggal di tempat asing yg jauh dari sanak saudara, ayah, dan ibunya dengan doa rahmat dan ampunan. Dan aku sendiri juga banyak berdoa bagi org yg melakukan hal tsb. Wa shallalahu ‘ala Sayyidina wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam tasliman katsiro. Aamiin walhamdulillahirobbil ‘alamin.” (Tafsir al-Kabir lil Imam ar-Rozi, 18/233 – 234)
Menarik bukan ? Imam ar-Rozi berwasiat untuk men-‘transfer’ bacaan al-Fatihah kepada anaknya dan dirinya...
Al-Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam. Beliaulah ulama yg digelari “Sulthonul ‘Ulama” (pemimpinnya para ulama). Kepopuleran nama beliau tidak usah diragukan lagi bagi kalangan ahli ilmu dan penuntut ilmu. Beliau berfatwa bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada org mati. Namun ? Perhatikan kisah yg dikemukakan oleh al-Imam al-Qurthubi:
وَكَذٰلِكَ بَلَغَنَا عَنِ الشَّيْخِ عِزِّ الدِّيْنِ عَبْدِ السَّلاَمِ رَحِمَهُ اللهُ أَنَّهُ يُنْكِرُ وُصُوْلَ ثَواَبِ اْلقِرَأَةِ لِلْمَوْتَى وَ يَقُوْلُ تَعَالَى:وَاَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَاسَعٰى فَلَمَّا مَاتَ رَاٰهُ بَعْضُ أَصَحَابَهِ فَسَأَلَهُ عَنْ ذٰلِكَ فَقَالَ فَقَدْ رَجَعْتُ عَمَّا كُنْتُاَ قُوْلُهُ مِنْ عَدَمِ وُصُوْلِ الثَّوْبِ إِلَى الْمَوْتَى مِنَ اْلقَارِئِ حِيْنَ رَأَيْتُ وُصُوْلَهُ وَأَنَا فِى اْلقَبْرِ
“Demikian juga telah sampai berita kepada kami tentang Syaikh ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam bahwa beliau mengingkari sampainya pahala bacaan al-Qur’an bagi orang mati. Dan beliau berdalil dengan firman Allah Ta’ala (dalam surat an-Najm ayat 39): وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ: “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya”. Tetapi setelah beliau meninggal dunia, sebagian sahabatnya melihatnya di dalam mimpi, lalu mereka bertanya tentang pendapatnya itu. Beliau [syaikh ‘Izzuddin] menjawab: “Sesungguhnya aku telah rujuk [menarik kembali tentang apa yang pernah diucapkannya] tentang tidak sampainya pahala membaca al-Qur’an kepada orang-orang mati dr org yg membacanya. Sayang, aku telah melihat ini bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada org mati, tetapi aku sudah di dalam kubur.” (Mukhtashar at-Tadzkirat lil Imam al-Qurthubi, hal. 25)
Menarik bukan ? Perhatikan, ‘Izzudin bin ‘Abdis Salam sudah merasakannya sendiri !! Ruh yg dijumpai di dalam tidur qta adalah suatu hal yg sangat mungkin terjadi, sesuai yg dikatakan oleh ‘Ali bin Abi Tholib. Untuk itu, bagi yg tidak percaya akan sampainya pahala bacaan Qur’an kpd org mati, silakan mati dulu, lalu org2 yg hidup akan membacakannya untuknya. Buktikan sendiri.. Hhehee.
NB: Imam al-Qurthubi dan Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam adalah sezaman. Imam al-Qurthubi wafat tahun 671 H dan Imam ‘Izzuddin wafat tahun 660 H.
KESIMPULAN: Pahala bacaan al-Qur’an bisa sampai kepada org mati menurut jumhur (sebagian besar) ulama, bahkan bisa dikatakan hampir semua ulama berpendapat demikian.
Wallahu A’lam.
sumber : Note Facebook Teman
Komentar
Posting Komentar