Vaksinasi Bagi Anak-Anak Di Bulan Ramadhan
Kami rasa fatwa ini tepat dimunculkan mengingat wabah Difteri yang sedang terjadi di Jawa Timur, kemudian pemerintah gencar melakukan vaksinasi terutama daerah-daerah yang diperkirakan tidak melakukan vaksinasi. Kemudian bulan Ramadhan juga sebentar lagi menghampiri kita.
Berikut ringkasan fatwa lajnah da’imah lilbuhuts al-‘ilmiyah wal ifta [semacam MUI dengan ulama-ulama besar di Arab Saudi]:
فقد اطلعت اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء على الاستفتاء الوارد إلى سماحة الرئيس العام من سعادة مدير عام التعليم بمنطقة: نود إحاطة فضيلتكم علما بأن الوحدات الصحية المدرسية لدينا ستقوم بمشيئة الله بحملة لتطعيم طلاب المدارس الابتدائية والمتوسطة ضد الحمى المخية الشوكية، وذلك استعدادا لحج هذا العام ونأمل من فضيلتكم إفادتنا عن إمكانية تنفيذ ذلك في خلال شهر رمضان المبارك، وتأثير هذا التطعيم على صيام الطلاب. وبعد دراسة اللجنة للموضوع أجابت: بأنه لا حرج في ذلك، وإن تيسر أن يكون التطعيم في الليل فهو أحوط.
“Lajnah Da’imah telah menelaah pertanyaan yang datang dari kepala sekolah di daerah Riyadh sebagai berikut:
Kami ingin memaklumkan kepada kalian (ulama-ulama Lajnah) bahwasanya bagian kesehatan sekolah akan mengadakan vaksinasi kepada para siswa SD dan SMP untuk mencegah penyakit meningitis. sebagaimana juga vaksinasi persiapan bagi jamaah haji tahun ini. Kami mengharap kepada kalian faidah ilmu, apakah mungkin dilaksanakan hal tersebut (vaksinasi) selama bulan Ramadhan Mubarak dan apa dampak vaksinasi ini terhadap puasa para siswa (apakah batal atau tidak-pent).
Setelah lajnah mempelajari hal ini, lajnah memberikan jawaban:
Tidak ada masalah dalam hal tersebut. Jika mudah dilakukan vaksinasi pada malam hari maka hal ini lebih hati-hati.”[1]
Catatan:
Pertanyaan batal tidaknya jika dilakukan vaksinasi mungkin berkaitan dengan hukum suntikan. Apakah membatalkan puasa atau tidak. Maka hal ini dirinci:
– jika suntikan tersebut mengandung bahan makanan seperti vitamin dan glukosa, maka membatalkan puasa
-jika tidak mengandung bahan makanan maka tidak batal.
Pada vaksinasi tidak mengadung bahan makanan maka puasa tidak batal.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
الإبر المغذية التي يكتفى بها عن الأكل والشرب فإذا تناولها أفطر لأنها وإن لم تكن أكلا وشربا حقيقة، فإنها بمعناهما، فثبت لها حكمهما. فأما الإبر غير المغذية فإنها غير مفطرة سواء تناولها عن طريق العضلات أو عن طريق العروق حتى ولو وجد حرارتها في حلقه فإنها لا تفطر لأنها ليست أكلا ولا شربا ولا بمعناهما، فلا يثبت لها حكمهما، ولا عبرة بوجود الطعم في الحلق في غير الأكل والشرب، ولذا قال فقهاؤنا: لو لطخ باطن قدمه بحنظل فوجد طعمه في حلقه لم يفط
“suntikan/infus yang bisa memberikan energi makanan dan mencukupkan dari makan dan minum. Jika dilakukan maka membatalkan puasa walaupun hakikatnya bukan makanan dan minuman, karena hal tersebut sama maknanya dengan makan dan minum sehingga berlaku hukum makan dan minum.
Adapun suntikan/infus yang tidak memberikan energi makanan maka bukan termasuk pembatal puasa, sama saja jika dimasukan melalui otot (intramuskular-pent) ataupun melalui pembuluh darah (intravena-pent) walaupun ia mendapati rasanya di kerongkonganya. Maka tidak membatalkan puasa karena bukan termasuk makanan dan minuman dan bukan pula semakna dengan makan dan minum.
Tidak dianggap keberadaan rasa makanan di kerongkongan selain melalui makan dan minum. Oleh karena itu para ahli fiqh berkata, “seandainya dioleskan buah Khandzal (buah yang sangat pahit rasanya dan digunakan dahulu sebagai obat pemicu muntah-pent) pada telapak kaki, kemudian ia dapati rasanya di kerongkongan maka puasanya tidak batal.”[2]
Untuk menambah wawasan tentang vaksinasi silahkan baca:
–Permasalahan Imunisasi Dan Vaksinasi Tuntas –Insya Allah-
–Fatwa-Fatwa Ulama, Keterangan Para Ustadz dan Ahli Medis Di Indonesia Tentang Bolehnya Imunisasi-Vaksinasi
–Haruskah Kedokteran Modern Dan Thibbun Nabawi Dipertentangkan?
Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid
28 Sya’ban 1433 H, Bertepatan 18 Juli 2012
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel http://www.fauzulmustaqim.com/
[1] Fatawa AL-lajnah ad-Da’imah no. 13121
[2] Majalis Syahri Ramadhan hal. 71-72, Darul Aqidah, Koiro, cet. I, 1429 H
Komentar
Posting Komentar