Cerita Nabi Muhammad SAW Menjadi Yatim Piatu ditinggal Ayah Ibu dan Kakeknya



Cerita nabi muhammad ini lanjutan dari cerita sebelumnya yang berjudul cerita nabi muhammad saw tahun gajah dan bayi pembawa berkah. 

Setahun kemudian menjadi genap enam tahun umur Nabi s.a.w, saat beliau diajak oleh ibunya pergi ke Madinah untuk diperkenalkan kepada keluarga neneknya Bani Najjar yang sekaligus diajak berziarah kepusara ayahnya dimana dikuburkan. Disebuah rumah ditunjukkan kepada Nabi s a w dan dengan nada menunjukkan perasaan pilu dan terharu yang menghimpun segala kesedihan diceritakan ketika ayahnya pulang berdagang dari negeri Syam, sampai disitu telah jatuh sakit dan dirawat dirumah itu sampai datang ajalnya. Demikianlah SitiAminah menceritakan kepda anaknya tentang peristiwa masa lalunya yang tidak dapat dilupakan selama hidupnya.

Rupanya hal itu membawa Nabi s a w kepada keharuan juga, sehingga setelah beliau diangkat menjadi Rasul dan setelah hijrah ke Madinah peristiwa itu selalu disebut-sebutnya. Satu bulan beliau tinggal di Madinah bersama ibunya, kemudian kembali ke Makkah. Dalam perjalanan mereka ke makkah, baru sampai disebuah kampung yang bernama Abwa’ mendadak Siti Aminah yaitu ibu Nabi saw jatuh sakit sehingga wafat disitu juga.

Betapakah bertambah beban kesedihannya dikala itu, beliau yang baru beberapa hari saja mendengar cerita duka cita, ketika beliau masih dalam kandungan ibunya telah ditinggal ayahnya untuk pergi selama-lamanya, kini telah menyusul ibunya pulang kerahmatullah. Nabi s a w menjadi sedih mengenang nasibnya yang masih berusia enam tahun sudah tiada ayah dan ibu, maka jadilah beliau bocah yatim piatu. Setelah pemakaman ibunya sudah selesai, beliaupun meninggalkan kampung itu, meneruskan perjalanannya menuju Makkah bersama-sama dengan kakeknya yaitu Abdul Muthalib.

Nabi Muhammad SAW menjadi kesayangan kakeknya
Sejak ibunda Nabi SAW meninggal dunia, ia diasuh sendiri oleh kakek dari ayahnya yang bernama Abdul Muthalib, kakek Muthalib sangat menyayangi Nabi Muhammad. Ketika nabi muhammad dilahirkan, ia sangat senang sekali. Sehingga ia sendiri yang memberi nama “Muhammad” yang memiliki arti “orang yang terpuji”. Sebuah nama yang diberikan oleh kakeknya itu sesuai dengan nama pemberian dari Allah yaitu “Ahmad” yang artinya adalah “Orang yang lebih terpuji”

Seperti yang difirmankan oleh Allah dalam surat ash-shaf ayat 16 :

Ingatlah ketika Isa anak Maryam berkata : Yaa Bani Israil . .! Sesungguhnya saya utusan Allah kepadamu membenarkan bagi apa yang antara hadapanmu dan saya memberi kabar gembira dengan kedatangan seorang rasul yang datang sesudah saya nanti, yang bernama Ahmad Ketika datang ia dengan membawa keterangan yang nyata, mereka berkata : Ini adalah sihir yang nyata

Ditinjau dan ayat ini, maka jelas bahwa nama Nabi Muhammad s.a.w ada dua : Muhammad nama pemberian kakeknya dan Ahmad satu nama yang diberikan oleh Allah S W T. Abdul Muthalib kakek Nabi s a w merupakan seorang pembesar yang berwibawa, ia sangat disegani dan dihormati oleh kaum yakni kaum Quraisy. Maka dihamparkan orang permadani kebesaran untuk tempat duduknya, ketika hendak duduk bersama-sama kaumnya. Pada suatu ketika Abdul Muthalib hendak duduk-duduk dipermadani yang telah dihamparkan, tiba-tiba Nabi s.a.w yang masih bocah itu ikut serta bersama kakeknya duduk dipermadam itu. Orang-orang yang melihat kejadian ini, merekapun melarangnya karena tidak sopanlah bocah sekecil itu jika ikut duduk dipermadani kehormatan. Namun Abdul Muthalib mencegah mereka agar tidak mengusik Muhammad saw yang duduk bersamanya. Demikianlah Abdul Muthalib yang sangat sayang kepada cucunya itu, dengan harapan agar cucunya bisa terhibur, sehingga dapat terlupakan kesedihan atas kematian ayah dan ibunya.

Kira-kira dua tahun Abdul Muthalib mengasuh Muhammad s a w, kemudian meninggal dunia. Meninggalnya Abdul Muthalib itu, bukan saja merupakan kesedihan yang amat sangat bagi Muhammad saw, bahkan semua penduduk Makkahpun seperti itu juga kesedihannya. Karena kematian Abdul Muthalib semua penduduk Makkah kehilangan seorang pemimpin yang cerdas, bijaksana, berani dan kepahlawannya, sehingga bagi mereka sukar untuk mencari penggantinya. Disaat itulah Nabi Muhammad s.a.w kemudian diasuh oleh pamannya yaitu Abu Thahb, merupakan wasiat Abdul Muthalib kepada anaknya yakni Abu Thalib.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah TSUNAMI ACEH 2004

Makalah Tentang Permainan Tradisional "Bola Bekel"

MAKALAH KHALAF: AHLUSSUNNAH (AL-ASY’ARI DAN AL-MATURIDI)