Skiripsi tentang jurnalis wanita dalam memberikan Pendidikan Agama
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Di antara ketiga pusat pendidikan tersebut keluarga merupakan pusat pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak. Dikatakan pertama dan paling utama karena pendidikan keluarga merupakan tempat yang sudah dimulai sejak dini, dimulai sejak anak lahir sehingga anak tumbuh menjadi seorang remaja atau dewasa. Bahkan menurut Ahmad Tafsir (2005:164) pendidikan harus dimulai jauh sebelum kelahiran.
Oleh karena itu, agama Islam sangat mengharapkan agar keluarga dapat menjadi inti dalam membentuk sebuah pendidikan. Orang tua mempunyai tanggung jawab dalam membentuk kepribadian anak terutama ibu. Pendidikan agama perlu diberikan sejak dini yang memerlukan bimbingan dan pembiasaan, dan sudah sepantasnya pendidikan di rumah harus dilaksanakan dengan maksimal oleh ibu.
1
Seorang ibu memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu keluarga. Ibu berperan mengatur kehidupan seluruh anggota keluarga, termasuk dalam memberikan pendidikan anaknya. Ketika bapak bekerja mencari nafkah di luar rumah, sebagian besar pekerjaan rumah tangga diserahkan kepada ibu. Akan tetapi di sini ibu juga ikut bekerja yaitu sebagai wartawan. Hal yang perlu disadari oleh ibu ialah tidak boleh melupakan tugas utamanya yaitu, mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan dan mendidik anak-anaknya.
Peran ibu khususnya dalam mendidik anak bukanlah hal yang mudah, akan tetapi tugasnya mendidik adalah tugas yang sangat berat, memerlukan kesabaran dan ketulusan hati ibu. Peran serta ibu dalam pendidikan anak sangat berpengaruh dalam membentuk akhlak yang mulia, karena menurut Saikhul Hadi (2004: 81) bahwa wanita menduduki posisi yang sangat penting dalam keluarga, terutama sebagai pendidik, pengajar, sumber kasih sayang untuk seluruh anggota keluarga.
Dalam kaitannya dengan tugas-tugas yang harus dipenuhi oleh ibu yang berperan ganda, yakni sebagai wanita karier di lingkungan media dan ibu rumah tangga yang harus memberikan pendidikan agama pada anaknya di rumah, maka harus dapat menjalin keselarasan dan keseimbangan diantara keduanya.
Dengan menjadi wanita karier bagi kaum ibu rumah tangga, di samping membantu suami dalam hal memenuhi kebutuhan hidup juga dapat menjadikan kaum ibu rumah tangga lebih mengembangkan diri dalam melaksanakan peran ganda tersebut. Baik yang menyangkut tugas-tugas luar yang cukup berarti bagi kepentingan sosial kehidupan dalam suatu masyarakat dan negara. Dengan demikian, peran ibu rumah tangga juga dapat berfungsi untuk memajukan kesejahteraan umum di samping kesejahteraan keluarga.
Berkenaan dengan wanita karier khususnya yang berprofesi sebagai wartawan perlu dipahami secara mendalam karena tidak selamanya wanita karier membawa dampak yang negatif bahkan sebaliknya tidak jarang pula berdampak positif baik bagi dirinya maupun keluarganya. Apalagi wanita jurnalis ini sedikit banyak sudah mengetahui cara mendidik anak dalam lingkungan keluarganya.
Ibu menempati porsi terbesar dalam pembinaan atau pendidikan anak, betapa tidak dari masa kelahiran sampai masa remaja dan dewasa ibu adalah orang yang bertanggung jawab dalam membentuk masa depan anak. Ibu harus berusaha memikirkan masalah kesejahteraan jasmani, ruhani, akhlak, dan emosi sang anak. Begitu pula dengan masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan belajarnya. Pada masa-masa ini yang paling banyak berhubungan langsung dengan anak adalah ibu.
Al Quran Surat al Baqarah:233, dalam (Depag 1971: 57) Allah berfirman :
ßNºt$Î!ºuqø9$#urz`÷èÅÊöャ`èdy‰»s9÷rr&Èû÷,s!öqymÈû÷ün=ÏB%x.(
Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh (Q.S. Al Baqarah: 233)
Ayat di atas menerangkan bahwa tugas dari seorang ibu tidak hanya mengandung dan melahirkan saja. Akan tetapi juga bertanggung jawab dalam hal memberikan waktu untuk memperhatikan pertumbuhan anaknya.
Namun jika dilihat kenyataan yang terjadi pada jurnaliswanita, mereka hanya memiliki waktu yang sangat sedikit untuk anaknya. Hal ini disebabkan mereka harus bekerja dari pagi sampai malam demi mengejar dan meliput berita.Belum lagi dengan kesibukan atau kegiatan di luar jam kerja kantor. Seperti, pengajian rutin, kegiatan organisasi dan sebagainya. Jadi, jika dihitung jumlah waktu yang tersedia bagi jurnaliswanita dalam mendidik anaknya tidaklah sama halnya dengan ibu rumah tangga pada umumnya.
Akan tetapi dengan waktu yang bisa dikatakan terbatas tersebut, peneliti berasumsi bahwa jurnalis wanita sanggup memberikan pendidikan agama pada anaknya secara maksimal seperti halnya dengan ibu rumah tangga pada umumnya. Hal ini terlihat di dalam keluarga jurnalis wanita majalah Tempo kalimantan baratbahwa anak-anak mereka juga melaksanakan shalat lima waktu, berakhlak baik terhadap orang lain.Dalam hal membaca Al Quran jurnaliswanitajugaterbuktiberhasilmembimbinganaknya, haliniterbuktidengandiantaranya mengikuti lombabaca Al Quran tingkattamanpendidikan Al Quran dan mendapatkan beberapa piagam. Padahal kalau dibandingkan kuantitas waktu sangatlah berbeda jauh dengan waktu yang tersedia bagi kebanyakan ibu rumah tangga untuk memberikan pendidikan agama pada anaknya.
Di lingkungan kantorberita khususnya keluarga jurnalis wanitamuslim, pendidikan agama sangat diperhatikan. Jadi, jurnalis wanitamajalah Tempo biro Kalimantan Barat menyadari akan pentingnya pendidikan yang harus diberikan kepada anak-anaknya, karena mereka menganggap bahwa pendidikan di sekolah hanya dapat membantu meringankan beban dan tanggung jawab keluarga saja, namun peran orang tua terutama ibu sebagai pendidik utama tertap berjalan seperti biasa karena tanggung jawabnya tidak bisa dilepaskan begitu saja.
Bagi wanita karier, bagaimanapun mereka juga adalah ibu rumah tangga yang sulit lepas begitu saja dalam lingkungan keluarga. Karenanya, dalam meniti karier wanita mempunyai beban dan hambatan yang lebih berat dibandingkan dengan pria. Dalam arti, wanita lebih dulu harus mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal lain yang menyangkut urusan rumah tangga. Dalam kondisi demikian, mereka tentu mengalami kesulitan untuk menjalankan peran dan tugasnya sebagai seorang ibu yang baik. Jadi, wanita haruslah pandai-pandai menyeimbangkan peran ganda tersebut.
Dilema tersebut timbul karena peranan dan fungsi wanita seperti diungkapkan Pandji Anoraga (2006:123) bahwa wanita mempunyai lima tugas yaitu, sebagai istri/pendamping suami, sebagai pengelola rumah tangga, sebagai penerus keturunan, sebagai ibu dari anak-anak dan sebagai warga negara. Dengan keadaan ini, memang berat peranan wanita.
Suatu kekhawatiran yang sering muncul apabila seorang wanita meniti karier ialah dampak negatif terhadap keluarga. Anak-anak dipandang akan kurang mendapat kasih sayang karena ibunya terlalu sibuk di luar rumah. Karena kesibukan tersebut , sering terjadi pada wanita karier menyerahkan segala urusan rumah tangga kepada pembantunya. Akibatnya, anak-anak menjadi lebih dekat dengan pembantunya daripada dengan ibu kandungnya sendiri.
Berdasarkan paparan latar belakang di atas dasar itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan pendidikan agama pada anak daalam keluarga jurnalis wanita majalah Tempo biro Kalimantan Barat.
B. FOKUS PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pendidikan agama pada anak dalam keluarga wanita jurnalis majalah Tempo biro Kalimantan barattahun 2015?”.
Sedangkan sub fokus penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Apa saja yang diajarkan jurnalis wanita dalam memberikan Pendidikan Agama pada anaknya dengan waktu yang terbatas?
2. Bagaimana cara yang dilakukan jurnalis wanita dalam memberikan Pendidikan Agama pada anaknya?
A. TUJUAN PENELITIAN
Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pendidikan agama pada anak dalam keluarga jurnalis wanitadi lingkungan biro majalah Tempo Kalimantan barat
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi tentang :
1. Hal yang diajarkan wanita jurnalis dalam memberikan Pendidikan Agama pada anaknya dengan waktu yang terbatas di lingkungan keluarga.
2. Cara yang dilakukan wanita jurnalis memberikan Pendidikan Agama pada anaknya di lingkungan keluarga.
B. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan hasilnya memiliki manfaat secara teoritis dan praktis. Adapun manfaat penelitian secaras teoritis adalah, diharapkan mendapat khazanah ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan bahan referensi atau rujukan penelitian yang dapat dikembangkan lebih sempurna tentang pendidikan agama pada anak dalam keluarga wanita karier.
Sedangkan manfaat penelitian secara praktis adalah sebagai berikut:
1. Bagi wanita jurnalis
Hasil penelitian diharapkan agar bermanfaat sebagai bahan informasi bagi para karyawati khususnya yang telah berumah tangga, tentang keberhasilan jurnalis wanita dalam memberikan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Setelah mereka mengetahui hal itu semua, diharapkan ada tindakan nyata dalam pelaksanaan pendidikan.
2. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti, khususnya dalam pengembangan pengetahuan dan wawasan tentang karya tulis ilmiah.
3. Bagi Jurusan Tarbiyah
Diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk karya ilmiah selanjutnya yang berhubungan dengan pendidikan agama pada anak dalam keluarga jurnalis wanita.
BAB II
PENDIDIKAN AGAMA PADA ANAK
DALAM KELUARGA WANITA JURNALIS
1. Penelitian Terdahulu
8
Sebuah penelusuran peneliti, telah ditemukan beberapa penelitian yang berhubungan dengan judul ini, antara lain dilakukan oleh Syarif Akbar, 2004. Dengan judul penelitian “Peranan Ibu Yang Berkerja di Luar Rumah dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak Pada Mata Pelajaran PAI di Kelurahan Parit Mayor Pontianak Timur” . Adapun kesimpulan dari penelitiannya adalah pertama, peran yang dilakukan ibu yang bekerja di luar rumah tangga dalam meningkatkan prestasi belajar anak pada mata pelajaran PAI yang terdiri dari tanggung jawab ibu dalam mendidik anak, pola pengasuhan anak yang dilakukan ibu. Kedua, kesulitan yang dihadapi oleh ibu yang bekerja di luar rumah tangga dalam meningkatkan prestasi belajar anak pada mata pelajaran PAI yang terdiri dari jumlah jam kerja ibu dalam melaksanakan tugasnya, kurangnya waktu untuk berkomunikasi dengan anak. Ketiga, peran ibu yang bekerja di luar rumah tangga dalam mengatasi kesulitan yang dihadapinya untuk meningkatkan prestasi belajar anak pada mata pelajaran PAI yang terdiri dari upaya ibu dalam memberikan waktu khusus untuk berkomunikasi dengan anak, perhatian dalam mendidik anak. Keempat, prestasi belajar anak pada mata pelajaran PAI oleh ibu yang bekerja di luar rumah tangga di kelurahan Parit Mayor Pontianak Timur.
2. Pengertian Pendidikan Agama
Untuk mengetahui atau memahami pengertian pendidikan agama ada baiknya peneliti menjelaskan terlebih dahulu arti pendidikan, setelah itu barulah dikemukakan makna pendidikan agama, khususnya agama Islam. Kata “Pendidikan” dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah” dengan kata kerja “Rabba” yang berarti “Mendidik”.
Sedangkan menurut pendapat Moh Haitami (2006:12) pendidikan Islam adalah rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemapuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sesuai dengan nilai-nilai Islam sehingga terjadilah perubahan dalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individual dan sosial.
Menurut Zuhairini (1995:152) “Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam”.
Nilai-nilai agama Islam sangatlah luas, yakni memuat tentang beberapa aspek. Antaranya adalah aspek ibadah, aspek akhlak, dan aspek aqidah (Aqidah, ibadah dan akhlak).
Maka dari itu seorang ibu hendaklah menanamkan nilai-nilai agama pada anaknya yang akan menjadi inti pendidikan keagamaan. Nilai-nilai itu yang sangat mendasar ialah:
a. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan.
b. Islam, yaitu sikap pasrah kepada Nya.
c. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa allah senantiasa hadir atau berada bersama kita dimanapun kita berada.
d. Taqwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi kita kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu yang diridhai Allah.
e. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan semata-mata demi memperoleh ridha atau perkenan Allah dan bebas pamrih lahir dan bathin, tertutup maupun terbuka.
f. Tawakkal, yaitu sikap senantiasa bersandar pada Allah, dengan penuh harapan kepada-Nya dan yakin bahwa Dia akan menolong kita dalam mencari dan menemukan jalan yang terbaik.
g. Syukur, yaitu sikap penuh rasa terima kasih dan penghargaan, dalam hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang banyaknya, yang dianugerahkan Allah kepada kita.
h. Sabar,yaitu tabah dalam menghadapi kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan batin, fisiologis maupun psikologis, karena keyakinan yang tak tergoyahkan bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya. (Nurcholish Madjid 2000:98-99)
Tentu masih banyak lagi nilai-nilai keagamaan pribadi yang diajarkan dalam Islam. Namun yang tersebutkan di atas itu akan dapat mewakili nilai-nilai keagamaan yang amat penting dari pendidikan agama.
Dengan memahami nilai-nilai keagamaan dan mengaplikasikan dalam kehidupan dapat membawa orang untuk mencapai kehidupan yang seimbang antara jasmani dan ruhani, material dan spiritual, dunia dan akhirat.
Menurut Uhbiyati (2005:10) “Pendidikan agama adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim”.
Islam tidak akan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus melalui proses pendidikan. Pendidikan Islam lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan.
Menurut Nurcholish Madjid dalam Abuddin Nata (2005:331) mengatakan bahwa pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik. Pendidikan agama akhirnya untuk menuju kepada penyempurnaan berbagai keluhuran budi.
Sehubungan dengan itu, peran orang tua dalam mendidik anak melalui pendidikan agama adalah amat penting dan di sini yang ditekankan memang pendidikan oleh orang tua, bukan pengajaran.
Berdasarkan definisi dan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama adalah suatu proses pendidikan yang memberikan bimbingan jasmani dan rohani untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT berdasarkan ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian muslim.
3. Pendidikan Agama Pada Anak
Pendidikan keagamaan harus dimulai sejak dini sekali, yakni sejak anak berada dalam kandungan (pranatal). Tatkala lahir hingga anak tumbuh sebagai sebagai seorang remaja, pendidikan agama masih saja menjadi kewajiban orang tuanya. Dalam memberikan pendidikan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Metode
Sebagai pendidik, ibu mempunyai tanggung jawab yang besar baik yang berkenaan dengan pendidikan keimanan, moral, intelektual, fisik, metal, maupun sosial kemasyarakatan. Untuk melakukan tanggung jawab ini bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang berpengaruh dalam upaya mempersiapkan anak sehingga tumbuh seperti apa yang diharapkan.
Dalam melakukan pendidikan setelah anak lahir hendaknya menggunakan metode sebagai berikut:
1) Pembiasaan, yakni membiasakan anak-anak membaca atau mengucapkan lafaz Islam (Basmalah, Hamdalah dan lain-lain)
2) Latihan, seperti mengadakan praktek mengerjakan shlat, wudhu, adzan, iqamat, membaca doa-doa dan lain-lain.
3) Praktek lapangan, seperti kerja bakti membersihkan tempat-tempat ibadah, membantu kegitan-kegiatan keagamaan, menjadi pengurus masjid dan lain-lain.
4) Kompetisi yakni menyuruh anak-anak mengikuti perlombaan dalam menyongsong peringatan hari-hari besar Islam
5) Pengembangan bakat, seperti seni kaligrafi.
6) Teladan, anak-anak biasanya suka mengidentifikasi diri kepada orang tua yang dijadikan sebagai figur yang dicintai harus memperlihatkan akhlak yang baik kepada anaknya.
7) Perintah dan larangan, yakni menyuruh anak mengerjakan ibadah dan berakhlak dengan akhlak yang baik.
8) Menciptakan ketenangan dalam ruumah tangga dengan cara saling menghormati dan menyayangi.
9) Menciptakan tata ruang yang agamis,seperti menghiasi kamar dan ruangan di rumah dengan khat Al Quran yang indah. (Ramayulis, 2001:135)
Dengan berbagai metode di atas tidaklah semua bisa diterapkan orang tua secara keseluruhan dalam memberikan pendidikan bagi anaknya. Akan tetapi dapatlah kiranya menjadi referensi.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan Islam memerlukan metode yang tepat untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, metode merupakan komponen pendidikan Islam yang dapat menciptakan aktivitas pendidikan menjadi lebih efektif dan efesien.
Metode pendidikan yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan pendidikan Islam, yaitu:
1) Metode pendidikan dengan hiwar (percakapan) qur’ani dan nabawi
2) Metode pendidikan dengan kisah
3) Metode pendidikan dengan perumpamaan (amtsal)
4) Metode pendidikan dengan teladan yang baik (uswahtun hasanah)
5) Metode pendidikan dengan latihan dan pengamalan
6) Metode pendidikan dengan ibrah (pelajaran) dan mau’izhah (peringatan)
7) Metode pendidikan dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut). (Abdurrahman dalam Toto Suharto, 2006: 141)
Dari ketujuh model di atas, jika ingin menerapkannya haruslah disesuaikan dengan kondisi anak. Hal yang perlu diperhatikan adalah tidak ada satu metode pun yang dapat dipandang ideal untuk semua tujuan pendidikan. Maka kreatifitas pendidiklah yang dituntut untuk menerapkan metode mana yang sesuai.
b. Tujuan Pendidikan Agama
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
Menurut Ahmad Tafsir (2005:155) “Paling tidak tujuan dari pendidikan agama dalam rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal”. Yakni meliputi seluruh aspek perkembangan anak yaitu jasmani, akal, dan rohani. Sedangkan tujuan lain adalah membantu sekolah atau lembaga kursus dalam mengembangkan pribadi anak didiknya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Oleh karena itu, orang tua terutama ibu perlu memperkenalkan kepada anak-anaknya tentang obyek keimanan sebagaimana tertera dalam rukun iman (iman kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Qadha&Qadar, dan Hari Akhir). Pengenalan tersebut bisa diungkapkan pada waktu dan situasi yang sesuai. Bisa saja dimulai dengan doa kepada Allah, membaca Al quran, memberikan nasehat tentang takdir apabila ia mengalami musibah atau kekecewaan.
Tujuan ilmu pendidikan Islam ialah mencerahkan situasi ilmu pendidikan Islam, sehingga hubungan antara unsur-unsur dasarnya menjadi jelas, dan orang yang mempelajararinya pun akan memperoleh pegangan yang berguna untuk praktek pendidikan. (Uhbiyati, 2005: 13)
Berkenaan dengan hal tersebut, pendidikan lebih menitik beratkan pada segi pembentukan pribadi anak dan penerapannya dalam kehidupan sehingga terwujudnya kepribadian muslim.
Menurut Fadlullah (2005:129) pendidikan kerohanian bagi perkembangan jiwa anak adalah penanaman nilai-nilai aqidah (tauhid) yag terangkum dalam materi rukun iman; ibadah yang terangkum dalam materi rukun Islam; dan akhlak yang berdasarkan pada ihsan (kesadaran akan kehadiran dan pengawasan Allah SWT) dalam bentuk aplikatif demonstratif.
4. Pentingnya Pendidikan Agama dalam Keluarga
Pendidikan utama dan pertama adalah keluarga, menurut Henry N Siahaan (1986:1) “Lingkungan keluarga adalah sebuah sekolah dan seorang ibu harus menjadi tokoh utama di dalam pekerjaan mendidik anak-anaknya”.
Ali Qaimi (2005:242) mengatakan bahwa “Lingkungan dapat mewarnai kepribadian, akhlak dan prilaku anak. Bahkan saking besarnya pengaruh lingkungan tersebut sampai-sampai ia mampu menutupi fitrah diri si anak”. Sebagaimana hadits Rasululullah SAW dalam ringkasan Hadits Shahih Al Bukhari (2002:87) yang artinya sebagai berikut:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah(Islam), ibu bapaknyalah yang harus bertanggung jawab dihadapan Allah nanti jika anaknya itu menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi (H.R. Bukhari)
Dalam Al Quran surat An Nahl:78 dalam (Depag, 1971:413) Allah berfiman:
ª!$#urNä3y_t÷zr&.`ÏiBÈbqäÜç/öNä3ÏF»yg¨Bé&ŸwšcqßJn=÷ès?$\«ø‹x©Ÿ@yèy_urãNä3s9yìôJ¡¡9$#t»|Áö/F{$#urnoy‰Ï«øùF{$#ur öNä3ª=yès9šcrãä3ô±s?ÇÐÑÈ
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dan dalam keadaan tidak mengetaui sesuatupun dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hat agar kamu bersyukur” (Q.S. An Nahl:78)
Berdasarkan dari ayat di atas jelaslah bahwa Allah telah memberi manusia berupa pendengaran, penglihatan, hati, sebagai potensi dasar untuk dikembangkan sebaik mungkin. Tujuan dari perkembangan potensi tersebut adalah menjadikan manusia yang sempurna.
Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dengan memberikan pendidikan pada anak secara penuh kasih sayang, niscaya kaum ibu dapat membentuk kepribadian anak yang bercorak Islami.
Ali Qaimi (2005:248) mengatakan bahwa “Rumah yang baik adalah sekolah yang terbaik. Disitu seorang dapat belajar tentang akhlak, kesabaran, serta cara menjalankan tugas dan tanggung jawab”.
Maka dari itu ibu dituntut untuk senantiasa memenuhi suasana rumah dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kemuliaan, maka dengan hal tersebut ibu dapat membentuk kehidupan keluarga yang bercorak Islami.
Menurut Chalijah Hasan (1994: 182) “Pada hakekatnya keluarga atau rumah tangga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian yang kemudian ditambah dan disempurnakan oleh sekolah”.
Begitu pula halnya pendidikan agama haruslah dilaksanakan oleh orang tua sewaktu kanak-kanak dengan membiasakan pada akhlak dan tingkah laku yang diajarkan oleh agama.
5. Peranan Ibu dalam Pendidikan Anak
Pada kebanyakan keluarga, ibulah yang memegang peranan penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu, anak meniru perangai ibunya dan biasanya seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan tugasnya dengan baik.
Saikhul Hadi (2004:84) mengatakan bahwa “Dengan ikatan emosi yang sudah terjalin, baik secara fisik maupun batin, ibu sebenarnya sangat berperan dalam menentukan kualitas anak-anaknya. Ada ungkapan al ummu madrasah, ibu adalah sekolah”.
Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu, seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Sebagian orang mengatakan kaum ibu adalah pendidik bangsa.
Soelaiman Joesof (1981:3) mengatakan bahwa “Anak-anak banyak belajar di rumah dari ibunya di mana dan kapan saja serta menyangkut berbagai hal yang mereka perlukan di dalam pertumbuhannya ke arah kesempurnaan”.
Nyatalah betapa berat tugas seorang ibu apalagi yang berperan ganda sebagai wanita karier. Mereka harus dapat menjadi pendidik bagi anak-anaknya dan pengatur dalam rumah tangga. Baik buruknya pendidikan dari seorang ibu terhadap anaknya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan watak anaknya di kemudian hari.
Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, maka peranan ibu dalam pendidikan anak-anak adalah sebagai berikut:
a. Sumber pemberi kasih sayang
b. Pengaruh dan pemelihara
c. Tempat mencurahkan isi hati
d. Pengatur kehidupan dalam rumah tangga
e. Pembimbing kehidupan pribadi
f. Pendidik dalam segi-segi emosional (Ngalim Purwanto, 2000:82)
Tanggung jawab pendidikan Islam yang menjadi beban orang tua sekurang-kurangnya harus dilaksanakan dalam rangka:
a. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk paling sederhana dari tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
b. Melindungi dan menjamin kesamaan, baik jasmaniah maupun rohaniah, dari berbagai gangguan penyakit dan dari penyelewengan kehidupan dari tujuan hidup yang sesuai dengan falsafat hidup dan agama yang dianutnya.
c. Memberi pengajaran dalam arti yang luas sehingga anak memperoleh peluang untuk memiliki pengetahuan dan kecakapan seluas dan setinggi mungkin yang dapat dicapainya.
d. Membahagiakan anak, baik di dunia maupun di akhirat, sesuai dengan pandangan dan tujuan hidup muslim. (Zakiah Daradjat, 2006: 38)
Berkenaan dengan hal tersebut, maka selain hal di atas tugas ibu dalam kehidupan keluarga juga meliputi memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya. Dengan demikian maka tugas ibu dalam kehidupan keluarga memberikan kemuliaan kepada anak.
Dalam Tarjamah Sunan Ibn Majah (1993:184) Nabi SAW bersabda yang artinya:
Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka dengan akhlak yang baik (H.R. Ibnu Majjah)
Melihat posisi ibu yang sangat menentukan dalam pendidikan anak, maka ibu sangat dituntut menjadi figur atau teladan yang baik, yang dapat dijadikan referensi dalam segala sikap sang anak.
Dihubungkan dengan pendidikan anak, bahwa sebagaimana pertama-tama bahwa anak harus berbuat baik kepada ibunya, maka begitu sang ibu yang paling banyak dapat mempengaruhi anaknya. Hal ini disebabkan oleh faktor hubungan emosional ibu dengan anak. Maka pendidikan agama sesungguhnya adalah pendidikan untuk pertumbuhan total seorang anak didik.
Maka dari itu hendaknya sedini mungkin menanmakn nilai-nilai akhlak kepada anak. Nilai-nilai akhlak yang hendaknya ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya adalah sebagai berikut:
a. Silaturahmi, yaitu pertalian rasa cinta kasih antar sesama manusia, khususnya antar saudara dan seterusnya.
b. Persaudaraan, yaitu semangat persaudaraan lebih-lebih sesama kaum beriman.
c. Persamaan, yaitu pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan ataupun kesukuannya.
d. Adil, yaitu wawasan seimbang atau balance dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang.
e. Baik sangka, yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada asal dan hakikat aslinya adalah baik.
f. Rendah hati, yaitu sikap yang tumbuh karena keinsafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah.
g. Tepat janji, yaitu sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian.
h. Lapang dada, yaitu sikap penuh kesediaan menghargai ornag lain dengan pendapat-pendapat dan pandangannya.
i. Dapat dipercaya, yaitu amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya.
j. Perwira, yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba.
k. Hemat,yaitu sikap tidak boros dan tidak pula kikir dalam menggunakan harta.
l. Dermawan, yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesetiaan yang besar untuk menolong sesama manusia terutama mereka yang kurang beruntung dan dalam kesulitan hidup. (Nurcholis Madjid, 2000:102)
Nilai-nilai kemanusiaan yang membentuk akhlak mulia di atas itu tentu masih dapat ditambah dengan nilai-nilai lain yang masih banyak sekali. Namun kiranya yang tersebut di atas itu akan dapat membantu mengidentifikasi pendidikan agama dalam rumah tangga.
6. Pengertian Wanita Jurnalis
Saat ini makin banyak wanita yang berambisi dan mampu mengembangkan karier. Hal ini dimungkinkan karena meningkatnya jumlah wanita yang berpendidikan menengah dan tinggi, dan karena pergeseran jenis pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa memberi peluang kepada tenaga-tenaga kerja wanita. Akan tetapi tidak semua wanita yang bekerja bisa dikatakan sebagai wanita karier. Salah satu contoh wanita karir adalah jurnalitik wanita, oleh karena itu perlu diketahui apa pengertian jurnalistik itu.u
Fraser Bond dalam http://jendelakomunikasi.wordpress.com (01September 2015: 12.20 WIB). Mengatakan jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita agar sampai pada kelompok pemerhati.
Sedangkan menurut astrit susanto menyebutkan dalam jurnalistik adalah kegiatan pencatatan atau pelaporan serta penyebaran tentang kegiatan sehari-hari
Menurut erik hotgins jurnalistik adalah pengirim informasi dari sini kesana dengan benar, seksama dan cepat dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berfikir yang selalu dapat dibuktikan.
Sedangkan Drs. A.S. hartis sumadiria mengatakan bahwa jurnalistik sebagai kegiatan menyiapakan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala berkala kepada khalayak seluas-luasnya dan secepat-cepatnya
Jadi dapat simpulkan bahwa jurnalis wanita adalah seorang yang berjenis kelamin perempuan yang memiliki profesi sebagai pengumpul berita agar dapat diaksek oleh pemateri dan khalayak umum demi kepentingan bersama.
Al Quran Surat An Nisa:32, dalam (Depag 1971: 122) Allah berfirman:
Ÿwur(#öq¨YyJtGs?$tBŸ@žÒsùª!$#¾ÏmÎ/öNä3ŸÒ÷èt/4’n?tã<Ù÷èt/4ÉA%y`Ìh=Ïj9Ò=ŠÅÁtR$£JÏiB(#qç6|¡oKò2$#(Ïä!$|¡ÏiY=Ï9urÒ=ŠÅÁtR$®ÿÊeEtû÷ù|¡tGø.$#4(#qè=t«ó™ur©!$#`ÏBÿ¾Ï&Î#ôÒsù3¨bÎ)©!$#šc%Ÿ2Èe@ä3Î/>äó_x«$VJŠÎ=tãÇÌËÈ
Artinya:
Bagi kaum pria ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya (Q.S. An Nisa:32)\
BAB III
METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN DAN METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Sugiyono (2005:61) penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi, analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan nilai di balik data yang tampak. Oleh karena itu penelitian kualitatif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Hadari Nawawi (2001:63) metode deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek peneliti (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan faktor-faktor atau sebagaimana adanya.
25
Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan keadaan atas status fenomena. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan agama pada anak dalam keluarga wanita karier di biro majalah Tempo Kalimantan Barat
Dengan demikian setelah data terkumpul lalu diklarifikasikan menjadi data kualitatif. Data yang bersifat kualitatif tersebut digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, kemudian peneliti memberikan saran atau rekomendasi yang cukup relevan.
B. SUMBER DATA
Menurut Spradley dalam Harun Rasyid (2000:36) data diartikan sebagai faktor atau informasi yang diperoleh dari objek penelitian yang diteliti yaitu meliputi aktor, aktivis, dan tempat penelitian.
Jadi, yang menjadi sumber data informan kunci atau key informan dalam penelitian ini adalah wanita jurnalis yang bekerja di biro majalah Tempo Kalimantan Barat.
Adapun cara menentukan sumber data dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Wanita jurnalis yang bekerja di biro majalah Tempo Kalimantan Barat
2. Wanita jurnalis yang memiliki anak
C. PEMILIHAN SETTING
Dipilihnya pendidikan agama pada anak dalam keluarga wanita jurnalis di biro majalah Tempo Kalimantan Baratdidasarkan atas beberapa alasan sebagai berikut:
1. Berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi ini belum pernah dilakukan penelitian dengan tema yang sama
2. Wanita jurnalis disini dapat berhasil memberikan pendidikan agama pada anaknya seperti ibu rumah tangga pada umumnya.
Selanjutnya, agar penelitian ini berjalan dengan lancar sesuai rencana dan data yang diperlukan terkumpul dengan mudah, maka peneliti memanfaatkan waktu-waktu luang responden untuk melakukan wawancara tidak formal dengan suasana akrab, santai, di rumah responden. Oleh karenanya, peneliti akan mengikuti saran Denzim dalam Harun Rasyid (2000:17) seperti berikut:
“Seorang peneliti hendaknya tidak berperan sebagai peneliti, jika terpaksa mengemukakan posisinya sebagai peneliti, maka diusahakan tidak mengganggu dan tidak bersifat mengevaluasi responden. Perankanlah langkah-langkah natural, tidak memihak jawaban responden dan tidak menyangkal. Bersifat terbuka dan akrab tetapi direktif dan inpersonal responden”
Berdasarkan kutipan di atas, maka peneliti dalam melakukan wawancara diusahakan tidak menggurui responden dan tidak bersifat mengevaluasi reseponden. Peneliti bertanya secara wajar atau alami, tidak memihak jawaban responden dan tidak menyangkal bila terjadi adanya jawaban yang tidak enak dihati atau jawaban tersebut tidak dikehendaki.
Selanjutnya peneliti berupaya untuk bersikap terbuka dan akrab tetapi pertanyaan yang diberikan kepada responden bersifat langsung dan tidak bersifat pribadi, karena setiap pertanyaan sudah tersedia dalam pedoman wawancara.
D. TEKNIK DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Teknik dan alat pengumpulan data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam mengacu pada situasi yang didalamnya pewawancara menemui informan dengan serangkaian pertanyaan. Pewawancara berusaha untuk bersikap netral, tidak memihak jawaban informan atau menyangkalnya, sekalipun menampilkan gaya tertarik tetapi tidak mengevaluasi respon yang muncul. (Harun Rasyid, 2000:49-50)
Digunakannya wawancara sebagai teknik pengumpulan data dalam penelitian ini karena peneliti ingin menggali informasi yang jelas mengenai pendidikan agama pada anak dalam keluarga wanita jurnalis majalah Tempo biro Kalimantan Barat.
Data isi wawancara ini akan dijadikan sebagai data utama atau data primer. Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan wawancara maka peneliti menggunakan alat pengumpul data yaitu pedoman wawancara.
2. Teknik Observasi Non Partisipan
Menurut Hadari Nawawi (2001) observasi merupakan pengamatan dan pencatatan terhadap gejala yang nampak pada objek penelitian. Sehubungan dengan penelitian ini, maka objek yang menjadi perhatian peneliti adalah kegiatan pelaksanaan pendidikan agama pada anak dalam keluarga wanita jurnalis.
Adapun manfaat dari observasi adalah sebagai berikut:
a. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.
b. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung sehingga memungkingkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.
c. Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan terungkap dalam wawancara.
d. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar persepsi responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga.
e. Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar persepsi responden sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih kompherensif.
f. Melalui pengamatan dilapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkkna data, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situsi sosial yang diteliti. (Patton dalam Sugiyono, 2005: 67)
Tujuan objek perhatian tersebut adalah peneliti ingin mendapatkan informasi yang akurat tentang cara pendidikan agama pada anak dalam keluarga wanita jurnalistik. Data hasil observasi ini hanya disajikan sebagai data pendukung atau data sekunder. Dalam melakukan observasi maka peneliti menggunakan alat pengumpul data berupa catatan lapangan.
3. Teknik Dokumentasi
Menurut Sugiyono (2005:82) dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
Digunakannya teknik dokumentasi dalam penelitian ini, karena peneliti ingin mengetahui tentang data geografi lokasi penelitan, jumlah wanita karier di lingkungan Departemen Agama Mempawah. Jadi, penggunaan teknik ini untuk melengkapi data-data yang belum terungkap dari hasil wawanara mendalam, sehingga hasil penelitian ini menjadi jelas dan tidak bersifat meragukan.
E. TEKNIK ANALISIS DATA
Menurut Sogiyono (2005:89) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri .
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini mengikuti cara yang ditawarkan oleh Miles dan Hubermenc dalam Harun Rasyid (2000:69-71) dengan model analisi data interaktif, meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Selama kegiatan pengumpulan data berlangsung, peneliti akan melakukan analisis terhadap data-data yang terkumpul. Data yang diperlukan dalam pengumpulan data masih bersifat “data kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui wawancara yang dilakukan pada wanita jurnalismajalah Tempo biro Kalimantan Barat.
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian kualitatif berlangsung. Bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, antisipasi akan adanya reduksi data sudah tampak, yaitu sewaktu peneliti menetapkan kerangka konseptual, wilayah penelitian, permasalahan penelitian dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih.
Berdasarkan keterangan di atas, jelas bahwa proses reduksi data telah peneliti lakukan mulai dari penetapan fokus, kerangka konsep pembahasan hingga pemilihan teknik pengumpulan data. Setelah data terkumpul, proses reduksi data yang sesuai dengan wawancara dan yang tidak sesuai. Data yang sesuai dengan proses wawancara, dicatat tersendiri secara sistematis. Sedangkan data yang tidak sesuai dengan wawancara akan diarsipkan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kemungkinan, seperti adanya data yang diperlukan kembali atau pengecekan terhadap data asli yang diperoleh secara langsung dilapangan.
3. Display Data
Display atau penyajian data adalah seperangkat informasi yang terorganisir yang memungkinkan untuk dilakukan penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan. Penyajian data yang lebih terfokus dapat berbentuk ringkasan-ringkasan terstruktur, sinopsis, sketsa, kerangka diagram, atau matriks-matriks dengan teks.
Berdasarkan keterangan di atas maka peneliti melakukan display data dalam penelitian ini dengan penyajian data melalui ringkasan-ringkasan penting dari data-data yang telah direduksi. Artinya, data yang telah dirampingkan melalui reduksi data, selanjutnya dipilih untuk disajikan sebagai data atau temuan penelitian.
4. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Verifikasi dan penarikan kesimpulan diartikan sebagai penarikan dari data yang tampil dengan melibatkan pemahaman peneliti. Banyak strategi yang digunakan dalam proses ini antara lain menggunakan perbandingan secara luas atau khusus, pencatatan pola dan tema, pengelompokan, penggunaan metemor untuk taktik penegasan. Seperti triangulasi, pencarian kasus negatif, pengadaan tindak lanjut dan hal-hal yang di luar dugaan serta pemeriksaan hasil-hasil dengan informan-informan.
Dari keterangan di atas maka proses verifikasi dan penarikan kesimpulan dari penelitian ini dilakukan setelah data temuan penelitian disajikan. Untuk tahap pertama kali peneliti berusaha untuk memahami makna dari data yang telah disajikan, kemudian dikomentari berdasarkan pemahaman peneliti atau pendapat para pakar, setelah itu barulah dilakukan penarikan kesimpulan.
Kegiatan analisis data dengan model analisis data interaktif di atas apabila dituangkan dalam bentuk gambar, akan terlihat sebagai berikut:
Gambar 1
Analisis Data Model Interaktif
Penyajian data
Pengumpulan data
Sumber: Harun Rasyid, 2000:70
Proses pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian analisis yang susul menyusul.
F. PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA
Data yang telah terkumpul tidak selamanya memiliki kebenaran yang tinggi, bahkan bisa saja memiliki kekurangan data. Untuk itu diperlukan pemeriksaan keabsahan data, agar data penelitian benar-benar telah memiliki kredibilitas yang tinggi.
Adapun cara yang peneliti gunakan untuk pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini adalah :
1. Triangulasi
Menurut Lexy J Moleong (1996:175) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang lain diluar data tersebut, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh. Teknik triangulasi data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, melihat bagaimana pendidikan agama dalam keluarga wanita jurnalis majalah Tempo biro Kalimantan Barat.
2. Member Chek
Menurut Sugiyono (2005:129) member cek adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data, maka dari itu data yang telah terkumpul dan dianalisa, kemudian peneliti lakukan pengecekan kembali dengan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data untuk mengetahui pendapat mereka tentang benar tidaknya data yang telah peneliti peroleh.
Komentar
Posting Komentar