Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Tidurnya Orang Tidak Puasa Itu Ibadah

Gambar
Posting renungan Ramadhan ini tentang tidurnya orang puasa. Tentu anda sering dengar hadits yang menyatakan tidurnya orang berpuasa itu ibadah. Lantas, berapa jam tidur anda bulan ini? Terlepas dari hadits itu dhoif atau tidak, saya percaya bahwa tidurnya orang puasa itu ibadah. Kenapa? Lha wong tidurnya orang yang tidak puasa juga ibadah, kok! :) Tidur di bulan Rajab, Syawal atau bulan apa pun saat anda tidak puasa dapat bernilai ibadah asal diniatkan secara ikhlas (karena Allah), dan tata caranya mengikuti yang diajarkan Nabi. Bagaimana cara tidur Nabi? Sebelum tidur Nabi berwudhu, kemudian membaringkan badannya dengan bertumpu pada tubuh bagian kanan (HR Bukhari). Kemudian membaca Al Quran surat-surat tertentu, ayat tertentu, doa dan dzikir. Jadikan tidur sebagai dzikrul maut … Inilah tidur yang bernilai ibadah. Karena itu, agar tidur kita dapat bernilai ibadah, mari kita niatkan tidur dengan ikhlas dan mengikuti tata cara tidur yang dicontohkan oleh Nabi Muham

Ingin Sehat Atau Ingin Beribadah?

Gambar
“Gerakan-Gerakan shalat sebenarnya adalah olahraga bagi tubuh, mirip dengan gerakan yoga. Dan  di otak manusia ada pembuluh darah yang hanya akan dilalui darah jika manusia sujud, sehingga shalat akan membuat kita sehat” “Setelah melalui penelitian medis, puasa dapat membuat sehat, karena merupakan proses detoksifikasi menetralkan racun tubuh dan proses mengistirahatkan pencernaan” Ajaran Islam untuk kebaikan jiwa dan raga manusia Pernyataan di atas adalah fakta-fakta yang tersebar di masyarakat bahwa ternyata ibadah dalam agama Islam bisa membuat pelaku ibadah menjadi lebih sehat. Fakta tersebut setelah dilakukan penelitian ilmiah sehingga bisa membuat orang lebih yakin untuk melakukan ibadah. Memang syariat Islam Allah turunkan untuk kebaikan manusia secara umum. Tidak heran, ternyata dalam ibadah yang disyariatkan mengandung kebaikan bagi jiwa dan raga manusia. Mengenai hal ini syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam risalahnya

Vaksinasi Bagi Anak-Anak Di Bulan Ramadhan

Gambar
Kami rasa fatwa ini tepat dimunculkan mengingat wabah Difteri yang sedang terjadi di Jawa Timur, kemudian pemerintah gencar melakukan vaksinasi terutama daerah-daerah yang diperkirakan tidak melakukan vaksinasi. Kemudian bulan Ramadhan juga sebentar lagi menghampiri kita. Berikut ringkasan fatwa lajnah da’imah lilbuhuts al-‘ilmiyah wal ifta [semacam MUI dengan ulama-ulama besar di Arab Saudi]: فقد اطلعت اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء على الاستفتاء الوارد إلى سماحة الرئيس العام من سعادة مدير عام التعليم بمنطقة: نود إحاطة فضيلتكم علما بأن الوحدات الصحية المدرسية لدينا ستقوم بمشيئة الله بحملة لتطعيم طلاب المدارس الابتدائية والمتوسطة ضد الحمى المخية الشوكية، وذلك استعدادا لحج هذا العام ونأمل من فضيلتكم إفادتنا عن إمكانية تنفيذ ذلك في خلال شهر رمضان المبارك، وتأثير هذا التطعيم على صيام الطلاب. وبعد دراسة اللجنة للموضوع أجابت: بأنه لا حرج في ذلك، وإن تيسر أن يكون التطعيم في الليل فهو أحوط. “Lajnah Da’imah telah menelaah pertanyaan yang datang dari kepala sekolah di

Seumur Hidup (Selama Ramadhan) Tidak Pernah Menangis Karena Allah?

Gambar
Bulan Ramadhan telah berlalu… kita perlu merenungkan apakah kualitas beragama kita sudah meningkat? hasil dari gemblengan selama bulan Ramadhan? Salah satunya adalah… Sudahkah mata ini meneteskan sedikit saja air mata, menanggis karena Allah? Menanggis karena takut terhadap Allah dan menangisi dosa-dosa kita? Mungkinkan selama Ramadhan kita mata kita tidak pernah menangis? Atau mungkinkah seumur hidup kita tidak pernah menangis karena Allah? Mungkinkah Seumur hidup hati kita tidak pernah bergerumuh dengan banyaknya maksiat yang kita lakukan? Mungkinkan seumur hidup jiwa kita tidak pernah terguncang, tertunduk dan malu karena tidak peduli atau pura-pura lupa dengan segala anugrah Allah? Jika seperti ini kenyataannya maka sudah selayaknya kita pertanyakan keimanan kita, bisa jadi keimanan kita kurang atau tidak ada sama sekali? Bagaimana tidak, air mata ini hanya mengalir karena musibah-musibah dunia, ialah air mata keluh-kesah dan caci-maki

Persediaan Darah Di PMI Menipis Selama Ramadhan (Donor Darah Batalkan Puasa?)

Gambar
Menipisnya persediaan darah agak membuat petugas kesehatan dan mereka yang membutuhkan darah agak kesulitan, apalagi darah umumnya dibutuhkan di saat-saat darurat dan cepat misalnya korban kecelakaan atau operasi emergensi. Penyebabnya bisa jadi ada anggapan bahwa donor darah membatalkan puasa dan jika malam hari juga mereka yang ingin mendonor disibukkan degan kegiatan shalat tarawih. Begitu juga anggapan bahwa donor darah selama puasa bisa menyebab kelemahan. Dokter spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr. Ari Fahrial Syam, sp. PD menilai, rendahnya minat pendonor pada masa Ramadhan tak lepas dari mitos yang berkembang di masyarakat. Mitosnya bahwa donor darah saat puasa akan memperlemah kondisi tubuh. Bila tubuh lemah, besar kemungkinan batal puasa. “Mitos ini tidak benar. Donor darah saat puasa malah sangat bermanfaat bagi kesehatan pendonornya, seperti penurunan berat badan, pembakaran kalori, tubuh memproduksi sel darah mera

Apakah Inhaler/ Nebulizer Membatalkan Puasa?

Gambar
Inhaler adalah sebuah alat yang digunakan untuk memberikan obat ke dalam tubuh melalui paru-paru, macam-macamnya: 1.MDI (Metered Dose Inhaler)  dan DPI (Dry Powder Inhalers) berupa batangan kemudian diisap lewat mulut 2. nebulizer yaitu perangkat yang berisi obat cair yang berubah menjadi kabut halus dan mudah terhirup ke dalam saluran udara dan paru-paru.[1]  (ini yang di sebut orang awam, dikasi “uap”,pent) Jawaban pertanyaan adalah: tidak membatalkan puasa Berikut jawaban dan rinciannya Permasalahan mengenai inhaler yaitu adanya zat dan partikel yang bisa masuk ke dalam kerongkongan dan lambung. Ada dua pendapat para ulama: I.Tidak membatalkan puasa Pendapat syaikh Abdul aziz bin Baz[2], Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin[3], syaikh Abdullah JIbrin[4], syaikh DR. Ash-shadiq Dharir dan DR. Muhammad Al-Khiyath[5], dan Lajnah Daimah[6] Pendalilan: 1ـ أن الداخل من بخّاخ الربو إلى المريء ومن ثم إلى المعدة قليل جداً، فلا يفطِّر قي

Mengharamkan yang Halal dan Menghalalkan yang Haram Sama dengan Syirik

KALAU Islam mencela sikap orang-orang yang suka menentukan haram dan halal itu semua, maka dia juga telah memberikan suatu kekhususan kepada mereka yang suka mengharamkan itu dengan suatu beban yang sangat berat, karena memandang, bahwa hal ini akan merupakan suatu pengungkungan dan penyempitan bagi manusia terhadap sesuatu yang sebenarnya oleh Allah diberi keleluasaan. Di samping hal tersebut memang karena ada beberapa pengaruh yang ditimbulkan oleh sementara ahli agama yang berlebihan. Nabi Muhammad sendiri telah berusaha untuk memberantas perasaan berlebihan ini dengan segala senjata yang mungkin. Di antaranya ialah dengan mencela dan melaknat orang-orang yang suka berlebih-lebihan tersebut, yaitu sebagaimana sabdanya: "Ingatlah! Mudah-mudahan binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan itu." (3 kali). (Riwayat Muslim dan lain-lain) Dan tentang sifat risalahnya itu beliau tegaskan: "Saya diutus dengan membawa suatu agama yang toleran." (Riwaya

Menentukan Halal-Haram Semata-Mata Hak Allah

DASAR kedua: Bahwa Islam telah memberikan suatu batas wewenang untuk menentukan halal dan haram, yaitu dengan melepaskan hak tersebut dari tangan manusia, betapapun tingginya kedudukan manusia tersebut dalam bidang agama maupun duniawinya. Hak tersebut semata-mata ditangan Allah. Bukan pastor, bukan pendeta, bukan raja dan bukan sultan yang berhak menentukan halal-haram. Barangsiapa bersikap demikian, berarti telah melanggar batas dan menentang hak Allah dalam menetapkan perundang-undangan untuk ummat manusia. Dan barangsiapa yang menerima serta mengikuti sikap tersebut, berarti dia telah menjadikan mereka itu sebagai sekutu Allah, sedang pengikutnya disebut "musyrik". Firman Allah: "Apakah mereka itu mempunyai sekutu yang mengadakan agama untuk mereka, sesuatu yang tidak diizinkan Allah?" (as-Syura: 21) Al-Quran telah mengecap ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang telah memberikan kekuasaan kepada para pastor dan pendeta untuk menetapkan halal dan

Asal Tiap-Tiap Sesuatu Adalah Mubah

DASAR pertama yang ditetapkan Islam, ialah: bahwa asal sesuatu yang dicipta Allah adalah halal dan mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nas yang sah dan tegas dari syari' (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul) yang mengharamkannya. Kalau tidak ada nas yang sah --misalnya karena ada sebagian Hadis lemah-- atau tidak ada nas yang tegas (sharih) yang menunjukkan haram, maka hal tersebut tetap sebagaimana asalnya, yaitu mubah. Ulama-ulama Islam mendasarkan ketetapannya, bahwa segala sesuatu asalnya mubah, seperti tersebut di atas, dengan dalil ayat-ayat al-Quran yang antara lain: "Dialah Zat yang menjadikan untuk kamu apa-apa yang ada di bumi ini semuanya." (al-Baqarah: 29) "(Allah) telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya daripadaNya." (al-Jatsiyah: 13) "Belum tahukah kamu, bahwa sesungguhnya Allah telah memudahkan untuk kamu apa-apa yang ada d