makalah tentang sejarah MTQ

sejarah MTQ


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ), di Indonesia dapat dikatakan sebagai kegiatan rutin dalam keagamaan, dan yang cukup besar dan yang dibiayai oleh pemerintah saat ini. Musabaqoh ini tidak lepas dari dimensi sosialnya sebagai sebuah kegiatan. Dari meriahnya acara yang diselenggarakan, ingin dimunculkan suatu citra bahwa islam memiliki suatu keistimewaan yang harus dibanggakan dan dilestarikan  dengan kitab sucinya.
Dalam musabaqoh ini memang terjadi ajang adu keahlian yang dimiliki tapi ada juga hal lain yaitu untuk mensyi’arkan dakwah. Yang berguna untuk menstimulus objek sasaran yang masih awam dan menimbulkan rasa keinginan yang kuat untuk memiliki hal yang sama dari musabaqoh tersebut.
Selanjutnya akan kami jelaskan seluk beluk Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) di Indonesia. Terkait dengan sejarah, macam-macam perlombaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kegiatan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) di Indonesia dan berkembanganya. Dalam mencara data kami mengunakan kajian kepustakaan dan wawancara dengan beberapa narasumber yang terkait.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah penyelengaran Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) di Indonesia?
2.      Bagaimana penyelengaran Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) di Indonesia?
3.      Apakah manfaat dan tujuan dari penyelengaran Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) di Indonesia?
4.      Bagaimana analisis teoritis dalam penyelengaran Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) di Indonesia?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah MTQ (Musabaqoh Tilawatil Quran)
Musabaqoh Tilawatil Quran adalah lomba membaca Al Quran dengan lagu. KH. Muhammad Dahlan (Menteri Agama RI, 1967 sampai 1971), bersama Prof. KH. Ibrahim Hossen adalah pemrakarsa pertama penyelenggaraan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Tingkat Nasional yang untuk pertama kalinya diadakan di Ujungpandang.
Disamping itu, mereka berdua, bersama KH. Zaini Miftah, KH. Ali Masyhar dan Prof. Dr. H.A. Mukti Ali pada 23 Januari 1970 membentuk Yayasan Ihya ‘Ulumuddin, yang setahun kemudian merintis berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran (PTIQ), sebuah perguruan tinggi yang secara khusus mengajarkan seni baca dan menghafal Al Quran serta megkaji ilmu-ilmu yang ada di dalamnya.[1]
Setidaknya ada dua macam misi yang hendak diwujudkan oleh umat Islam berkaitan dengan fenomena musabaqoh ini. Pertama, Syi’ar Islam. Walaupun niat luhur dibalik kegiatan yang semarak ini semata-mata adalah demi Allah semata, musabaqoh ini tidak lepas dari dimensi sosialnya sebagai sebuah eksibisi.
Kedua, tujuan internal. Dengan menyelenggarakan perlombaan rutin yang mempertandingkan jago-jago antar wilayah dari mulai tingkat kecamatan sampai tingkat internasional, diharapkan agar masing-masing pemegang kebijakan di semua wilayah mendorong dan mendukung aktivitas-aktivitas pembelajaran Al Quran. [2]
Pada bulan Ramadhan tahun 1968, MTQ dilembagakan secara nasional oleh KH. Muhammad Dahlan dan untuk kali pertama diselenggarakan di Makassar (Sulawesi Selatan). Kala itu hanya melombakan tilawah dewasa saja, yang melahirkan Qari Ahmad Syahid dari Jawa Barat dan Muhammadong dari Sulawesi Selatan.[3] Khusus untuk MTQ Wartawan (pekerja jurnalis baik cetak maupun elektronik) diselenggarakan secara rutin tiga tahun sekali.

B.     Kegiatan MTQ
C.     Dalam musabaqoh ini terdiri dari beberapa kegiatan / cabang jenis perlombaan, seperti halnya tahfidhz (hafalan), Syarkh (penafsiran), Cerdas Cermat Al-Quran, Kaligrafi dan lain-lain.[4] Berikut cabang-cabang Kegiatan MTQ :
1.      Cabang Tilawah
      Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) adalah suatu jenis lomba membaca Al-Quran dengan bacaan mujawwad dan murottal yaitu bacaan Al-Quran yang mengandung nilai ilmu membaca, seni baca dan adab membaca menurut pedoman yang telah ditentukan.[5]
      Cabang inilah merupakan cabang dimana sangat banyak peminatnya. Banyak peserta yang berusaha untuk menjadi salah satu peserta terbaik dalam cabang ini. Karena cabang ini adalah cabang inti dari semua cabang perlombaan yang ada.
      Cabang tilawah Al-Quran terdiri dari 5 golongan yang terdiri dari  golongan pria (Qori’) dan golongan wanita (Qori’ah), yaitu:
a.       Golongan Tartil Al-Quran
b.      Golongan Anak-anak
c.       Golongan Remaja
d.      Golongan Dewasa
e.       Golongan Cacat Netra.[6]

2.      Cabang Tahfidhul Quran
      Adalah suatu jenis lomba membaca Al-Quran dengan hafalan yang mengandung aspek ketepatan dan kelancaran hafalan, ilmu dan adab didahului membaca Al Quran dengan bacaan mujawwad (seni baca) menurut pedoman yang telah ditentukan.[7]
      Cabang Hifzh Al Quran terdiri dari 5 golongan yang bisa diikuti oleh golongan putra (hafizh) dan golongan putri (Hafizhah), yaitu:
a.       Golongan 1 juz
b.      Golongan 5 juz
c.       Golongan 10 juz
d.      Golongan 20 juz
e.       Golongan 30 juz
Khusus golongan 1 dan 5 juz di dahului dengan Tilawah sebagaimana ketentuan dalam cabang Tilawah, dan tentunya setiap peserta harus memenuhi ketentuan-ketentuan umum dengan persyaratan ketentuan yang ada.[8]

3.      Cerdas Cermat Al Quran
      Cerdas cermat, mempersyaratkan adanya konsep satu jawaban untuk satu pertanyaan. Sehingga peserta tidak mempunyai peluang jawaban lain. Hal ini sangat berpengaruh pada ilmu pengetahuan. Orang dididik untuk berfikir linier, yang mengakibatkan kakunya prinsip yang di pegang.[9]
      Dalam cabang ini tiap delegasi mendelegasikan kafilahnya satu grup yang terdiri dari 3 orang.

4.      Syarhil Al Quran (Tafsir)
      Adalah suatu jenis lomba semacam pidato namun secara berkelompok, yang terdiri dari 3 orang dengan masing-masing fungsi yaitu sebagai Pensyarah, Sari Tilawah, Qori’/Qoriah.

5.      Kaligrafi Al Quran
Terdiri 3 cabang,yaitu :
1.      Naskah : Merupakan cabang khat yang bisa dibilang paling mudah dari cabang khat lainnya. Karena dalam pembuatannya, hanya dengan cara menulis di kartoon namun juga hanya menggunakan tinta hitam. Dengan kata lain Khat Hitam-Putih
2.      Hiasan Mushaf : Cabang khat ini terdiri dari bingkai dan tulisan khat. Namun hanya bingkai yang diberi warna. khat kebanyakan menggunakan khat naskhi. Biasanya juga menggunakan tinta hitam. Khat-nya ditulis seperti biasa ( Lurus seperti khat dalam Al Quran).
3.      Dekorasi : Cabang khat, dimana hasil yang akan diperoleh nantinya berupa khat yang full warna, dari bingkai hingga khat. Khat biasanya boleh menggunakan bermacam-macam jenis khat.

D.    Manfaat mengikuti MTQ
Manfaat dari MTQ yaitu menjadikan motifasi sebagai variasi dalam menyiarkan dakwa Qur’ani agar lebih semangat dalam menjalankanya. Maka dari itu dalam hal ini diselenggarakan oleh pemerintah karena dalam tujuan utamanya yaitu:
1.   Motivasi menyiarkan agama agar tidak ada henti-hentinya untuk menyelenggarakan dakwah untuk masyarakat awam khususnya.
2.   Memberikan motivasi untuk yang berdakwah juga agar tidak ada henti-hentinya untuk melantunkan maupun mengumandangkan pedomanya.
E.     Analisis
Berdasarkan teori Mannheim setiap perilaku social memiliki tiga makna: pertama, makna objektif makna yang berlaku untuk semua orang. Dalam kasus MTQ makna objektifnya adalah peraturan dalam acara MTQ dan pelaksanaan MTQ yang difahami sebagai sebuah kegiatan rutin yang berupa kompetisi yang menjadikan al-qur’an sebagai objek yang dibiayai oleh pemerintah dengan aturan-aturan tertentu. Kedua, makna ekspresif yaitu makna yang difahami oleh setiap personal. Dari  kegiatan MTQ tujuan untuk mensyi’ar agama islam dengan al-Qur’an namun secara pribadi banyak yang menjadikan MTQ sebagai ajang motivasi, meningkatkan penghayatan al-qur’an, meningkatkan silaturahmi dan terkadang ada juga yang menjadikannya  sebagai ajang mencari keuntungan pribadi. Ketiga, makna dokumenter makna yang tersirat yang terkandung didalamnya. Makna yang tersirat dari MTQ adalah mensyi’arkan al-Qur’an dan membumikan al-Qur’an di masyarakat dengan mengunakan kegiatan yang lebih menarik. 






BAB III
KESIMPULAN
Keberadaan al-Qur’an yang menyatu dalam masyarakat memberikan warna-warna yang beraneka ragam mampu memberikan lokal wisdom yang kuat dan mengakar. Musabaqoh Tilawatil Quran merupakan kegiatan yang ditujukan untuk motifator kita dalam memelihara al-Quran. Dari acara ini membuat al-Qur’an yang diangap sebagai wahyu menjadi lebih membumi di masyarakat. Selain itu memberikan sebuah alternatif dalam merespon keberadaan al-Qur’an dengan sebuah sarana kompetisi.
Kegiatan Musabaqoh Tilawatil Quran memiliki kegiatan rutin yang dilaksanakan di tingakat kecamatan hingga Internasional dengan melibatkan banyak pihak untuk lebih menghayati kehadiaran al-Qur’an. Dan mampu menghadirkan kegiatan kompetisi yang berobjekkan al-Qur’an dengan tingkat partisipasi yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

            Saifullah Ma’sum, menapak jejak mengenal watak: sekilas biografi 26 tokoh NU, 1994, Jakarta: Yayasan Saifuddin Zuhri.

            Yudhie R. Haryono, Bahasa Politik Al Quran: Mencurigai Makna Tersembunyi Di Balik Teks/M, Bekasi: Gugus Press, 2002

            M.Misbahul Munir, Ilmu & Seni Qiro’atil Qur’an: Pedoman Bagi Qori’-Qori’ah, Hafidh-hafidhah dan Hakim Dalam MTQ, 2005, Semarang: Binawan.

            Semarak MTQ Tingkat Provinsi Jawa di noqtahcalligraphy.com

            Perpustakaan Nasional RI: Katalog Dalam Terbitan: Tafsir Quran Perkata: Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Terjemah, 2009, Maghfirah Pustaka.

[1] Saifullah Ma’sum, menapak jejak mengenal watak: sekilas biografi 26 tokoh NU, Jakarta: Yayasan Saifuddin Zuhri, 1994, h.,278.
[2] Yudhie R. Haryono, Bahasa Politik Al Quran: Mencurigai Makna Tersembunyi Di Balik Teks/M, Bekasi: Gugus Press, 2002, h.,203
[3] Semarak MTQ Tingkat Provinsi Jawa di noqtahcalligraphy.com di unduh pada tanggal 08 maret 2012 pukul 19:44
[4] Yudhie, Bahasa,. h., 203-204.
[5] M.Misbahul Munir, Ilmu & Seni Qiro’atil Qur’an: Pedoman Bagi Qori’-Qori’ah, Hafidh-hafidhah dan Hakim Dalam MTQ, Semarang: Binawan, 2005, h.,246.
[6] M.Misbahul Munir, Ilmu & Seni Qiro’atil Qur’an: Pedoman Bagi Qori’-Qori’ah, Hafidh-hafidhah dan Hakim Dalam MTQ, Semarang: Binawan, 2005, h.,246.

[7] M.Misbahul Munir, Ilmu & Seni Qiro’atil Qur’an: Pedoman Bagi Qori’-Qori’ah, Hafidh-hafidhah dan Hakim Dalam MTQ, Semarang: Binawan, 2005, h.,348.
[8][8] M.Misbahul Munir, Ilmu & Seni Qiro’atil Qur’an: Pedoman Bagi Qori’-Qori’ah, Hafidh-hafidhah dan Hakim Dalam MTQ, Semarang: Binawan, 2005, h., 348-349.
[9] Saifulloh, Menapak, 206.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah TSUNAMI ACEH 2004

MAKALAH KHALAF: AHLUSSUNNAH (AL-ASY’ARI DAN AL-MATURIDI)

MAKALAH BUDIDAYA TANAMAN CABAI