Terbebas dari Belenggu Dosa
Terbebas dari Belenggu Dosa
Tobat merupakan keharusan setiap orang. Sebab, siapapun pasti pernah berbuat kesalahan dan dosa, disengaja ataupun tidak disengaja. Jika tidak segera bertobat, dosa akan membelenggunya. Satu dosa yang tidak segera ditinggalkan akan menyeret pelakunya untuk melakukan dosa berikutnya. Bila tidak cepat bertobat, maksiat akan cepat merambat. Ia ibarat api yang memakan rumput kering. Itulah hukuman dosa. Dosa akan menyeret kepada dosa berikutnya. Ia akan membelenggu pelakunya. Lalu bagaimana ia bisa terbebas dari belenggunya?
Hukum Tobat
Kedudukan tobat di dalam Islam sangatlah tinggi. Tingkatannya di atas istighfar. Allah berfirman,
“Dan hendaknya kalian memohon ampun kepada Rabb kalian kemudian bertobat kepada-Nya.” (Hud: 3)
Dalam ayat di atas, tobat disebutkan setelah istighfar. Istighfar terbatas pada permohonan ampun. Sedangkan tobat harus diiringi dengan syarat-syaratnya.
Dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi, tobat dari setiap dosa merupakan sebuah kewajiban. Jika sebuah dosa terjadi antara seorang hamba dengan Allah, tidak ada hubungannya dengan hak orang lain, maka dipersyaratkan tiga hal berikut:
- Segera meninggalkan maksiat yang ia lakukan,
- Menyesal telah melakukan dosa,
- Bertekad untuk tidak mengulanginya di masa yang akan datang.
Jika salah satu syarat di atas tidak terpenuhi, maka tobatnya tidak diterima.
Apabila dosa yang dilakukannya ada hubungannya dengan hak orang lain, maka tiga syarat di atas ditambah dengan satu syarat berikutnya. Yaitu, mengembalikan hak orang yang dizaliminya. (Riyadhus Shalihin 1/33-34)
Tobat menjadi keharusan setiap hamba. Dengan tobat, ia akan menjadi muslim terbaik. Sebab, setiap hamba tempat berbuat dosa. Dan sebaik-baik mereka adalah yang segera bertobat darinya. Demikian penjelasan Rasulullah.
Suri teladan kita, Rasulullah, manusia paling bertakwa dan dijaga oleh Allah dari perbuatan dosa, tidak henti-hentinya bertobat. Beliau menceritakan,
واللهِ إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللهَ، وَأَتُوْبُ إِليْهِ، في اليَوْمِ، أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
“Demi Allah, aku benar-benar memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.” (HR. al-Bukhari)
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda,
يَا أَيُّها النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ فَإِنِّي أَتُوْبُ فِي اليَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai manusia sekalian, bertobatlah kepada Allah dan beristighfarlah kepada-Nya! Sesungguhnya, dalam sehari aku bertobat sebanyak seratus kali.” (HR. Muslim)
Kita, yang banyak dosa dan kesalahan, lebih pantas untuk selalu beristighfar dan bertobat kepada Allah. Sekali lagi, tobat menjadi sebuah kewajiban bagi kita. Tobat adalah kebutuhan kita.
Penjelasan di atas sudah sering disebutkan dalam buletin kesayangan kita ini. Maka, dalam kesempatan ini, kami akan menyampaikan pembahasan lain, yaitu pelengkap ketika seorang bertobat.
Iringi setiap kejelekan dengan kebaikan
Dalam bertobat hendaknya diiringi dengan melakukan kebaikan yang berlawanan dengan kejelekan yang dia lakukan. Tujuannya, agar kebaikan tersebut menghapuskan kejelekan. Allah berfirman,
“Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu akan menghapus kejelekan-kejelekan.” (Hud: 114)
Nabi bersabda,
وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا
“Iringilah perbuatan jelek dengan kebaikan! Niscaya kebaikan tersebut akan menghapusnya.” (HR. at-Tirmidzi)
Kebaikan yang bisa menghapus kejelekan itu bisa dilakukan dengan hati, lisan, dan anggota badan, tergantung pada jenis kejelekan yang telah dia lakukan.
Contoh berbuat baik dengan hati adalah rendah hati (tawadhu’), dengan lisan adalah beristighfar. Contoh berbuat baik dengan anggota badan adalah wudhu, shalat dan sedekah. Rasulullah bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَتَوَضَّأُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللهَ لِذَلِكَ الذَّنْبِ، إِلَّا غَفَرَ لَهُ
“Tidaklah seorang muslim berbuat suatu dosa, kemudian ia berwudhu dan shalat dua rakaat, kemudian memohon ampun kepada Allah terhadap dosa tersebut melainkan Dia akan mengampuninya.” (HR. Ahmad)
Agar cepat bertobat
Terkadang, seorang menunda tobat. Dalam benaknya, tobat akan ia lakukan di akhir-akhir kehidupannya. Padahal, ia tidak tahu kapan kehidupannya berakhir. Bisa jadi besok atau lusa, nafas tidak lagi dikandung badan.
Oleh karena itu, tobat harus dilakukan dengan segera. Tobat tidak akan diterima manakala nyawa sudah di kerongkongan. Tobat juga tidak akan diterima saat matahari telah terbit dari barat. Lalu bagaimana agar seorang segera bertobat?
Dalam kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah A menyebutkan empat langkah supaya seorang cepat bertobat. Empat langkah tersebut adalah:
Pertama, hendaknya ia mengingat ayat, hadits, dan atsar (ucapan shahabat) yang berisi ancaman bagi para pendosa. Di waktu yang sama, ia membaca ayat yang berisi keutamaan dan pujian bagi orang yang bertobat.
Kedua, membaca kisah para Nabi dan ulama, serta musibah yang menimpa mereka akibat dosa. Misalnya, kisah Nabi Adam ketika dikeluarkan dari surga karena melanggar larangan Allah. Demikian pula kisah Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Yusuf. Tidaklah kisah-kisah tersebut disebutkan dalam al-Qur’an melainkan agar diambil ibrah dan pelajaran darinya. Sebagai seorang muslim, kita harus meneladani mereka; mengakui dosa kemudian bertobat darinya.
Ketiga, tanamkan kekhawatiran dalam hati bahwa hukuman akan disegerakan ketika di dunia, dan bahwa setiap musibah yang menimpa seorang hamba tidak lain karena dosanya. Ia khawatir, jika hukuman itu telah menimpa, ia tidak mampu lagi untuk bertobat dan berbuat kebaikan demi menutup kejelekan. Orang yang meremehkan azab akhirat biasanya tidak akan takut terhadap hukuman di dunia. Padahal, akibat dosa itu sangat buruk baginya. Al-Fudhail bin ‘Iyadh A menyatakan,
“Sesungguhnya aku berbuat maksiat kepada Allah, maka ku lihat pengaruhnya pada perilaku keledai dan pelayanku.” Abu Sulaiman ad-Darani berkata, “Tidaklah seorang hamba melewatkan sebuah shalat melainkan karena dosa yang dia perbuat.”
Keempat, seorang yang berbuat dosa hendaknya mengingat hukuman atas dosa tertentu. Seperti hukuman atas perbuatan minum khamr, berzina, membunuh, sombong, iri hati, dan menggunjing. Di antara hukuman zina: diasingkan, cambuk dan rajam. Hukuman membunuh adalah diyat (denda) atau hukuman mati. Hukuman atas dosa ghibah/menggunjing antara lain kebaikannya diambil oleh orang yang dighibahi. Jika kebaikannya telah habis, kejelekan orang yang dighibahi akan ditimpakan kepadanya. Hukuman mencuri adalah potong tangan. Dan seterusnya.
Dengan langkah-langkah di atas, seseorang diharapkan segera bertobat. Dengan demikian ia terbebas dari belenggu dosa. Ingat, dosa yang tidak segera ditinggalkan akan menyeret pelakunya kepada dosa lain. Sekali lagi, jika tidak cepat bertobat dari maksiat, maksiat akan semakin mengakar kuat.
Hukuman di Dunia
Ketika para Nabi berbuat salah, Allah segera menegurnya. Teguran tersebut bisa berbentuk musibah dan ujian yang menimpanya. Dengan begitu, mereka tersadar dan segera bertobat kepada Allah.
Adapun orang celaka, hukuman baginya akan ditangguhkan. Tujuannya, agar ia tetap lalai dan dosanya semakin bertambah. Allah menceritakan hikmah penangguhan hukuman atas sebuah dosa,
“Supaya dosa mereka semakin bertambah-tambah. Dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Ali Imran: 178)
Selain tujuan itu, hukuman bagi orang yang celaka ditunda, karena azab di akhirat itu lebih dahsyat.
Oleh karena itu, seseorang harus waspada! Jika ia berbuat dosa, kemudian ia justru mendapatkan banyak kenikmatan, bisa jadi ia tergolong orang yang celaka. Hukuman baginya ditangguhkan, agar dosanya semakin bertumpuk dan ia merasakan azab yang lebih dahsyat ketika di akhirat. Jadi, jangan tertipu!
Dalam al-Qur’an dan hadits, kisah tentang orang-orang yang terus berbuat dosa sangat banyak. Sekalipun hanyut dalam dosa, orang tersebut justru mendapatkan kenikmatan. Ujungnya, dosanya semakin menumpuk dan azab dahsyat di akhirat menantinya.
Hati Menjadi Mati
Hukuman terbesar dari dosa adalah mematikan hati. Ia tidak lagi mendengarkan nasehat dan bimbingan. Dalam sebuah hadits, shahabat Abu Hurairah berkata,
Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya, jika seorang mukmin melakukan sebuah dosa, muncullah di dalam hatinya sebuah titik hitam. Jika dia bertobat, meninggalkan dosa tersebut, dan beristighfar, hilanglah titik hitam tersebut dari hatinya. Jika dosanya bertambah, bertambah pula titik tersebut sampai menutupi seluruh hatinya.”(HR. at-Tirmidzi)
Itulah tutup yang disebutkan oleh Allah dalam kitab-Nya,
“Sekali-kali tidak! Bahkan, dosa-dosa yang selalu mereka kerjakan itu akan menutupi hati mereka.” (Al-Muthaffifin: 14)
Al-Hasan al-Bashri berkata, “Kebaikan adalah cahaya bagi hati dan kekuatan bagi badan, sedangkan kejelekan adalah kegelapan bagi hati dan kelemahan bagi badan.”
Semoga tulisan singkat di atas memberi manfaat kepada segenap pembaca, terkhusus kepada kami. Tak lupa, banyak-banyaklah berdoa dan memohon taufik dari Allah agar dimudahkan untuk meninggalkan setiap dosa, besar maupun kecil, sengaja atau tidak disengaja.
Wabillahit taufiq.
Penulis: Ustadz Abu Majdiy
Komentar
Posting Komentar