Hukum Pidana
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH.
Dapat mengetahui pengertian ,dasar, pembentukan , dan berlakunya hukum perdata . Hal ini mengingat keadaan hukum perdata yang berlaku diindonesia , baik sebelum maupun sesudah indonesia merdeka.
Dengan demikian , pembahasan mengenai istilah dan pengertian hukum perdata, luas lapangan ,hukum perdata material, sumber hukum perdata ,sejarah terjadinya KUHP,berlakunya KUHP di dindonesia ,sistematika hukum perdata , subyek hukum, domisili hukum , catatan sipil ,perkawinan, harta dalam perkawinan,putusnya perkawinan, tempat dan mengatur hukum kebendaan dan lain-lain.
B. RUMUSAN MASALAH.
Kita dapat mengetahui pengertian dan istilah hukum perdata itu seperti apa?
Apasaja yang mengatur hukum tentang orang?
Hukum keluarga itu seperti apa?
Dan dapat mengetahui hukum kebendaan dan hukum perikatannya?
C. TUJUAN.
Agar dapat mempermudah dalam belajar mahasiswa dalam mengetahui hukum perdata.
BAB I
PEMBAHASAN
HUKUM PERDATA
1. Istilah dan pengertian hukum perdata
Hukum perdata adalah segala peraturan hukum yangmengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang yang lain.
Terdapat beberapa unsur yaitu :
1. Peraturan Hukum
2. Hubungan Hukum
3. Orang
Hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera dalam kitab undang-undang hukum perdata (BW),kitab undang-undang hukum dagang (WVK) beserta sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya.
Hukum perdata dalam arti sempit adalah hukum perdata sebagaimana terdapat dalam kitab undang-undang hukum perdata (BW).Subekti mengatakan hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil,yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan.Hukum perdata ada kalanya dipakai dalam arti sempit sebagai lawan hukum dagang.
Soedawi Masjchoen sofwan mengatakan hukum perdata yang diatur dalam KUHperdata disebut hukum perdata dalam arti sempit.Sedangkan hukum perdata dalam arti luas termasuk didalamnya hukum dagang.
2. Luas lapangan hukum perdata
· Peraturan hukum
Peraturan hukum adalah rangkaian ketentuan mengenai ketertiban .Peraturan ada tertulis dan ada tidak tertulis.Hukum artinya segala peraturan.Isyilah “perdata “ berasal dari bahasa samgsekerta yang berarti warga (burger),pribadi (privaat),sipil,bukan militer (civiel).Hukum perdata artinya hukum mengenai warga,pribadi,sipil,berkenan dengan hak dan kewajiban.
· Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum.Hubungan yang diatur oleh hukum itu adalah hak dan kewajiban warga,pribadi yang yangSatu terhadap warga,pribadi lain dalam hidup bermasyarakat.
· Orang(persoon)
Orang(persoon) adalah subjek hukum,yaitu pendukung hak dan kewajiban .Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi dan badan hukum.Manusia pribadi dan badan hukum mungkin warga negara negara indonesia dan mungkin juga warga negara asing.
3. Hukum perdata material indonesia
Timbulnya hukum karena manusia hidup bermasyarakat.Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat dan juga mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu.Hukum perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut “hukum perdata material”.
Hukum perdata material memuat dan mengatur segala persoalan mengenai :
· Orang sebagai pendukung hak dan kewajiban (personenrecht)
· Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil (familierecht)
· Harta kekayaan (vermogensrecht)
· Pewarisan (erfrecht)
1.
4. Sumber-sumber hukum perdata
· Arti sumber hukum
Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata ialah asal mula hukum perdata,atau tempat di mana hukum perdata ditemukan .Asal mula itu menunjuk kepada sejarah asalnya dan pembentukanya.Sedangkan “tempat” menunjuk kepada rumusan-rumusan itu dimuat dan dapat dibaca.
· Sumber dalam arti formal
Sumber dalam arti “sejarah asalnya” hukum perdata adalah hukum perdata buatan pemerintah kolonial belanda yang terhimpun dalam B.W. (KUHPdt).Berdasarkan aturan peralihan UUD45.
Sumber dalam arti “pembentukanya “ adalah pembentuk undang-undang berdasarkan UUD45. Uud 45 ditetapkan oleh rakyat Indonesia ,yang di dalamnya termasuk juga aturan peralihan.Atas dasar aturan peralihan itu, B.W. (KUHPdt) dinyatakan tetap berlaku.Ini berarti pe,bentuk UUD Indonesia ikut menyatakan berlakunya B.W.(KUHPdt.).
Sumber dalam arti asal mula (sejarah asal dan pembentuk) ini disebut sumber dalam arti formal.
· Sumber dalam arti material
Sumer dalam arti “tempat” adalah staatsblad atau lembaran Negara dimana rumusan ketentuan undang-undang hukum perdata dapat dibaca oleh umum. Misalnya Stb.1847-23 memuat B.W.(KUHPdt), L.N. 1974-1 memuat undang-undang perkawinan, dll. Selain itu,keputusan hakim yang disebut Yurispudensi juga termasuk sumber dalam arti tempat dimana hukum perdata bentukan hakim dapat dibaca. Misalnya Yurispudensi Mahkamah Agung mengenai warisan,mengenai badan hukum,mengenai hak atas tanah,dan lain-lain.Sumber dalam arti tempat disebut “sumber dalam arti material”
Sumber hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman kolonial dahulu,terutama terdapat dalam staatsblad.Sedangkan yang lainnya sebagian besar Yurisprudensi Mahkamah Agung R.I. dan sebagian kecil saja adalah lembaran nrgara R.I. yang memuat hukum perdata nasional R.I.
5. Sejarah terjadinya KUH perdata (BW)
· Hukum Perdata Belanda
Hukum perdata belanda berasal dari hukum perdata prancis,yang berinduk pada Code Civil Prancis.pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte Prancis pernah menjajah Belanda dan Code Civil diberlakukan pula di Belanda.Kemudian setelah Belanda merdeka dari kekuasaan prancis,Belanda menginginkan pembentukan kitab undang-undang hukum perdata sendiri yang lepas dari pengaruh kekuasaan prancis.
Keinginan belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan kodifikasi hukum perdata Belanda.Pembuatan kodifikasi tersebut selesai pada tanggal 5 juli 1830 dan direncanakan diberlakukan pada tanggal 1 februari 1831.Tetapi dalam bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan do daerah bagian selatan Belanda,yang memisahkan diri dari kerajaan Belanda yang sekarang disebut kerajaan Belgia.Karena pemisahab Belgia ini,berlakunya kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1838.
Meskipun B,w. Belanda itu adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda,Isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis.Menurut Prof.Mr.J. Van Kan, B.W. adalah saudara dari Code Civil,hasil jiplakan yang disalin dari bahasa prancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
· Hukum perdata Indonesia
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia,maka B.W. Belanda ini diusahakan supaya dapat diberlakukan pula di Hinda Belanda pada waktu itu.Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan B.W. Belanda. Denagan kata lain B.W. Belanda diberlakukan juga di Hindia Belanda berdasarkan asas konkordansi (persamaan). B.W. Hindia
Belanda ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846,yang diundangkan melalui staatsblad 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka,berdasarkanaturanperalihan UUD45,maka B.W. HindiaBelandtetapdinyatakanberlakusebelumdigantikanolehundang-undangbaruberdasarkanUndang-
UndangDasarini.B.W.HindiaBelandainidisebutkitabUndng-UndngHukumperdata Indonesia
Sebagaiinduk hokum perdata Indonesia.
Yang dimaksuddenganhukumperdata Indonesia adalahHukumperdata yang baerlaku di
Indonesia.Hukumperdata di indoesiaadalahhukumperdatabarat(Belanda),yang berindukpada
KitabUndang-UndangHukumPerdata(KUHPdt), yang dalambahasaaslinyadisebutBurgerlijk
Wetboek (B.W). BurgerlijkWetboek (B.W) iniberlaku di HindiaBelandadulu.Sebagianmateri
B.W. (KUHPdt) inisudahdicabutberlakunyadanidigantidenganundang-undang R.I. misalnya
Mengenaiperkawinandanhak-hakkebendaan(bukuIdan II ).
Di sampingKUHPdt,hukumperdata Indonesia itumeliputijugaperundng-undangan
HukumperdatabuatanpembentukUndang-UndangRepublikIndonesia,misalnyaUndang-
Undangperkawinan No.1 Tahun 1974, Undag-UndangpokokAgraria No.5 Tahun 1960,
Keputusanpresiden No. 12 Tahun 1983 tentangpenataandanpeningkatanpembinaan
Penyelenggaraancatatansipil.Dengandemikianjelaslahrumusanhukumperdata Indonesia.
· B.W.(KUHPdt) sebagaiHimpunanHukumtakTertulis
B.W HindiabelandadiperuntukkanbagipendudukgolonganErophdan yang dipersamakan
berdasarkan pas l 131. IS. Jo.163 IS. Setelah Indonesiamerdeka.Keberlakuanuntukwarga
Negara Indonesia keturunanErophdan yang dipersamakanterusberlangsung.Keberlakuan
yangdemikianadalah formal berdasarkanaturanperalihan UUD45.
Dalam Negara Indonesia merdekaberlakunya hokum perdatasemacaminijelasberbau
kolonial yang membeda-bedakanwarga Negara Indonesia berdasarkanketurunannya.
disampingitumemangmateri yang diaturdalam B.W. (KUHPdt) sebagianada yang tidaksesuai
denganpancasiladasar Negara danpandanganhidupbangsaIndonesia,dantidaksesuai
denganaspirasi Negara danbangsamerdeka.
· Hukumperdatanasional
Hukumperdatanasionaladalahhukumperdata yang diciptakanoleh Indonesia
Merdeka.
v Kriteriahukumpedatanasional
1. Berasaldari hokum perdata Indonesia
2. Berdasarpadasistemnilaibudayapancasila
3. Produk hokum pembentukundang-undang Indonesia
4. Berlakuuntuksemuawargaindonesi
5. BerlakuuntukseluruhwilayahIndonesia
6. Berlakunya KUH perdata (BW) di Indonesia
Berlakunyaartinyaditerimauntukdilaksanakan.Berlakunyahukumperdataartinya
Diterimanya hokum perdatauntukdilaksanakan.Adapundasarberlakunyahukumperdata
Adalahketentuanundng-undang,perjanjian yang dibuatolehpihak-pihak,dankeputusan
Hakim.Realisasikeberlakuanituadalahpelaksanaankewajibanhokum,yaitumelaksanakan
Perintahdanmenjauhilarangan yang ditetapkanolehhukum.Kewajibanselaludiimbangi
Denganhak.
Ø KetentuanUndang-Undang
Berlakunyahukumperdatakarenaketentuanundang-undang.Artinyaundang-undang
Yang menetapkanditerimanyakewajibanhukumuntukdilaksnakan.Undang-undngmengikat
Semuaorang.Setiap orang wjibmematuhiundang-undang.jikatidakdipatuhi,ituadalah
Pelanggaran.
Berlakunyahukumperdataadabersifatmemaksadanada pula bersifatskarela.besifat
Memaksaarinyakewajiban hokum harusdlaksanakanbaikdenganbebuatatautidkberbuat.
Jikatidakdilaksanakankepad yang bersangkutandkenakansanksi.
Ø Perjanjianantarapihak-pihak
Hukumperdatajugabrlakukarenaditentukanolehperjanjian.Artinyaperjanjian yang
Dibuatolehpihak-pihakitumenetapkanditerimanyakewajibanhukumuntukdilaksanakanoleh
Pihak-pihak.perjanjianmengikatpihak yang membuatnya.perjanjianberlakusebagaiundang-
Undangbagipihak-pihak yang membuatnya.perjanjianharusdilaksanakandenganitikadbaik
Perjanjianmenciptakanhubungan hokum antarapihak-pihak yang membuatnya.
Hubunganitumengandungkewajibandanhak yang bertimbalbaikantarapihak-pihak.
Hubunganhukuminiterjadikarenaperistiwahukum yang berupaperbuatanperjanjian,
Misalnyajualbeli,sewamenyewa,tukar-menukar,hutang-piutang.
Ø Keputusan hakim
Hukumprdatajugaberlakukarenaditetapkanoleh hakim melaluiputusannya.hal in
Dapatterjadikarenaadaperbedaanpendapatatuperselisihanmengenaipelaksanaan
Kewajibandanhak yang ditetapkanoleh hokum perdata.Untukmenyelesaikandan
Menetapkansiapasebenarnyaberkewajibandanberhakmenurut hokum perdata,
Lalu hakim karenajabatannyamemutuskansengketaituataspermohonanpihak yang
Berkepentingan.keputusan hakim inilah yang menetapkanditerimanyakewajibandan
Hakolehmereka yang bersengketaitu.
Putusanhkimselalubersifatmemaksa ,artinyajikaadapihak yang tidakmematuhinya,
Hakim dapatmemerintahkanpihak yang bersangkutansupayamematuhinyadengankesadaran
Sendiri.jikamasihtidakdipatuhi,Hakimdapatmelaksanakanputusannyadengankekerasan,bila
Perludenganbantuanalatnrgara,misalnyapolisi.
Ø Akibatberlakunyahukumperdata
Sebagaiakibatberlakunyahukumperdataialahadanyapelaksanaan,pemenuhan,
Realisasikewajibanhukumperdata.
7. Sistematikahukumperdata
Ø Sistematika hukumperdatadalam KUH perdata (BW)
Kitabundang-undanghukumperdata (BW) Indonesia terdiridariempatbukusebagai
Beikut :
1. BukuI,yangberjudul “perihal orang”(van persoonen),memuat hokum perorangan
Dan hokum kekeluargaan.
2. BukuII,yangberjudul “perihalbenda”(van zaken),memuat hokum bendadan hokum
Waris.
3. BukuIII,yangberjudul “perihalperikatan”(van verbinennisen),memuat hokum harta
Kekayaan yang berhubungandenganhakdankewajiban yang berlakubagi orang-orang ataupihak-pihaktertentu.
4. BukuIV,yangberjudul “perihalpembuktiandankadaluwarsa”(van bewjis en verjaring),memuatperihalalat-alatpembuktiandanakibat-akibatlewatwaktuterhadaphubungan-hubungan hokum.
Ø Sistematika hokum perdatamenurutilmupengetahuan
Menurutilmupengetahuan,hukuperdatasekaranginilazimdibagidalamempat
Bagian,yaitu :
1. Hukumtentang orang atau hokum perorangan (persoonrecht)yang antantara lain mengaturtentang:
a. Orang sebagaisubjek hokum
b. Orang dalamkecakapannyauntukmemilikihak-hakdanbertinadaksendiriuntukmelaksanakanhak-haknyaitu.
2. ukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht)yang memuat antara lain :
a. Perkawinan,perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta kekayaan suami dan istri.
b. Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijk macht).
c. Perwalian (voogdij)
d. Pengampunana (curatele)
3. Hukum kekayaan atau hukum harata kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.Hukum harta kekayaan ini meliputi :
a. Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
b. Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
4. Hukum waris (etfrecht) mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat )hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.
BAB II
HUKUM TENTANG ORANG
A. Orang Sebagai Subyek Hukum
1. Subyek hukum (orang)
Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban.Pendukung hak dan kewajiban. Itu disebut orang.Orang dalam arti hukum terdiri dari manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subyek hukum dalam arti biologis, sebagai gejala alam, sebagai mahluk budaya yang berakal, berperasaan, dan berkehendak.
Badan hukum adalah subyek hukum dalam arti yuridis, sebagai gejala dalam
Hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum, mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia pribadi.Secara prinspil badan hukum berbeda dengan Manusia pribadi.Perbedaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
a. Manusia pribadi adalah mahluk hidup cipataan Tuhan kehendak,mempunyai akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati.Sedangkan badan hukum adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibudarkan oleh pembentukannya.
b. Manusia pribadi mempunyai kelamin, sehingga ia dapat kawin,dapat beranak.Sedangkan badan hukum tidak.
c. Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak.
2. Pengakuan sebagai sumber hukum
Pengakuan terhadap manusia pribadi sebagai subyek hukum dapat dilamasihukan sejak ia masih di dalam kandungan ibunya ,asal ia dilahirkan hidup (pasal 2 KUHPdt).Hal in mempunyai arti penting (relevan) apabila kepentingan anak itu menghendakinya, mialnya dalam hal menerima warisan, menerima hibah. Asas ini dapat di ikuti dalam pembinaan hukum perdata nasional.
Dalam pasal 3 KUHPdt dinyatakan bahwa tidak ada satu hukuman pun yang dapat mengakibatkan kematian perdata (burgerllijke dood) atau kehilangan segala hak perdata. Ini berarti betapapun kesalahan seseorang ,sehingga ia dijatuhi hukuman oleh hakim , hukuman hakim tersebut tidak boleh menghilangkan kedudkukan sebagai pendukung hak dan kewajiban perdata.
1
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum mengakui manusia pribadi sebagai subyek hukum, pendukung hak dan kewajiban. Dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 dinyatakan bahwa semua warga negara adalah sama kedudukannya di dalam hukum. Di negara lain, seperti afrika selatan yang menganut rasdiskriminas, tidak semua manusia pribadi diakui sebagai subyek hukum.Manusia kulit hitam atau berwarna tidak diakui sebagai pendukung hak , melainkan hanya sebagai pendukung kewajiban saja.
3. Badan hukum
1. Klasifikasi badan hukum
Badan hukum adalah subjek hukum citptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Menurut ketentua pasal 1653 KUHpdt ada tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu :
a. Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah (penguasa), seperti badan-badan pemerintahan,perusahaan-perusahaan negara.
b. Badan hukum yang diakui oleh pemerintah (penguasa), seperti perseroan terbatas,koperasi.
c. Badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat ideal, seperti yayasan (pendidikan, sosial, keagamaan, dan lain-lain).
Badan hukum yang sengaja diadakan oleh pemerintah adalah badan hukum
yang sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara, baik lembaga-
lembaga negara maupun perusahaan-perusahaan milik negara. Badan hukum ini
dibentuk oleh pemerintah dengan undang-undang atau dengan peraturan pemerintah.
apabila dibentuk undang-undang, maka pembentuk badan hukum itu adalah Presiden
bersama Dewan Perwakilan Rakyat R.I. Apabila dibentuk dengan peraturan
Pemerintah. Maka pembentuk badan hukum itu adalah presiden sebagai kepala
Pemerintah.
Badan hukum yang diakui oleh pemerintah adalah badan hukum yang
dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan pribadi
pembentukannya sendiri. Tetapi badan hukum tersebut mendapat pengakuan dari
pemerintah menurut undang-undang. Pengakuan itu diberikan oleh pemerintah karena
isi anggaran dasarnya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan badan hukum itu tidak
2
akan melanggar undang- undang. Pengakuan tersebut diberikan oleh pemerintah
melalui pengesahaan anggaran dasarnya.
Badan hukum yang diprbolehkan adalah badan hukum yang tidak dibentuk
oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari pemerintah menurut
undang-undang, tetapi diperbolehkan karena tujuannya yang bersifat ideal di biadang
sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaanm keagamaan. Badan hukum ini
selalu berupa yayasan. Untuk mengetahui apakah anggaran dasar badan hukum itu
tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, maka akta pendirinya yang memuat anggaran dasar harus dibuat dimuka
notaris, karena notaris adalah pejabat resmi berdasarkan undang-undang.
Badan hukum dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu :
a. Badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, diberi wewenang menurut hukum publik, misalnya departemn,
Pemerintahan, propinsi, lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, Mahkamah Agung R.I. dan sebagainya.
b. Badan hukum privat (keperadatan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah atau swasta,diberi wewenang menurut hukum perdata. Badan hukum keperadatan ini mempunyai bermacam ragam tujuan keperadatan.
Dilihat dari segi tujuan keperadatan yang hendak dicapai oleh badan hukum
Itu, maka badan hukum keperadatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam,
Yaitu :
a. Badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, terdiri dari perusahaan negara, yaitu perusahaan umum (perum), perusahaan perseroan (persero), perusahaan jawatan (perjan), perusahaan swasta, yaitu Perseroan Terbatas (P.T.).
b. Badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya, yaitu koperasi.
c. Badan hukum yang bertujuan bersifat ideal dibidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, keagamaan. Ada pemisahaan antara kekayaan badan hukum dan kekayaan pribadi pengurusnya. Termasuk dalam jenis ini adalah, yayasan, organisasi keagamaan, wakaf.
2. Syarat-syarat Pmbentukan Badan Hukum
Dalam hukum perdata tidak ada ketentuan yang mengatur tentang syarat- syarat material pembentukan badan hukum. Yang ada adalah syarat formal, yaitu harus dengan akta notaris. Karena tidak ada ketentun demikian, maka menurut Prof. Meyers (1948) doktrin ilmu hukum menetapkan syarat-syarat itu adalah :
a. Ada harta kekayaan sendiri
b. Ada tujuan tertentu
c. Ada kepentingan sendiri
d. Ada organisasi yang teratur
Badan hukum itu memiliki harata kekayaan sendiri terpisah sama sekali
dengan harata kekayaan sendiri terpisah sama sekali dengan harata kekayaan pribadi
anggota, pendiri, atau pengurusnya. Harata kekayaan ini diperoleh dari pemasukan
para anggota atau pemasukan dari perbuatan pemisahaan pendirinya yang mempunyai
tujuan mendirikan badan itu. Harata kekayaan ini diperlukan sebagai alat untuk
mencapai tujuan tertentu dalam hubungan hukum.
Badan hukum itu mempunyai tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu bukan tujuan
pribadi anggota atau pendirinya.Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban
melakukan sendiri uasaha mencapai tujuannya. Tujuan tersebut dapat bersifat
komersial dan dapat pula bersifat ideal.
Badan hukum harus mmpunyai kepentingan sendiri, kepentingan adalah hak
subjektif yang timbul dari peristiwa hukum, yang dilindungi oleh hukum. Badan
hukum yang mempunyai kepentingan sendiri dapat menuntut dan mempertahankan
kepentingan itu terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukum.
Badan hukum adalah satu kesatuan organisasi bentukan manusia berdasarkan
hukum (rechtsconstructie), yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum melalui
alat perlengkapan. Alat perlengkapan tersebut merupakan pengurus badan hukum
yang mempunyai fungsi dan tugas yang diatur didalam anggaran dasar.Dengan
demikian, badan hukum itu merupakan organisasi yang teratur . Organisasi yang
teratur adalah unsur esensial bagi badan hukum.
Menurut Prof.Meyers apabila suatu badan yang dibentuk itu mempunyai
empat syarat yang telah diuraikan diatas, maka badan tersebut dapat disahkan dan
diakaui sebagai badan hukum. Ia bersetatus sebagai subjek hukum, yang mempunyai
hak dan kewajiban dalam hubungan hukum.
Empat syarat yang telah diuraikan diatas disebut syarat material pembentukan
badan hukum. Sedangkan syarat formal adalah pembuatan undang-undang yang yang
melahirkan badan hukum itu. Dalam akta notaris atau dalam undang-undang itu
termuat pula empat syarat material pembentukan badan hukum.
3. Prosedur Pembentukan Badan Hukum
Pembentukan badan hukum dapat dilihat dengan perjanjian dan dapat pula
dilakukan dengan undang-undang. Pada badan hukum yang dibentuk dengan
perjanjian, status badan hukum itu diakui oleh pemerintah melalui pengesahan
anggaran dasar yang termuat dalam akta pendirian. Anggaran dasar itu adalah
kesepakatan yang dibuatoleh para pendirinya. Misalnya pada perseroan terbatas,
pada koperasi. Pada badan hukum yang dibentuk dengan undang-undang, status badan
hukum itu ditetapkan oleh undang-undang, misalnya pembentukan Perum, Persero,
Perjan, dan lain-lain.
v Pembentukan Persero Terbatas (P.T)
Pembentukan Perseroan Terbatas diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
dagang (KUHD). Para pendiri mengadakan kesepakatan yang disusun dalam
anggaran dasar. Anggaran dasar ini dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka
notaris (pasal 38 ayat 1 KUHD). Akata pendirian yang suadah disahkan dan sudah
didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri yang berwenang. Akata pendirian
yang sudah disahkan dan sudah didaftarkan itu kemudian diumumkan dalam berita
negara/tambahan berita negara (pasal 38 ayat 1 kalimat kedua KUHD). Status badan
badan hukum diperoleh sejak pengumuman tersebut.
v Pembentukan Persekutuan Komanditer (C.V)
Persekutuan komanditer adalah persekutuan yang dapat berbadan hukum
dan dapat pula tidak berbadan hukum. KUHD tidak mengatur status badan hukum
C.V. Karena itu bagi C.V. yang hendak memperoleh pengakuansebagai badan hukum
ditundukkan pada Stb.1870-64 tentang pengakuan vadan hukum ialah dengan
pengakuan tersebut diberikan melalui pengesahan akta pendirian (yang berisi
anggaran dasar) yang dibuat muka notaris. Akata pendirian yang yang sudah disahkan
itu didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri yang berwenang. Akata pendirian
yang sudah disahkan dan sudah didaftarakan itu kemudian diumumkan dalam Berita
Negara/Tambahan Berita Negara.Status badan hukum diperoleh sejak pengumuman
tersebut.
v Pembentukan kopersai
Pembentukan koperasi diatur dalam undang-undang No.12 tahun 1967 tentang
Pokok-pokok perkoprasian. Para pendiri mengadakan kesepakatan, yang disusun
dalam anggaran dasar. Anggaran dasar ini dimuat dalam akta pendirian. Akta
pendirian ini disampaikan kepada pejabat koperasi untuk memperoleh pengesahan
untuk memperoleh oleh pejabat atas nama menteri koperasai. Akta pendirian yang
sudah disahkan itu kemudian didaftarkan dalam daftar khusus untuk itu . Tanggal
pendaftaran akta pendirian itu berlaku sebagai tanggal resmi berdiri koperasi badan
hukum.Pejabat mengumumkan pengesahan koperasi itu didalam berita negara.
v Pembentukan yayasan
Mengenai yayasan dan organisasi keagamaan sebagai badan hukum tidak
Mendapat pengaturan dalam undang-undang.Tetapi yuriprudendi (praktek hukum)
Dan kebiasaan indonesia,yayasan didirikan oleh pendirinya dengan menyusun
Anggaran dasar yang dimuat dalam ankta pendirian dan dibuat dimuka notaris.
Tegasnya yayasan didirikandengan akta notaris.Status badan huku yayasan
Diperoleh sejak didirikan dengan akta notaris itu.Pendaftaran kepaniteraan
Pengadilan negeri dan pengumuman dalam berita negara tidak diwajibkan.
Disamping syarat formal berupa skta nitaris,Pendirian yayasan memerlukan
Syarat-syarat material yaitu :
1. Harus ada pemisahan kekayaan yayasan dan kekayaan pribadi pengurus
Yayasan;
2. Harus ada tujuan tertentu yang bersiafat ideal;
3. Harus ada kepntingan yayasan;
4. Harus ada organisasi yang dipimpin oleh pengurus yayasan;
B. DOMISILI
1. Devinisi
Domisili(tempat tinggal) adalaht empat di mana seseorang tinggal berkedudukan serta mempunyai hak dan kewajiban hukum. Tempat tinggal :wilayah/daerahdanberupa rumah kediaman /kantor yang berada dalam wilayah / daerah tertentu.:
-Tempat tinggal manusia pribadi : tempat kediaman.
-Tempat tinggal badan hukum : tempat kedudukan.
-Tempat tinggal : alamat.
2. Hak dan Kewajiban
Tempat tinggal menentukan hak dan kewajiban seseorang menurut hukum.Hak dan kewajiban dapat timbul dalam bidang hukum public maupun hukum perdata.Hak dan kewajiban bidang hukum publik misalnya :
1. Hak mengikuti pemilihan umum ,hak suara dapat di berikan di TPS yang bersangkutan tinggal/beralamat.
2. Kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan dapat dipenuhi ditempat dimanapun yang bersangkutan tinggal/beralamat
3. Kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor dapat dipenuhi dimanapun yang bersangkutan tinggal/beralamat ,karena kendaraan bermotor didaftarkan mengikuti alamat pemiliknya.
Hak dan kewajiban dalam hukum perdata misalnya :
1. Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tempat pembayaran ,debitur wajib membayar di tempat tinggal kreditur.(hak kreditur dipenuhi di tempat tinggalnya sesuai dengan pasal 1393 ayat 2 KUHPdt)
2. Debitur wajib membayar wesel/cek kepada pemegang (kreditur) ditempat tinggal/beralamat debitur sesuai dengan pasal 137 KUHD,berarti kreditur (pemegangwesel/cek) harus datang kekantor debitur/bank untuk memperoleh pembayaran. Debitur hanya membayar di kantornya bukan di tempat lainnya.
3. Debitur berhak menerima kredit dari kreditur/bank di kantor kreditur ,demikian juga kewajiban membayar kreditd ilakukan di kantor kreditur.
3. Status Hukum
Status hukum seseorang juga menentukan tempat tinggalnya sehingga akan menentukan hak dan kewajiban menurut hukum. (contohnya tempat tinggal seorang istri
ditentukan oleh permufakatan dengan suaminya, dengan demikian hak dan kewajiba
hukum mengikuti tempat tinggal yang ditentukan. Tempat tinggal anak dibawah umur ditentukan oleh tempat tinggal orang tuanya, dengan demikian hak dan kewajiban anak ditentukanoleh tempat tinggal orang tuanya. Perjanjian juga menentukan tempat tinggal atau tempat kedudukan ,dengan demikian hak dan kewajiban mengikuti tempat tinggal/alamat yang dipilih berdasarkanperjanjian.
4. Jenis tempat tinggal
Dari segi terjadinya “peristiwa hukum“ tempat tinggal dapat digolongkan menjadi 4 jenis:
1. Tempat tinggal yuridis.
Terjadi karena peristiwa hukum kelahiran, perpindahan / mutasi. Tempat tinggal yuridis dibuktikan oleh KTP / bukti lain. Jika perisiwa itu hukum perbuatan , hukum pembentukan badan hukum , maka tempat kedudukan dibuktikan oleh akta pendirian (anggaran dasar). Tempat tinggal yuridis adalah tempat tinggal utama.
2. Tempat tinggal nyata
Terjadi karena peristiwa hukum keberadaan yang sesunggunhnya. Umumnya dibuktikan dengan kehadiran selalu di tempat itu. Tempat tinggalnya / hukum sifatnya sementara, karena adanya perbuatan / keperluan tertentu yang tidak terus – menerus untuk jangka lama. Misalnya : seseorang mahasiswa yang mempunyai KTP Jakarta ber-KKN di desaKetapang Lampung Utara selama 3 bulan, sehingga ia bertempat tinggal di Ketapang.
3. Tempat tinggal pilihan
Terjadi karena peristiwa hukum membua tperjanjian, dan tempat tinggal itu dipilih oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Tempat tinggal dibuktikan oleh akta otentik yang dibuat di notaris, misalnya: perjanjian ditentukan tempat yang dipilih ialah kantor Pengadilan Negeri Kelas 1 Tanjungkarang.
4. Tempat tinggal ikutan (tergantung).
Terjadi karena peristiwa hukum / keadaan status hukum seseorang , yang ditentukan oleh undang - undang, misalnya:
a. Tempat tinggal istri sama dengan tempat tinggal suami (pasal32 UU No.1 tahun1974)
b. Tempat tinggal anak mengikuti tempat tinggal orangtua (pasal 47 UU No. 1 tahun 1974)
c. Tempat tinggal orang di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampunya / wali ( pasal 50 UU No. 1 tahun 1974)
Pembuktiannya melalui akta perkawinan , KK / KTP orangtua ,putusan pengadilan tentang penunjukan wali pengampu. Kelangsungan tempat tinggal ikutan (tergantung) / dihentikan apabila status hukum yang bersangkutan berubah.
5. Arti penting tempat tinggal
Arti penting (relevansi) tempat tinggal bagi seseorang atau badan hukum ialah dalam pemenuhan hak dan kewajiban, penentuan status hukum seseorang dalam lalu lintas hukum , dan berurusan dalam pengadilan.
Tempat tinggal menentukan apkah seseorang itu terikat untuk memenuhi hak dan kewajibannya dalam setiap peristiwa hukum. Tempat tinggal juga menentukan status hukum seseorang apakah ia dalam ikatan perkawinan, apakah ia dalam keadaan belum dewasa , apakah ia dalam keadaan berwenang berbuat . tempat tinggal juga menentukan apabila seseorang berurusan atau berpekara dimuka pengadilan negeri / pengadian agama berwenang menyelesaikan perkara perdata adalah daerah hukumnya yang meliputi tempat tinggal tergugat ( pasal 118 HIR ).
6. Kewenangan berhak dan berbuat
1. Kewenangan Berhak
Hukum perdata mengatur tentang hak keperdataan .Dalam hukum perdata setiap manusia pribadi mempunyai hak yang sama ,setiap manusia pribadi berwenang berhak ,tetapi tidak setiap manusia pribadi berwenang untuk berbuat. Bahwa setiap orang berwenang berhak , karena dalam hukum sanksi hanya berlaku dan diterapkan pada kewajiban bukan pada hak. Kewenangan berbuat pada hakikatnya adalah melaksanakan kewajiban. Orang yang melalaikan kewajiban dapat dikenakan sanksi, sedangkan orang yang melalaikan haknya tidak apa-apa.
Manusia pribadi mempunyai kewenangan berhak sejak ia dilahirkan bahkan sejak dalam kandungan ibunya,asal ialah hidup apabila kepentingan menghendaki pasal 2 KUHPdt. Kewenangan berhak berlangsung hingga akhir hayat.
Kewenangan berhak setiap manusia pribadi tidak dapat ditiadakan oleh suatu hukuman apapun. Hal ini ditentukan dalam pasal 3 KUHPdt yang menyatakan bahwa tidak ada suatu hukuman apapun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan hak-hak perdata seseorang.
Hak perdata merupakan hak asasi yang melekat pada diri pribadi setiap orang. Hak perdata adalah identitas manusia pribadi yang tidak dapat hilang atau lenyap apabila yang bersangkutan meninggal dunia.Contoh hak perdata ialah hak hidup,hak untuk kawin,hak untuk beranak (bagiwanita), hak waris dll.
Hak perdata berbeda dengan hak public, hak publik dapat hilang atau lenyap apabila Negara menghendakinya demikian hak publik ada karena diberikan oleh Negara, sedangkan hak perdata diberikan oleh krodat. Contoh hak publik : hak memilih dan dipilih dalam pemilu, hak menjadi anggota ABRI, hak menjadi pegawai negeri, dll.’
2. Kewenangan berbuat
Faktor yang membatasi wenang yaitu umur, kesehatan, danperilaku. Wenang berbuat ada 2 yaitu:
a. Cakap mampu berbuat karena memenuhi syarat hukum (bekwaam,capable), kecakapan atau kemampuan berbuat karena memenuhi syarat hukum (bekwaambheid,capacity)
b. Kuasa atau berhak berbuat karena diakui oleh hukum walaupun tidak memenuhi syarat hukum (bevoegd,competent), kekasaan /kewenangan berbuat (bevoegdheid,competence).
Pada dasarnya setiap orang dewasa adalah cakap atau mampu melakukan perbuatan hukum karenamemenuhisyaratumurmenuruthukum.tetapiapabila orang dewasa dalam keadaan sakit atau gila, tidak mampu mengurus dirinya sendiri karna boros makaiya disamakan dengan orang belum dewasa dan (onbekwaam,incapable,pasal 330 KUHPdt) perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang .perbuatanhukum yang tidak sah dapat dimintakan pembatalan melalui hakim ( Vernietigbaar)
Kepentingan orang yang tidak cakap atau tidak mampu melekukan perbuatan hukum diurus oleh pihak yang mewakilinya.kepentingan yang belum dewasa diurus oleh orang tuanya pasal 47 uu no 1 tahun 1974 yang ada dibawah perwakilan diurus oleh walinya pasal 50 uu no 1 tahun 1974.kepentingan orang dewasa yang dibawah pengampuan diurus oleh wali pengampuny apasal 433 KUHPdt.
Ada juga perbuatan hukum tertentu dapat dilakukan oleh orang yang belum dewasa karena diakui oleh hukum misalnya anak wanita yang berumur 16 tahun dan anak pria yang berumur 19 tahun dapat melakukan perkawinan walaupun mereka belum dewasa, karena sesuai dengan pasal 7 ayat 1UU no 1 tahun 974
Orang yang berumur 18 tahun berwenang membuat surat wasiat, karena hukum memberi hak dan mengakui perbuatan itu sesuai dengan pasal 897 KUHPdt demikian juga anak yang belum dewasa berwenag menabung dan menerima kembali uang tabungannya sesuai dengan pasal 7 Stb.1934-653.
Ada juga orang dewasa yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum misalnya, seorang penyewa rumah tidak berwenang menjual rumah yang disewanya kepada pihak lain karena rumah itu bukan miliknya,. Tetapi apabila ia memperoleh kuasa atau diberi hak oleh pemiliknya untuk menjual rumah maka ia berwenang melakukan perbuatan hukum menjual rumah tersebut karena diakui oleh hukum walaupun rumah itu bukan miliknya. Jadi walaupun orang dewasa belum tentu melakukan perbuatan hukum.
7. KEDEWASAAN DAN PENDEWASAAN
1. Menurut Konsep Hukum Perdata Barat
Istilah kedewasaan yaitu menunjuk kepada keadaan suadah dewasa. Sedangkan pendewasaan Yaitu menunjuk pada keadaan belum dewasa oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa. Untuk mengetahui dewasa atau belum dewasa sesuai dalam pasal 330 KUHPdt, Stb.1924-556, Stb.1931-54.Sedangakan pasal 330 KHUHPdt belum dewasa (minderjarig) adalah belum berumur 21 tahun dan belumpernah kawin. Apabila mereka yang kawin sebelum 21 tahun itu bercerai, Mereka tidak kembali dalam keadaan belum dewasa.Dalam Staatsblad berlaku bagi orang timur asing berlaku bagi orang timur asing. Sesuai dengan ketentuan diatas bahwa a contrario orang dewasa (meerderjarig) yaitu istilah dewa (meerderjarig) berarti sudah berumur 21 tahun dan belum berumur 21 tahun tetapi sudah
kawin. Keadaan dewasa memenuhi syarat undang-undang disebut kedewasaan orang dewasa atau kedeasaan cakap atau mampu (bekwaam,capable) mampu melakukan perbuatan hukum misal membuat perjanjian ,melakukan perkawinan,membuat surat wasiat. Faktor yang memenuhu atau membatasinya misalnya sakit ingatan, keadaan dungu , pemborosan sesuai pasal 433 jo.Pasal 1330 KUHPdt.Sesuai dengan kenyataan diatas bahwa B.W atau KUHPdt memakai kriteria umur untuk menentukan dewasa atau belum dewsa tetapi pada kenyataannya walaupun belum berumur 21 tahun apabila sudah kawin dinyatakan juga orang dewasa., Atau orang yang berumur 21 tahun dikatakan juga sudah deawasa atau sudah kawin berhak membuat surat wasiat sesuai dengan pasal 29 dan pasal 897 KUHPdt, Kesimpulannya orang yang belum dewasa tadi mempunyai kewenangan mengurus kepentingannya atau melakukan berbagai perbuatan hukum tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan dikatakan bahwa orang belum dewasa menurut hukum dikatakan dewasa disebut pendewasaan (handlichting).
Pendewasaan ada dua macam, Pertama pendewasaan penuh yaitu sudah berumur 20 tahun, Prosedurnya yaitu mengajukan permohonan kepada presiden RI dilampirkan akta kelahiran. Presiden setelah mendapatkan pertimbangan keputusan dari Mahkamah agung tentang pernyataan dewasa (venia aetatis) status hukum tersebut sama dengan status hukum orang dewasa tetapi apabila ingin melangsungkan perkawinan izin orang tua sesuai dengan pasal 420-424 KUHPdt.
Kedua, pendewasaan tertentu atau terbatas sudah berumur 18 tahun sesuai dengan pasal 421-426 HUHPdt,Prosedurnya yaitu yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri dan dilampirkan akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan negeri setelah mendapatkan keternagan orang tua atau wali bersangkutan memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam perbuatan hukum tertentu sesua yang dimohonkan misalnya, mengurus dan menjalankan perusahaan dan memberi surat wasiat. Status hukum tersebut sesuai dengan status hukum orang dewasa pasal 426-430 KUHPdt.
Mengenai pendewasaan (handlichting), Prof.R.Subekti,S.H. (1978) bahwa belakunya undang-undang prkawinan No.1 tahun 1974 mengatur tentang usia 18 tahun usia kedewasaan maka pendewasaan sudah dihilangkan.
Menanggapi konsep dewasa dan belum dewasa menurut hukum perdata barat Prof.M.M.Djodjodiguno,S.H. Menyatakan batas umur 21 tahun untuk menetukan dewasa atau belum dewasa yang merupakan suatau fiksi artinya tidak jelas, tidak tegas,tidak konsekuen, dan tidak sesuai hukum adat.
2. Konsep Hukum Adat
Dalam hukum adat belum dewasa atau sudah dewasa dan tidak mengenal fiksi seperti dalam huku m perdata barat. Hukum adat hanya menentukan insidental apakah seseorang itu berhubungan umur dan perkembangan jiwa patut dianggap cakap atau tidak cakap, Mampu atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum tertentu. Artinya apakah ia dapat memperhitungkan dan memelihara kepentingan dalam perbuatan hukum yang dihadapinya
Menurut Prof.M.M.Djodjodiguno,S.H. (1958) mengatakan bahwa batas anatara belum dewasa dan belum dewasa dilihat dari belum cakap dan cakap dari melakukan perbuatan hukum, Mencakap artinya belum mampu memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri. Selanjutnya beliau mengemukaka bahwa hukumadat tidak mengenal perbedaan antara orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum dan cakap melakukan perbuatan hukum dilain pihak, peralihan tesebut antara cakap dan tidak cakap berlangsung secara bertahap sesuai keadaan. Contoh, Hukum adat jawa seorang yang mandiri dan berkeluarga cakap untuk melakukan perbuatan hukum sebaliknya tidak dapat dikatakan orang yang belum mandiri atau yang belum berkeluarga belum cakap melakukan perbuatan hukum.
Menurut Prof.Djodjodiguno,S.H kedewasaan dihubungkan dengan perbuatan kawin dalam hukum adat dinyatakan bahwa seorang pria atau seorang wanita yang kawin dan dikaruniai anak mereka dinyatakan dewasa sebaliknya orang yang kawin dan tidak dapat menghasilkan anak karena belum mampu berseksual, Misalnya dalam kawin anak (kawin gantung).
Dalam undang-undang (Stb.1931-54) yang berlaku bagi orang indonesia yang tunduk pada hukum adat.Apabiala dijumpai istilah “Belum dewasa”, Ini belerarti belum berumur 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila perkawinan putus sebelum usia 21 tahun orang tersebut tetap dinyatakan dewasa sedangkan pengertian perkawinan tidak termasuk perkawinan anak-anak . dengan demikian a Contrario menyimpilkan orang yang sudah
berumur 21 tahun dan belum berumur 21 tahun dan sudah kawin disebut dewasa. Pengertian ini ditafsirkan bagi orang orang timur asing bukan cina dalam Stb.1924-556.
3. Menurut Konsep Undang-Undang R.I. sekarang
Menurut Undang-undang R.I yang berlangsung hingga sekarang pengertian belum dewasa dan dewasa dapat dinyatakan seragam untuk semua warga negara R.I dikatakan belum dewasa apabila belum berusia 21 tahun penuh dan belum kawin, Ketentuan dewasa dan belum dewasa ditentukan dalam undang-undan .
1. Pasal 330 KUHPPdt bagi warga negara indonesia keturunan eropa.
2. Stb 1924-556 bagi WNI keturunan timur asing bukan cina.
3. Stb 1932-54 bagi WNI asli bumi putera
Berlakunya undang-undang diatas terdapat dalam aturan peralihan undang-undang 1945, Sebelum Dibentuk dalam undang-undang baru ( mengenai kedewasaan ) berdasarkan undang-undang ini semua peraturan hukum perundang-undangan sudah dikatakan berlaku, Undang-undang dibuat oleh pembentuk undang-undang R.I belum dirumuskan tentang pengertian belum dewasa dan dewasa sebelum pencabutan ke empat undang-undang terdahulu.
Undang-undang perkawinan No.1 tahun1 974 mengatur tentang :
1. Izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2)
2. Umur minimal untuk di izinkan melangsungkan perkawinan yaitu pria 19 tahun wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 1).
3. Anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum pernah kawin berada dibawah kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1).
4. Anak yang belum mencapai 18 tahun atau belum pernah kawin yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali (pasal 50 ayat 1).
Kesimpulannya undang-undang yang merumuskan tentang belum dewasa dan dewasa masih tetap Berlaku.Pengertian belum dewasa dan dewasa istilah yang dipakai oleh undang-undang hukum tertulis,istilah belum dewasa (minderjarig) yaitu berumur 21 tahun dan belum pernah kawin sebaliknya istilah dewasa (menderjarig) berarti sudah berumur 21 tahun dan sudah kawin, Disamping itu dikenal biologis atau dewasa seksial untuk melangsungkan
perkawinan yaitu umur 16 tahun bagi wanita 19 tahun bagi pria. Mereka yang dewasa biologis yaitu mereka yang pernah kawin berubah menjadi dewasa hukum
C. Pencatatn Sipil
1. Peristiwa hukum yang dicatat.
Unttuk memastikan status perdata seseorang. Ada 5 peristiwa hukum dalam kehudupan manusia perlu dilakukan pencatatan, yaitu peristiwa;
1. Kelahiran,menuntut status hukum seseorang sebagai subyek huku, yaitu pendukung hak dan kewajiban;
2. Perkawinan, menentukan status hukum seseorang sebagai suami atau istri dalam ikatan perkawinan menurut hukum;
3. Perceraian,menentukan status hukum seseorang sebagai janda atau duda yang bebas dalam ikatan perkawinan;
4. Kematian,menentukan status hukum seseorang sebagai ahli waris,sebagai janda atau duda dari almarhum atau almarhumah;
5. Penggantian nama, menentukan status hukum seseorang dengan identitas tertentu dalam hukum perdata.
2. Tujuan Pencatatan
Tujuan pencatatan ialah suara untuk memperoleh kepastian hukum tentang status
Seseorang yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastaian hukum sangat penting dalam setiap perbuatan hukum. Kepastian hukum itu menentukan apakah ada hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang berhubungan hukum tersebut.
Kepastian huku mengenai kelahiran menentukan staus perdata mengenai dewasa atau belum dewasa seseorang. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai boleh atau tudak melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata untuk bebas untuk mencari pasangan lain. Kepastian hukum mengenai kematian, menentukan status perdat sebagai ahli waris dan keterbukaan waris
3. Fungsi pencatatan
Fungsi pencatatn itu ialah pembiktian bahwa peristiwa hukum yang dialami olehtelah seseorang itu benar-benar terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi peristiwa hukum, Diperlukan surat keternagan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum,
Diperlukan surat keternagan yang menyatakn telah terjadi peristiwa huku pada hari, tanggal, ,tahun, di tempat tertntu atas nama seseorang. Yang memberikan surat keterangan itu ialah pejabat/petugas yang menangani atau berwenag untuk kasus itu.
Surat keteranagan kelahiran diberikan oleh dikter atau bidan rumah sakit/klinik’ yang menangani peristiwa kelahiran itu. Surat keterangan diberi oleh dokter rumah sakit yang merawatnya,atau oleh kepala kelurahan/desa tempat tingal yang bersangkutan.surat keterangan kawin dibuat oleh petugas yang menyaksikan peristiwa perkawinan itu.Surat keterangan perceraiyan berupa putusan pengadilan diberikan oleh pengadilan negri bagi yang bukan beragama islam dan oleh pengadilan agama bagi mereka yang beragama islam.Surat keteranggan ganti nama diberikan oleh pengadilan negri dalam bentuk surat ketetapan.
4. Lembaga catatan sipil
Untuk melakukan pencatatan,maka di bentuk lembaga kusus yang disebut catatan sipil ( Burgerlijke Stand).catatan sipil artinya catatan mengenai peristiwa perdata yang di alami oleh seseorang.Catatan sipil meliputi kegiatan pencatatan peristiwa hukum yang berlaku umum untuk semua warga negara indonesi.dan yang berlaku husus untuk warga negara indonesi yang beragama islam,mengenai perkawinan dan percerayan.lembaga catatan sipil yang berlaku umum secara sstruk tural berada dibawah departemen dalam negri.sedangkan lembaga itu catatan sipil yang berlaku usus untuk yang beragama islam.
Untuk menyelengarakan tugas pencatatan,lembaga catatan sipil umum mempunyai kantor ditiap kabu paten/kota madiah.sedangkan lembaga catatan sipil kusus merupakan bagian tugas dari kantor departemen agama didaerah.kantor catatan sipil mempunyai fungsi sebagai berikut;
1. Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kelahiran
2. Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kelahiran
3. Mencatat dan menerbitkan kutipan akte percerayan
4. Mencatat dan menerbitkan kutipan akte kematian
5. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak,dan akta ganti nama
5. Sarat dan prosedur pencatatan
Untuk dapat dilakun pencatatan peristiwa hukum perlu dipenuhi sarat yaitu adanya surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum.Surat keterangan ini dibuat oleh pihak yang berhak mengurus,menangani atau mengeluarkannya.Surat keterangan
tersebut kemudian dibawah oleh yang berkepetingan kepada pejabat kantor catatan sipil untuk dicatat atau didaftarkan dalam buku akta yang disediakan untuk setiap peristiwa hukum.
Apabila peristiwa hukum itu telah lampau waktu untuk didaftarkan,maka untuk dapat dilakukan pencatatan atau pendaftaran perlu ada surat penetapan dari hakim misalnya penetapan hakim pengadilan negri mengenai kelahiran,penetapan hakim pengadilan agama mengenai perkawina orang yang beragama islam.
Sebagai bukti telah dicatat atau didaftarkan,pejabat kantor catatan sipil menerbitkan kutipan akta,seperti kutipan akta kelahiran,kutipan akta kelahiran,kutipan akta perkawinan,kutipan akta kematian,kutipan akta percerayan.kutipan akte ini bersifat otentik karena dikeluarkan oleh pejabat resmi (akta ambtelijk)
6. Pengaturan catatan sipil indonesia
Sebagai akibat dari pelaksanaan politik hukum kolenial di indonesia dahulu,maka terdapat berbagai peraturan perundang-undagan yang mengatur tentang catatan sipil di indonesia.ndang-undang tersebut adalah berikut:
1. Reglemen catatan sipil Stb.1849-25 tentang pencatatan perkawinan dan pencerayan bagi warga negara indonesia keturun eropah.
2. Reglemen catatan sipil Stb.1917-130 jo.Stb.1919-81 tentang pencatatan perkawinan dan percerayan bagi warga negara indonesia keturunan cina.
3. Reglemen catatan sipil Stb.1933-75 jo.Stb.1936-607 tentang pencatatan pekawinan dan percerayan bagi warga negara indonesi yang beragama keristen di jawa,madura,minahasa,ambon,dan sebagainya
4. Regleman catatan sipil Stb.1904-279 tentang pencatatan perkawinan dan percerayan bagi warga negara indonesia perkawinan campuran,
5. Reglemen catatan sipil Stb.1920-751 jo.Stb.1927 -564 tentang pencatatan kelahiran dan kematian bagi warga negara indonesia asli dijawa dan dimadura.
6. B.W. Stb.1847-23 yang gatur pencatatan sipil lainnya.
7. Undang-undang no 32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah,talak,dan rujuk bagi warga negara indonesia beragama islam.
Dari tujuh undang-undang mengenai catatan sipil tersebut diatas tadi,meka dapat dihimpun tiga macam catatan sipil,yaitu;
1. Catatan sipil untuk warga negara indonesia tentang kelahiran,kematian,pengantian nama.
2. Catatan sipil untuk warga negara indonesia non islam tentang perkawinan,percerayan.
3. Catatan sipil untuk warga negara indonesia beragama islam tentang perkawinan,percerayan
BAB III
HUKUM KELUARGA
A.HUKUM KELUARGA:
Ø HUBUNGAN KELUARGA DAN HUBUNGAN DARAT:
1. Pengertian Keluarga:
Keluarga adalahkesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami ,istri,dan anak yang berdiam dalam suatu tempat tinggal.
2. Hubungan Darah.
Hubungan Darah adalah pertalian darah antara orang yang satu dengan orang yang lain karena berasal dari leluhur yang sama.
B.PERKAWINAN:
1. Pengertian Perkawinan:
Yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita.( Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan /UUP No 1 tahun 1974).
2.Tujuan Perkawinan:
Yaitu membentuk keluarga /rumah tangga bahagia dan kekalberdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.( Pasal 1 UUP).
Membentuk Keluarga artinya membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak.
3.Syarat-syarat Perkawinan:
1. Pengertian syarat-syarat perkawinan yaitu segala hal yang harus dipenuhi berdasarkan peraturan undang-undang ,sebelum perkawinan dilangsungkan.
Ada 2 Macam syarat perkawinan:
1. Syarat Material : syarat-syarat yang ada dan melekat pada diri pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan ,disebut juga” syarat-syarat subjektif” .
2. Syarat Formal: tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut hukum agama dan Undang-Undang disebut juga” syarat-suarat obyektif”.
2..Syarat-syarat perkawinan monogami:
Perkawinan monogami adalah perkawinan yang terjadi antara seorang pria dan seorang wanita.
Syarat-syarat perkawinan monogamy antara lain:
a. Persetujuan kedua calon mempelai ( pasal 6 ayat 1 UUP)
b. Pria sudah berumur 19 tahun dan wanita 16 tahun ( pasal 7 ayat 1 UUP)
c. Izin orang tua atau pengadilan jika belum berumur 21 tahun ( pasal 6 ayat 2 UUP)
d. Tidak masih terikat dalam satu perkawinan ( pasal 9 UUP)
e. Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami atau istri yang sama hendak dikawini ( pasal 10 UUP)
f. Bagi janda sudah lewat waktu tumbuh ( pasal 11 ayat 1 UUP)
Pasal 39 peraturan pemerintah No 9 Tahun 1975 masa tunggu ditetapkan sebagai berikut:
1. Apabila perkawinan putuskarena kematian, waktu tunggunya 130 hari
2. Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang datang bulan ditetapkan tiga kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari, dan bagi yang tidak datang bulan ditetapkan 90 hari, sedangkan bagi yang hamil ditetapkan sampai melahirkan anak, bagi yang belum pernah disetubuhi oleh bekas suaminya tidak ada masa tunggu.
3. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan, sedangkan perkawinan yang putus karena kematian masa tunggunya dihitung sejak kematian suami.
g. Sudah memberi tahu kepadai pegawai pencatat perkawinan sepuluh hari sebelum dilangsungkan perkawinan ( pasal 3 P.P.No 9 Tahun 1975)
Pemberitahuan dilakukan secara lisan maupun tertulis oleh calon mempelai atau orang tua atau wakil ( pasal 4 P.P. No 9 Tahun 1975).
h. Tidak ada yang mengajukan pencegahan ( pasal 13 UUP).
Tidak larangan perkawinan ( pasal 8 UUP) antara lain:
1.Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah misalanya,anatara anak dengan bapak atau ibu, antara cucu nenek atau kakek.
2.Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping misalnya, antara saudara, anatara seorang dengan orang tua, antara seorang dan saudara neneknya.
3.Berhubungan semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu, bapak atau ibu tiri.
4.Berhubungan susuan yaitu orang tua susuan anak susuan, saudara susuan, dan bibi atau paman susuan.
5.Berhubungan saudara dengan istri atau bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
6.Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin
3.Syarat-syarat perkawinan poligami ( pasal 3 UUP)
Pasal 4 ayat 2 UUP menetapkan alasan yang sifatnya alternatif dipenuhi oleh suami apabila dia ingin kawin lagi antara lain:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai istri.
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Pasal 5 UUP yang sifatnya kumulatif antara lain:
1. Adanya persetujuan dari istri
2. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri dan anak-anak mereka
3. Adanya jaminam bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka
4.Syarat perjanjian perkawinan pasal 29 UUP sebagai berikut:
1. Dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan
2. Dalam bentuk tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat.
3. Isi perjanjian tidak melanggar batas-batas hukum, agama, dan kesusilaan.
4. Mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
5. Selama perkawinan berlangsung, perjanjian tidak dapat diubah.
6. Perjanjian dimuat dalam akta perkawinan pasal 12 P.P. No 9 Tahun 1975.
Akibat adanya hukum perjanjian perkawinan antara suami dan istri sebagai berikut:
1. Perjanjian mengikat pihak suami dan istri.
2. Perjanjian mengikat pihak ketiga yang berkepentingan.
3. Perjanjian hanya dapat diubah dengan persetujuan kedua pihak suami dan istri dan tidak merugikan kepentingan pihak ketiga, serta disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan
4.Akibat hukum adanya perkawinan antara lain:
1. Perkawinan yang sah dan tidak sah
- Permohonan pembatalan
Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan dalam daerah hukum dimana perkawinan dilangsungkan di tempat kedua suami istri. Bagi yang beragama islam, permohonan pembatalan diajukan kepada pengadilan agama sedangkan bagi yang bukan beragama islam permohonan pembatalan diajukan pengadilan negeri ( pasal 25 jo. 63 UUP)
Pengajuan permohonan pembatalan perkawinan (pasal 23 dan 26 UUP):
1. Para keluarga pada garis keturunan lurus ke atas dari suami dan istri
2. Suami atau istri
3. Pejabat yang berwenang
4. Pejabat yang ditunjuk
Pengajuan hubungan suami istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila:
1. Perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum
2. Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri
2.Hubungan hukum antara suami dan istri
a. Hak suami dan istri:
1. Suami dan istri mempunyai hak dan kedudukan seimbang dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat (pasal 31 ayat 1UUP)
2. Suami dan istri sama-sama berhak melakukan perbuatan hukum (pasal 31 ayat 2 UUP)
3. Suami dan istri mempunyai kesempatan yang sama untuk mengajukan gugatan kepada pengadilan apabila ada yang melalaikan kewajibanya (pasal 34 ayat 3 UUP)
b. Kewajiban suami dan istri:
1. Suami dan istri berkewajiban luhur menegakan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat (pasal 30 UUP)
2. Suami dan istri mempunyai tempat kediaman yang tetap yang ditentukan oleh suami istri bersama (pasal 32 UUP)
3. Suami dan istri wajib mencintai, hormat-menghormati, setiamemberi bantuan lahir batin antara satu sama lain (pasal 3 UUP)
4. Suami dan istri wajib memelihara dan mendidik anak-anak sebaik-baiknya sampai dapat berdiri sendiri atau kawin (pasal 45 UUP)
c. Kewajiban dan kedudukan suami dan istri:
1. Suami wajib melindungi istri dan memberi nafkah hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan (pasal 34 ayat 1 UUP)
2. Istri wajib mengaturrr urusan rumah tttangga sebaik-baiknya (pasal 34 ayat 2 UUP)
3. Suami berkedudukan sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga (pasal 31 ayat 3 UUP)
C. HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
Harta benda dalam perkawinan yang diatur dalam pasal 35 UUP dibedakan menjadi tiga macam
1. Harta bersama yaitu, harta benda tang diperoleh selama perkawinan.
Harta bersama dikuasai oleh suami atau istri yang dapat bertindak terhadap harta bersama atas persetujuan kedua belah pihak (pasal 36 ayat 1 UUP). Apabila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut hukum masing-masing (pasal 37 UUP)
2. Harta bawaan yaitu harta benda yang dibawa oleh masing-masing suami dan istri ketika terjadi perkawinan.
Masing-masing harta bawaan dikuasai suami atau istri sepenuhnya berhak untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya (pasal 36 ayat 2 UUP
3. Harta perolehan yaitu harta benda yang diperoleh masing-masing suami atau istri sebagai hadiah atau warisan.
C. PUTUSNYA PERKAWINAN
1. Penyebab Putusnya Per kawinan.
Ø Putusnya Perkawina sesuai dengan Pasal 38 UUP :
a. Kematian .
Putusnya Perkawinan karena kematian disebut cerai mati.
b. Perceraian .
Putusnya Perkawinan karena perceraian yaitu :
· cerai gugat:
· cerai talak:
c. Keputusan Pengadilan.
Putusnya perkawinan karena keputusan pengadilan disebut cerai batal.
Penyebutan putusnya perkawinan memang beralasan, Pertama: “cerai mati “ dan “cerai batal” tidak menunjukkan adanya perselisihan antara suami dan istri. Sedangkan “cerai gugat” dan “ cerai talak “ menunjukkan adanya perselisihan antara suami dan istri. Kedua: Putusnya perkawinan karena keputusan Pengadilan dan Perceraian , keduanya harus dengan keputusan Pengadilan . Sedangkan putusnya perkawinan karena “ pembatalan” .
Ada 3 Putusnya Perkawinan meliputi:
a. Kematian.
b. Perceraian.
c. Pembatalan.
(Mengenai pembatalan perkawinan dilakukan keputusan pengadilan karena tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan).
Ada 2 kemungkinan sesudah pembatalan :
· Setelah syarat yang dipenuhi perkawinan dapat dilangsungkan kembali karena ada larangan perkawinan , tidak mungkin perkawinan dilangsungkan kembali.
· Demikian perceraian, setelah terjadi perceraian ,mereka dapat melangsungkan kembali perkawinan, apabila hukum agama yang dianutnya tidak menentukan lain. Perceraian harus dilakukan melalui keputusan Pengadilan.
2. Perceraian .
Undang – Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 tentang alasan mempersulit perceraian :
1. Perkawinan itu tujuan suci dan mulai , sedangkan perceraian adalah perbuatan yang dibenci oleh Tuhan.
2. Untuk membatasi kesewenang-wenangan suami terhadap istri .
3. Untuk mengangkat derajad dan martabat suami (pria).
(Perceraian adalah perbuatan tercela dan dibenci oleh Tuhan , Suami istri boleh melakukannya apabila perkawinan mereka sudah tidak dapat dipertahankan lagi).
Alasan Perceraian terjadi sesuai dengan Pasal 19 P.P No 9 tahun 1975.
1. Salah satu pihak berbuat zina /pemabok/pemadat/penjudi, dan sukar disembuhkan .
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain 2 tahun berturut – turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah/ karena hal lain diluar kemampuannya .
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun /hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung .
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman / penganiyaan berat yang membahayakan pihak yang lain .
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan / penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami / istri.
6. Antara suami dan istri terus – menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga .
(Perceraian harus dengan gugatan kedepan sidang Pengadilan . Bagi yang beragama Islam dilakukan didepan Pengadilan Agama adalah cerai talak ,Sedangkan bagi yang bukan beragama islam diajukan ke Pengadilan dengan surat gugatan perceraian ,surat gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam , Sedangkan yang bukan beragama Islam diajukan ke Pengadilan Negeri ).
3. Tata Cara Perceraian.
Ada 2 Macam Perceraian :
1. Perceraian Talak yaitu cerai hanya berlaku bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam.
2. Perceraian Gugatan yaitu cerai gugat berlaku bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam dan bukan Agama Islam.
Tata Cara Cerai Talak :
1. Pasal 14 P.P.No 9 tahun 1975 tentang Pengadilan Agaman mengadakan sidang untuk menyajikan perceraian .
( Seorang suami yang akan menceraikan istrinya , mengajukan surat pemberitahuan kepada Pengadilan Agama ditempat tinggalnya , bahwa ia bermaksud menceraikan istrinya , disertai alasan- alasannya) .
2. Pasal 15 P.P.No 9 tahun 1975 tentang Pengadilan Agama menerima penjelasan kepada suami istri mengenai perceraian.
(Setelah Pengadilan Agama mempelajari isi surat pemberitahuan , maka selambat- lambatnya 30 hari setelah menerima pemberitahuan , Pengadilan Agama memanggil suami istri yang bersangkutan untuk menerima penjelasan mengenai perceraian ).
3. Pasal 16 P.P. No 9 tahun 1975 tentang Pengadilan Agama memutuskan untuk mengadakan sidang perceraian.
( Setelah memperoleh penjelasan dari suami dan istri yang bersangkutan dan terdapat alasan alasan- alasan untuk bercerai , maka Pengadilan Agama memutuskan untuk mengadakan sidang menyaksikan perceraian).
4. Pasal 17. P.P No 9 tahun 1975 tentang pencatatan perceraian.
( Setelah ketua Pengadilan Agama membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian).
5. Pasal 18 P.P. No 9 1975 tentang Sighat ta’ lik.
( Perceraian dinyatakan didepan sidang pengadilan Agama).
Inisiatif cerai talak dilakukan oleh istri berdasarkan sighat ta’lak yang diucapkan oleh suami sesudah akad nikah berlangsung . Tata cara cerai talak , istri mengadukan kepada pengadilan Agama , Apabila suami tidak menepati janjinya , seperti sighat ta’lik . Isinya Sighat ta’lik:
Sewaktu-waktu:
1. Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut .
2. Saya tidak memberi nafkah wajib kepasangannya tiga bulan lamanya .
3. Saya menyakiti badan/ jasmani istri saya itu.
4. Saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya .
Kemudia istri saya tidak ridho dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama / Petugas diberi hak mengurus pengaduannya dibenarkan , serta diterima oleh Pengadilan Agama dan Istri saya membayar uang Rp 50.00 sebagai iwadl( pengganti) kepada saya , maka jatuhlah talak pertama kepada Pengadilan Agama saya kuasakan untuk menerima uang iwad( pengganti) kemudian memberikannya untuk keperluan ibadah social.
6. Pasal 20 P.P. No 9 tahun 1975 tentang gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
( Gugatan perceraian diajukan oleh suami / istri/kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya tempat kediaman tergugat, misal: tempat kediaman tergugat tidak jelas / tidak mempunyai kediaman diluar negeri, maka gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan ditempat kediaman penggugat).
7. Pasal 26 P.P. No 9 1975 tentang panggilan kepada tergugat dilampirkan surat gugatan .
( Pengadilan menerima gugatan penggugat , pengadilan memanggil pihak penggugat dan tergugat / kuasa ditempat kediamannya / tidak dijumpai ditempat kediaman , panggilan disampaikan melalui lurah . Pengadilan menyampaikan selambat-lambatnya 3 hari sebelum sidang dibuka sudah diterimaoleh pihak-pihak yang bersangkutan pengadilan kepada tergugat dilampirkan surat gugatan ).
8. Pasal 29 ayat 1 , pasal 30 s/d P.P. No 9 tahun 1975 tentang apa bila tercapai perdamaian satu , maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru dengan alasan yang sama.
( Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim selambat-lambatnya 30 hari setelah diterima surat gugatan perceraian . Pada sidang pemeriksa gugatan , suami istri datang / mewakilkan kepada kuasanya . Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua belah pihak selama sidang pemeriksaan . Apabila tercapai perdamaian satu, maka tidak dapat diajukan gugatan perceraian baru dengan alasan yang sama).
9. Pasal 35 P.P. No 9 tahun 1975 tentang perkawinan yang dilangsungkan diluar negeri ,sehingga salinan putusan disampaikan kepegawai pencatat di Jakarta.
Perceraian dianggap terjadi :
Panitera /pengadilan Pejabat Pengadilanberkewajiban mengirim satu salinan putusan yang yang mempunyai kekuatan hukum / dikukuhkan tanpa bermaterai kepada pegawai pencatat ditempat perceraian terjadi dan pegawai pencatat mendaftarkan putusan perceraian dalam sebuah daftar yang disediakan .
Apabila perceraian dilakukan didaerah hukum yang berbeda dengan daerah hukum pengadilan pencatat dimana perkawinan dilangsungkan , maka salinan putusan telah mempunyai kekuatan hukum / tanpa bermaterai dikirim kepada pegawai pencatat ditempat perkawinan dilangsungkan oleh pegawai pencatat.
10. Pasal 36 P.P. No 9 tahun 1975 tentang penyampaian putusan kepada Pengadilan Negeri setelah diberi waktu selama 7 hari.
Setelah perceraian diputuskan Panitera Pengadilan Agama menyampaikan putusan yang mempunyai kekuasaan hukum tetapi Pengadilan Negeri dikukuhkan . Setelah itu ditanda tanganin Hakim Pengadilan Negeri dan dicap dinas pada putusan.
Selama 7 hari setelah perceraian diputusan , Panitera Pengadilan Agama menyampaikan putusan yang kekuasaan hukum kepada Pengadilan Negeri untuk dikukuhkan . Pengukuhan ditanda tanganin oleh hakim Pengadilan Negeri dan dibubuhi cap dinas pada putusan , selambat-lambatnya 7 hari putusan dan Pengadilan Agama , Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan putusan kepada Pengadilan Agama .
11. Pasal 24 P.P.No 9 tahun 1975 tentang barang-barang sebagai hak bersama oleh suami dan istri.
Pisah rumah dan gugurnya gugatan:
Selama pemeriksaan perkara gugatan perceraian masih berlangsung permohonan penggugat /tergugat /pengadilan dapat mengizinkan suami istri untuk tidak tinggal dalam satu rumah .
Berangsurnya gugatan perceraian ,atas permohonan penggugat satu dan tergugat ,Pengadilan dapat :
1. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami .
2. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak .
3. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami istri /barang yang menjadi hak-hak suami /istri menjadi hak bersama suami istri /barang yang menjadi hak-hak suami /istri .
12. Pasal 25 P.P. No 9 tahun 1975 tentang gugurnya gugatan perceraian.
Gugatan perceraian gugur apabila suami istri meninggal sebelum adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian , Perkawinan putus karena kematian.
4. Akibat Putusnya Perkawinan karena Perceraian:
Putusnya Perkawinan akibatnya meliputi:’
· Akibatnya terhadap anak dan istri .
Bapak dan ibu tetab berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka semata-mata untuk kepentingan anak . Apabila ada perselisihan tentang penguasaan anak , pengadilan memberi putusannya .
· Akibatnya terhadap harta perkawinan.
Bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu . Apabila dalam kenyataanya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut , pengadilan dapat menetabkan bahwa ibu ikut memikul biaya
· Akibatnya terhadap status.
Putus perkawinan karena perceraian memperoleh status perdata dan kebebasan:
1. Kedua mereka itu tidak terikat lagi dalam tali perkawinan dengan status janda atau duda
2. Kedua mereka itu bebas melakukan perkawinan dengan pihak lain
3. Kedua mereka itu boleh untuk melakukan perkawinan kembali sepanjang tidak dilarang oleh undang-undang atau agama mereka.
BAB IV
HUKUM KEBENDAAN
1. TEMPAT DAN PENGATURAN HUKUM KEBENDAAN
A. Benda Dan Hukum Benda.
Ø Pengertian benda:
Benda berasal dari bahasa Belanda yang artinya zaak. Menurut pasal 499 KUHPdt zaak yang artinya semua barang dan hak. Hak disebut juga “ bagian“ dari harta kekayaan” (vermogensbestanddel) .Harta kekayaan meliputi barang ,hak,hubungan hukum hak dan barang, yang diatur dalam buku II KUHPdt, dan buku III KUHPdt. Sedangkan zaakmeliputi barang dan hak diatur dalam buku II KUHPdt.
Barang sifatnya berwujud ,sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dalam literature hukum (a.I. Prof. Subekti,1978:50),zaak yang diterjemahkan dengan “benda” .Pendidikan hukum (a.I. Prof. Kusumadialmarhum,1960),zaak diterjemahkan dengan benda. Dengan demikian ,pengertian “benda” mencakup barang berwujud dan barang tidak berwujud /hak. Barang berwujud dalam bahasa aslinya /Belanda ialah “goed”.
Oleh karena itu judul buku II KUHPdt “ Van Zaken” lebih tepat diterjemahkan dengan “Tentang Benda”, bukan “ Tentang Barang” . Buku II KUHPdt memuat tentang benda, yang terdiri dari barang dan hak.
Barang adalah objek hak milik.Hak juga dapat menjadi objek hak milik.Karena benda adalah objek hak milik.Dalam arti hukum yang dimaksud dengan benda ialah segala sesuatu yang menjadi objek hak milik. Semua benda dalam artinya hukum dapat diperjual belikan , dapat diwariskan, dapat diperalihkan kepada pihak lain.
Ø Pengaturan Hukum Benda.
Hukum benda diatur dalam buku II KUHPdt.Hukum benda ialah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang benda.
Pengaturan benda umumnya meliputi pengertian kebendaan macam-macam benda, dan hak-hak kebendaan . pengaturan hukum benda menggunakan “ system tertutup “ artinya orang tidak boleh mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam undang-undang. Hukum benda sifatnya memaksa (dwingend), artinya harus dipatuhi , dituruti, tidak boleh disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan.
Buku II KUHPdt , hukum benda diatur dalam undang-undang, antara lain:
1. Undang-undang pokok Agraria No 5 tahun 1960,dan semua peraturan pelaksanaannya.
Undang-undang ini mengatur tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Undang-undang yang mencabut berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai bumi,air,dan segala kekayaan alam yang terdapat didalamnya ,kecuali hak hipotik dalam buku II KUHPdt.
2. Undang-undang Merek No 21 tahun 1961.
Undang-undang ini mengatur tentang hak atas merek perusaan dan perniagaan . ha katas merek adalah benda tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak milik.
3. Undang-undang Hak Cipta No 6 tahun 1982,dan perubahannya.
Undang-undang ini mengatur tentang hak cipta sebagai benda tidak berwujud ,yang dapat dijadikan objek hak milik. Peralihan hak cipta harus dilakukan secara tertulis.
Ø Pembedaan Macam- Macam Benda.
1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud.
Penyerahan benda berwujud bergerak dilakukan secara nyata dari tangan ketangan . Penyerahan benda berwujud berupa benda dilakukan dengan balik nama.
Penyerahan benda tidak berwujudberupa piutang dilakukan terdapat dalam pasal 613 KUHPdt:
a. Piutang atas nama (op naam) dengan cara cassie.
b. Piutang atas tunjuk (aan toonder)dengan cara endosemen dan penyerahan suratnya dari tanganke tangan.
2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Pembendaannya terletak pada penguasaan(bezit), penyerahan (levering),daluarsa(verjaring),pembebanan(berzwaring).
Mengenai penguasaan pada benda bergerak berlangsung asas dalam pasal 1977 KUHPdt yaitu orang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya.Pada benda tidak bergerak asas tersebut tidak berlaku.
Mengenai penyerahan pada benda bergerak dapat dilakukan penyerahan nyata. Sedangkan benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama .
Mengenai daluarsa pada benda bergerak tidak dikenam daluarsa, sebab yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya. Sedangkan pada benda tidak bergerak dikenal daluarsa:
a. Dalam hal ada alas hak, daluarsa 20 tahun .
b. Dalam hal tidak ada alas hak, daluarsa 30 tahun (pasal 1963 KUHPdt).
Mengenai pembebanan pada benda bergerak dilakukan dengan gadai(pand) ,sedangkan benda tidak bergerak dilakukan dengan hipotik.
Benda bergerak , menurut sifatnya ialah benda yang dapat dipindahkan (pasal 509 KUHPdt)misalnya : meja, buku ternak.benda bergerak karena ketentuan undang-undang ialah hak-hak yang melekat atas benda bergerak (pasal 511 KUHPdt) , misalnya : hak memungut hasil atas benda bergerak , hak memakai atas benda bergerak , saham –saham perusahaan , piutang-piutang.
Benda tidak bergerak, menurut sifatnya ialah benda yang tidak dapat dipindah-pindahkan , misalnya: tanah dan segala yang melekat diatasnya seperti gedung , pepohonan, bunga-bungaan. Benda tidak bergerak tujuannya ialah benda yang dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokok untuk tujuan tertentu , misalnya : mesin-mesin yang dipasang dalam pabrik. Tujuannya untuk dipakai tetap dan tidak berpindah-pindah(pasal 507 KUHPdt).
Benda tidakbergerak karena ketentuan undang-undang ialah hak-hak yang melekat atas benda tidak bergerak ( pasal 508 KUHPdt) misalnya: hipotik , credietverband, hak pakai atas benda tidak bergerak, hak memungut hasil atas benda tidak bergerak.
3. Benda dipakai habis dan tidak dipakai habis.
Artinya perbedaan ini terletak pada pembatalan perjanjian. Perjanjian yang benda dipakai habis , apabila dibatalkan mengalami kesulitan dalam pemulihan keadaan semula. Penyelesaian ialah digantikan dengan benda lain yang sejenis dan senilai, misalnya: benda yang dipaki habis ialah beras ,roti, kayu bakar. Perjanjian yang objeknya benda yang tidak dipakai habis , apabila dibatalkan tidak begitu mengalmi kesulitan dalam pemulihan dalam keadaan semula, karena bendanya masih ada dan dapat diserahkan kembali. Misalnya: pembatalan jual beli televise, kendaraan bermotor, perhiasan emas berlian.
4. Benda sudah ada dan benda akanada.
Perbedaannya terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang,/ pada pelaksanan perjanjian. Benda sudah dapat dijadikan jaminan hutang dan pelaksanaan perjanjian dapat dipenuhi dengan penyerahan bendanya. Pasal 1320 KUHPdt ,unsur ketiga tentang benda tidak dapat dijadikan jaminan hutang , dan perjanjian yang obyeknya itu tidak mungkin dilaksanakan sama sekali.
5. Benda dalam perdagangan dan luar perdagangan.
Perbedaanya ini terletak pada pemindahtanganan karena jual beli / karena pewarisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjualbelikan dengan bebas , dapat diwariskan kepada ahli waris . Benda luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat diwariskan kepada ahli warisnya.
Tidak dapat diperjual belikan/ tidak dapat diwariskan karena tujuan peruntukan , misalnya: benda wakaf, mungkin karena tujuan yang dilarang undang-undang , misalnya: narkotika, mungkin karena bertentangan dengan ketertiban umum , misalnya: memperdagangkan manusia untuk pembantu rumah tangga , / karena bertentangan dengan kesusilaan, misalnya: memperdagangkan gambar wanita telanjang.
6. Benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi.
Pembedaanya terletak pada pemenuhan prestasi suatu perikatan. Dalam perikatan yang objeknya benda dapat dibagi prestasinya dapat dilakukan secara sebagian demi sebagian , misalnnya: satu ton beras dapat dibagi tanpa berubah merubah arti dan sifatnya sebagai beras. Dalam perikatan yang obyeknya benda tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasinya tidak mungkin dilakukan sebagian demi sebagian , melainkan harus secara utuh , misalnya: prestasi seekor sapi untuk membajak sawah tidak dapat dibagi menjadi separoh sapi diserahkan sekarang dan separoh lagi diserahkan kemudian.
7. Benda terdaftar dan tidak terdaftar.
Perbedaanya terletak pada pembuktian pemiliknya , untuk ketertiban umum , dan kewajiban membayar pajak . Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda pendaftaran /sertifikat atas nama pemiliknya , sehungga mudah terkontrol pemiliknya , pengaruhnya pada ketertiban umum , kewajiban pemiliknya untuk membayar pajak, serta kewajiban masyarakat untuk menghormati hak milik orng lain . Contohnya benda terdaftar ialah kendaraan bermotor , tanah bangunan, kapal, perusahaan , hak cipta, hak paten , telepon , televise, pemencar radio. Benda tidak terdaftar / benda tidak atas nama, umumnya benda bergerak yang tidak sulit pembuktian pemiliknya karena berlaku asas “ yang menguasai” dianggap sebagai pemiliknya . Disamping itu juga tidak begitu berpengaruh pada pemiliknya untuk membayar pajak , contohnya: alat-alat rumah tangga , pakaian sehari-hari , perhiasan emas berlian, sepeda, hewan peliharaan.
B. UUPA No .5 tahun 1960 dan buku II KUHPdt.
Pada undang-undang pokok Agraria No 5 tahun 1960 mencabut berlakunya buku II KUHPdt mengenai bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terdapat didalamnya , kecuali hipotik.
Jadi mengenai tanah , ketentuan-ketentuan mengenai hipotik tetap berlakunya seperti biasa . Dengan berlakunya UUPA No 5 tahun1960, maka sebagian ketentuan dari buku II KUHPdt yang masih berlaku ( bandingkan dengan Sri Soedewi, 1974: 13-15):
- Pasal –pasal yang masih berlaku penuh.
1. Pasal 505, 509- 518 KUHPdt, tentang benda yang bergerak.
2. Pasal S12, 613 , tentang penyerahan benda bergerak.
3. Pasal 826 dan 827 KUHPdt, tentang hak mendiami hanya mengenai rumah.
4. Pasal 830-1130 KUHPdt, tentang hukum waris.
5. Pasal 1131 s/d 1149 KUHPdt ,tentang piutang yang didiistimewakan .
6. Pasal-pasal tentang hipotik,kecuali mengenai pembebanan /pemberian hipotik dan pendaftaran hipotik yang tunduk pada UUPA No 5 tahun 1960 dan peraturan pelaksanaanya , yaitu Peraturan Pemerintah No 10 tahun 1961, Peraturan Menteri Agraria No 15 tahun 1961.
- Pasal-pasal yang masih berlaku tetapi tidak penuh.
Pasal-pasal ini masih berlaku tetapi tidak penuh karena masih berlaku sepanjang mengenai benda-benda lain selain dari bumi,air, dan segalanya kekayaan alam yang ada didalmnya:
1. Pasal-pasal tentang benda pada umumnya.
2. Pasal-pasal pembedaan benda( pasal 503-505).
3. Pasal-pasal tentang benda sepanjang tidak mengenai tanah, terletak antara pasal 529-568 KUHPdt.
4. Pasal-pasal tentang hak milik sepanjang tidak mengenai tanah terletak antara pasal 570-624 KUHPdt.
5. Pasal-pasal tentang hak memungut hasil sepanjangtidak mengenai tanah yaitu pasal 756 KUHPdt.
6. Pasal-pasal tentang hak pakai sepanjang tidak mengenai tanah yaitu pasal 818 KUHPdt.
C. Tentang Hak Kebendaan.
I. Hak Perdata.
Hak perdata adalah hak seseorang yang diberikan oleh hukum perdata.Hak perdata bersifat absolut dan bersifat relatif. Hak yang bersifat absolut memberikan kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap siapapun .sedang
kan hak yang bersifat relative memberikan kekuasaan terbatas dan hanya dapat dipertahankan terhadap lawan (pihak dalam hubungan hukum).
Hak Perdata yang bersifat Absolut meliputi:
a. Hak kebendaan (zakelijkrecht), diatur dalam buku II KUHPdt.
b. Hak kepribadian ( persoonlijkheidsrecht), yang terdiri dari:
Hak atas diri sendiri, missal: ha katas nama , ha katas bkehormatan , hak untuk memiliki , hak untuk kawin .
Hak atas diri orang lain ,yang timbul dalam hubungan hukum keluarga antara suami dan istri , antara orang tua dan anak, antara wali dan anak.
Hak kepribadian diatur dalam buku I KUHPdt.
Hak perdata yabg bersifat relative(“personoonlijkrecht” diatur buku KUHPdt III) adalah hak yang timbul karena adanya hubungan hukum berdasarkan perjanjian /berdasarkan ketentuan uandang-undang.
Dikatakan relative karena hak yang dapat ditunjukan dan dipertahankan terhadap pihak dalam hukum ,misalnya: hak untuk memakai barang , hak untuk membali barang , hak untuk menyewa barang ,hak memperoleh ganti rugi. Hak persoonlijk adalah hak untuk memperoleh suatu benda berdasarkan perikatan.
II. Hak Kebendaan.
Hak atas benda adalah hak yang melekat atas suatu benda.Sedangkan Hak Kebendaaan(“ zakelijkrecht”)adalah hak yang membarikankekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapunjuga.
Hak kebendaan bersifat absolut(mutlak),misalnya: hak kebendaan ialah hak milik ,hak memungut hasil,hak sewa,hak pakai, hak gadai,hak hipotik,hak cipta.
Ciri-ciri Hak Kebendaan meliputi:
a. Mutlak , artinya dikuasai dengan bebas dan dipertahankan terhadap siapapun juga . contohnya: hak milik, hak cipta.
b. Mengikuti benda, dimana hak itu melekat/ mengikuti bendanya dalam tangan siapa pun benda itu berada. Contohnya: hak sewa , hak memungut hasil .
c. Yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi, contohnya : diatas sebuah rumah melekatnya hak hipotik, kemudian melekatnya pula hak hipotik berikutnya, maka kedudukan hipotik pertama lebih tinggi dari pada hipotik kedua dalam penyelesaian hutang.
d. Lebih diutamakan , misalnya: hak hipotik atas rumah jika pemilik rumah pailit ,maka hipotik memperolehnya prioritasnya penyelesaian tanpa memperhatikan pailitnya tersebut.
e. Hak gugat dapat dilakukan terhadap siapapun yang mengganggu benda itu.
f. Pemindahan hak kebendaan dapat dilalukukan kepada siapapun.
( UUPA No 5 tahun 1960 maka penguasaan bebas atas hak kebendaan dapat dibatasi. Karena setiap orang mempunyai ha katas suatu benda tidak boleh semaunya saja menguasai benda itu.Penguasaan benda disesuaikan dengan kepentingan umum.
III. Pembedaan Hak-hak Kebendaan.
Buku II KUHPdt telah dicabut berlakunya sepanjang mengenai bumi, air,dan segala kekayaan alam yang ada didalamnya,kecuali hak hipotik.
Dengan demikianhak yang berkaitan dengan hukum tanah yang sudah dicabut dari buku II KUHPdt ialah:
a. Hak milik ( eigendom).
b. Hak guna usaha ( erfpacht).
c. Hak guna bangunan (postal).
d. Hak pakai pekarangan (servituut).
e. Hak memungut hasil (vruchtgebruik).
f. Hak sewa bangunan (hak sewa tanah untuk bangunan)dan semua hak berkenaan dengan tanah ,kecuali hak hipotik.
( Hak –hak berkenaan dengan tanah diatur oleh UUPA No. 5 tahun 1960 terdapat dalam KUHPdt II, dan menjadi obyek hukum agrarian, kecuali hak hipotik. Sebenarnya yang menjadi obyek hukum agraria ialah prosedur/ tatacara memperalihkan dan memperoleh hak kebendaan. Sedangkan perjanjian yang menjadi dasar peralihan dan perolehan hak kebendaan menjadi obyek hukum perdata.
Hak –hak kebendaan yang masih tersia dalam buku II KUHPdt ialah hak-hak kebendaan yang bukan mengenai tanah,air, dan segala kekayaan alam lainnya yang ditambah dengan hak hipotik. Hak –hak kebendaan dibedakan sebagai berikut:
a. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zekelijkgenootsrecht) :
- Kenikmatan atas benda milik sendiri, misalnya: hak milik atas benda bergerak/benda yang bukan tanah,hak penguasan/bezitatas benda yang bergerak.
- Kenikmatan atas benda milik orang lain , misalnya: bezit atas benda bergerak / benda yang bukan tanah, hak memungut hasil atas benda bergerak/ benda bukan tanah ,hak pakai dan mendiami atas benda bukan tanah , hak pakai atas benda bergerak.
b. Hak kebendaan yang sifatnya memberi jaminan ( zakelijk zekerheidsrecht), yang terdiri dari:
- Pand/gadai, sebagai jaminan ialahbenda bergerak.
- Hipotik, sebagai jaminan ialah benda tidak bergerak/tetap.
( hak jaminan timbul karena ada hubungan hutang-piutang antara debitur dan kreditur. Hak jaminan khusus , yaitu mengenai benda tertentu).
IV. Asas – asas Hak Kebendaan(buku II KUHPdt).
Asas –asas Hak Kebendaan:
1. Asas hukum pemaksa (dwingendrecht).
Artinya bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan yang sudah diatur dalam undang-undang.Apabila yang sudah ditentukan oleh undang-undang harus dipatuhi, tidak boleh disimpangi.
2. Asas dapat dipindahtangankan.
Semua hak kebendaan dapat dipindah tangankan , kecuali hak pakai dan mendiami. Yang berhak tidak boleh menentukan bahwa” hak itu tidak boleh dipindahtangankan”. Lain halnya dengan piutang , para pihak dapat menentukan bahwa “piutang tidak boleh dipindah tangankan “, ini adalah ketentuan khusus dalam KUHD .
3. Asas individualitas.
Ojek hak kebendaan selalu benda tertentu /dapat ditentukan seczra individual, yang merupakan kesatuan, missal: rumah kediaman jl.Cengkeh No 2 Gedung Meneng , satu stel kursi tamu , mobil Minicab BE 2601 AA. Objek kebendaan tidak boleh yang ditentukan menurutb jenis dan jumlahnya, missal: 10 buah kendaraan bermotor, 100 ekor burung.
4. Asas totalitas.
Hak kebendaan selalu terletak diatas keseluruhan objeknya sebagai satu kesatuan (pasal 500,588,606,dan sebagian KUHPdt),misalnya: hak jaminan pioutang atas kendaraan bermotor mobil BE 2601 AA, sebagai satu kesatuan , termasuk ban serap, kunci, dongkrak,tape recorder dalam mobil.
5. Asas tidak dapat dipisahkan.
Orang yang berhak tidak boleh memindahtangankan sebagian dari kekuasan yang termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya. Misalnya: pemiik rumah menyewakan sebuah kamar kepada mahasiswi tidaklah termasuk dalam pengertian memisahkan kekuasaannya sebagai pemilik. Hak miliknya tetap utuh.
6. Asas prioritas
Semua hak kebendaan memberi kekuasaan yang sejenis dengan kekuasan atas hak milik (eigendom), sekalipun luasnya berbeda-beda.Karena perlu diatur burutannya menurut kejadian. Misalnya: sebuah rumah dibebankan hipotik , kemudian dibebani lagi dengan hak memungut hasil. Dalam hal ini hipotik prioritaskan karena terjadinya lebih dulu dari pada hak pemungut hasil. Artinya kreditur mempunyai berhak memperlakukan/melelang benda jaminan tanpa memperhatikan hak-hak yang lebih kemudian , seolah-olah hak benda jaminan tidak dibebani oleh hak -hak lainnya.
7. Asas percampuran
Apabila hak yang membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan , maka hak yang membebankan itu lenyap(pasal 706,718,724,736,807 KUHPdt) , contohnya: hak numpang karang lenyap apabila tanah pekarangan itu dibeli oleh yang bersangkutan (pasal 718 KUHPdt). Hak memungut hasil lenyap apabila pemegang hak tersebut menjadi pemilik pekarangan itu, misalnya karena jual beli, karena warisann, karena hibah(pasal 807 KUHPdt).
8. Pengaturan berbeda terhadap benda bergerak dan tak bergerak
Terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak terdapat perbedaan pengaturan dalam hal terjadinya peristiwa hukum penyerahan , pembebanan , bezit, verjaring. Hal ini pun berpengaruh pada –hak kebendaan bergerak dan benda tidak bergerak juga.
9. Asas publisitas.
Hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan didaftarkan dalam register umum , misalnya: hak milik, hak guna usaha. Sedangka hak atas benda bergerak tidak perlu diumumkan dan tidak perlu didaftarkan , misalnya: hak milik atas pakaian sehari-hari , dan gadai. Kecuali sudah ditentukan oleh undang-undang bahwa hak kebendaan harus didaftarkan , misalnya: hak milik atas kendaraan bermotor.
10. Asas mengenai sifat perjanjian.
Untuk memperoleh hak kebendaan perlu dilakukan perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian memindahkan hak kebendaan. Setelah perjanjian zakelijk selesai dilakukan , tujuan pokok tercapainya yaitu adanya hak kebendaan . Tegasnya hak yang melekat atas benda itu berpindah , apabila bendanya itu diserahkan kepada yang memperolehhak kebendaan itu. Misalnya: hak sewa rumah , hak mendiami rumah hanya akan diperoleh apabila rumah itu diserahkan kepada penyewa , diserahkan kepada yang mendiami.
V. Cara Memperoleh Hak Kebendaan.
Cara Memperoleh Hak Kebendaan.
1. Dengan pengakuan.
2. Dengan penemuan.
3. Dengan penyerahan.
4. Dengan cara daluarsa.
5. Dengan pewarisan.
6. Dengan cara penciptaan.
7. Dengan cara ikutan/turunan.
VI. Hak Kebendaan Hapus/Lenyap.
1. Karena bendanya lenyap/musnah.
2. Karena dipindah tangankan .
3. Karena pelepasan hak.
4. Karena daluarsa/lampau waktu.
5. Karena pencabutan hak.
D. Tentang Hak Milik.
I. Pengertian Hak Milik:
Menurut KUHPdt dengan dicabutnya UUPA No 5 tahun 1960 , pengertiannya hak milik meliputi hak milik atas barang bergerak dan barang tidak bergerak yang bukan tanah.
Dalam KUHPdt hak milik ditentukan pasal 570 KUHPdt tentang hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda itu dengan sebebas-bebasnya ,asal tidak dipergunakan bertentangan undang-undang /peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu semuanya dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum dengan pembayaran ganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang.
Menurut pasal 570 KUHPdt pengertian hak milik:
1. Hak milik adalah hak paling utama ,karena pemilik dapat menikmatinya dengan sepenuhnya dan menguasai sebebas-bebasnya .
2. Dapat menikmati sepenuhnya ,artinya pemilik dapat memakai sepuas-puasnya ,dapat memanfaatkan semaksimal mungkin ,dan dapat memetik hasil sebanyak-banyaknya.
3. Dapat menguasai sebebas-bebasnya ,artinya pemilik dapat melakukan perbuatan apa saja tanpa batas terhadap benda miliknya, misalnya : memelihara sebaik-baiknya membebani dengan hak-hak kebendaan tertentu ,memindah tangankan ,merubah bentuk bahkan melenyapkannya.
4. Hak milik tidak dapat diganggu gugat ,baik oleh orang lain maupun oleh penguasa ,kecuali dengan alasan syarat-syarat dan menurut ketentuan undang-undang.
5. Tidak dapat diganggu gugat hendaklah diartikan sejauh untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya secara wajar dengan memperhatikan kepentingan orang lain / kepentingan umum .
II. Pembatasan Penggunaan Hak Milik.
Sesuai dengan pasal 570 KUHPdt ,tentang pembatasan hak milik:
a. Tidak bertentangan dengan undang-undang.
b. Tidak menimbulkan gangguan terhadap orang lain.
c. Tidak menyalah gunakan hak (misbruik van recht).
d. Pembatasan oleh hukum tetangga (burenrecht).
e. Pencabutan hak untuk kepentingan umum.
III. Ciri –ciri hak milik.
a. Hak utama.
b. Utuh dan lengkap.
c. Tetap ,tidak lenyap.
IV. Hak Milik Bersama.
Dalam pengaturan secara umumnya terdapat dalam KHPdt, ialah pengaturan secara khusus mengenai harta peninggalan sebagai harta milik bersama. Dikatakan hak milik bersama (medeeigedom) karena terdapat beberapa orang pemilik atas sesuatu benda yang sama .
Menurut ketentuan pasal 573 KUHPdt, “ pembagian benda yang menjadi milik lebih dari satu orang harus dilakukan menurut aturan-aturan yang ditentukan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan”. Aturan –aturan mengenai pemisahan dan pembagian harta peninggalan diatur pasal 1066 s/d 1125 bab 17 buku II KUHPdt,mengenai harta milik bersama sebagai warisan.Mengenai harta milik bersamakarena perkawinan diatur dalam undang-undang perkawinan .Sedangkan harta milik bersama karena perjanjian diatur menurut perjanjian.
Macam-macam hak milik bersama:
a) Hak milik bersama yang bebas
b) Hak milik bersama yang terikat ,yangn dikenal dalam KUHPdt.
V. Penyerahan (levering).
Penyerahan adalah salah satu cara memperoleh hak kebendaan yang paling banyak terjadi dalam masyarakat .
Dalam hukum perdata (KUHPdt) tidak dikenal dalam hukum perdata prancis
Pengertiannya:
Penyerahan adalah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya /atas namanya kepada orang lain ,sehingga orang lain memperoleh hak kebendaan atas benda itu, missal: jual-beli baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja(obligator), tetapi belum memindahkan hak milik. Penyerahan adalah perbuatan yuridis yang memindahkan hak milik(transfer of ownership). Di prancis ,code civil tidak mengenal levering. Hak milik langsung beralih pada saat perjanjian jual-beli hak milik atas benda yang dijual beli itu terjadi sah.
Dalam perjanjian-perjanjian jual beli,hibah,pemberian hadiah ,tukar menukar penyerahan itu memindahkan hak milik ,tetapi dalam perjanjian-perjanjian lainnya seperti sewa menyewa ,pinjam pakai ,penitipan,mendiami,jaminan,penyerahan itu bukan memindahkan hak milik, melainkan mengenai hak penguasaan (bezit) saja atas bendanya.
Bermacam –macam jenis penyerahan tergantung pada bendanya yang akan diserahkan:
a. Benda bergerak berwujud( Pasal 612 KUHPdt).
Dilakukan dengan nyata dari tangan ke tangan
Dilakukan dengan penyerahan kunci gudang dimana benda itu disimpan.
Dilakukan dengan tradition brevi manu(tangan pendek),jika benda itu susah berada dalam penguasaan yang berhak menerima, misalnya penyerahan hak milik kepada penyewa/pemakai.
Dilakukan dengan constitutum possessorium, jika benda itu tetap berada dalam penguasaan pemilik semula ,missal dalam perjanjian jual beli rumah, penjual selaku pemilik tetap menguasai rumah berdasarkan sewa menyewa dengan pembeli(Prof. W.M.Kleyn,hal 31).
b. Benda bergerak tidak berwujud( pasal 613 KUHPdt).
Piutang atas tunjuk (aan toonder) dilakukan dengan nyata dari tangan , misalnya: surat cek.
Piutang atas nama (op naam) dilakukan dengan cessie, yaitu surat pernyataan memindahkan piutang ,disusul dengan penyerahan surat piutangnya , missal: saham atas nama.
Piutang atas pengganti (aan order) dilakukan dengan endossemen dan penyerahan surat piutangnya, misalnya : wesel, aksep.
c. Benda tidak bergerak(UUPA No 5 tahun 1960).
Syarat-syarat penyerahan pasal 584 KUHPdt.
Hak milik adalah penyerahan berdasarkan peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap benda itu.
Syarat- syaratnya meliputi:
Harus ada alas hak(titel).
Harus ada perjanjian zakelijk ( kebendaan).
Harus dilakukan oleh orang yang berhak.
Harus ada penyerahan nyata.
Dua ajaran membahas masalah tentang alas hak(titel):
· Ajaran causal( Paul Scholten cs,).
Bahwa penyerahan sah apabila alas hak sah, penyerahan tidak sah apabila alas hak tidak sah.Jadi , sah tidaknya penyerahan tergantung pada sah tidaknya alas hak. Alas hak harus nyata, tidak cukup hanya anggapan saja. Walaupun ajaran causal mengabaikan pihak ketiga yang jujur, hukum tetap memberikan perlindungan.
· Ajaran abstract(Meijers cs).
Bahwa sah tidaknya penyerahan tidak tergantung pada sah tidaknya alas hak . Penyerahan dan alas hak adalah dua hal yang berlainan ,terpisah satu sama lain . Terjadi karena penyerahan sah walaupun alas hak yang nyata , cukup apabila ada alas hak anggapan saja. Ajaran ini melindungi pihak ketiga yang jujur . Tetapi akibatnya ajaran ini menjadi ekstrim , alas hak tidak ada lalu dianggap ada.
Yurisprudensi :
Prof. W.M.Kleyn menyatakan bahwa Hoge Raad pada tahun 1950(HR 5 Mei 1950 NJ 1951-1) memilih ajaran causal,dan berdebat yang kalah memilih juga ajaran ini. Dalam system causal yang diterima oleh Hoge Raad suatu peralihan hak tidak sah apabila ternyata tidak ada titel yang sah.
E. Penguasaan (BEZIT).
Penguasaan (bezit) , dalam bahas Belanda adalah bezit /penguasaan. Unsur-unsur bezitterdapat dalam pasal 529 KUHPdt, bezit adalahkeadaan / memegang /menikmati suatu benda oleh orang yang menguasai, baik sendiri ataupun dengan peran –peranan orang lain (pasal 1977 ayat 1 KUHPdt),seolah-olah itu kepunyaan sendiri.
1) Fungsi penguasaan (bezit).
Menurut Prof.Pitlo,penguasaan(bezit) mempunyai dua fungsi:
a. fungsi polisionil.
Fungsi polisionil diganti dengan fungsi yustisial,karena paling tepat menyelesaikan perkara perdata adalah Hakim, bukan polisi.
b. fungsi yang bersifat hak kebendaan(zakenrechtelijk).
2) Pembedaan penguasaan(bezit).
Pembedaan berdasarkan tujuan:
i. Penguasa yang bertujuan memiliki benda.
ii. Penguasaan yang tidak bertujuan memiliki benda .
Pembedaan berdasarkan itikad.
i. Penguasaan jujur (te geoder trow)
ii. Penguasaan yang tidak jujur(te kwader trouw )
3) Cara memperoleh penguasaan(bezit).
Unsur-unsur cara memperoleh bezit pasal 538 KUHPdt:
a. Penguasaan benda yang tidak ada pemiliknya .
b. Menguasai benda yang sudah ada pemiliknya.
5) Teori mengenai penguasaan benda bergerak.
a. Eigendomstheorie.
b. Legitimatietheorie.
F. Hak Atas Benda Jaminan.
1) Jaminan Hutang.
Hubungan hutang –piutang antara debitur dan kreditur sering disertai dengan jaminan . Jaminan juga bisa berupa benda ataupun orang . Dengan adanya jamian benda maka kreditur mempunyai hak atas benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutangnya.Benda jaminan yang berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak . Apabila benda bergerak , maka jaminannya disebut gadai(pand),selain gadai yaitu retensi. Sedangkan benda tidak bergerak ,maka atas benda jaminannya disebut hipotik.
2) Hak Gadai(pand).
Gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya ,untuk menjamin suatu hutang ,dan yang memberi kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari benda tersebut lebih dahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya ,keculali biaya untuk melelang benda dan biaya yang telah dikeluarkan untuk pemeliharaan setelah benda itu digadaikan,biaya-biaya yang harus didahulukan(pasal 1150 KUHPdt).
Unsur-unsur dalam gadai:
a. Hak yang diperoleh kreditur atas benda bergerak .
b. Benda bergerak diserahkan oleh debitur kepada kreditur.
c. Penyerahan benda tersebut untuk jaminan hutang .
d. Pelunasan tersebut didahulukan dari kreditur-kreditur lain.
e. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan benda jaminan dilunasi lebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.
Sifat-sifat gadai:
a. Gadai bersifat asesor (accessoir), artinya pelengkap dari perjanjian pokok yaitu hutang-hutang.
b. Gadai bersifat jaminan hutang ,dimana benda jaminan harus dikuasai dan disimpan oleh kreditur.
c. Gadai bersifat tidak dapat dibagi-bagi lagi ,artinya sebagian gadai tidak hapus dengan pembayaran sebagian hutang debitur (pasal 1160 ayat 1 KUHPdt).
Cara mengadakan gadai:
Untuk mengadakan gadai perlu dipenuhi syarat-syarat yaitu harus ada perjanjian hutang –piutang sebagai perjanjian pokok ,dan harus benda bergerak sebagai jaminan hutang.
Hak dan kewajiban penerimaan gadai (pandnemer).
a). Dalam KUHPdt diatur mengenai hak-hak penerima gadai sebagai berikut:
1. Pasal 1159 ayat 1 KUHPdt , penerima gadai berhak menahan benda jaminan sampai piutangnya dilunasi ,baik mengenai jumlah pokok maupun bunga serta biaya-biaya .
2. Pasal 115 ayat 1 dan pasal 1156 ayat 1 KUHPdt, penerima gadai berhak mengambil pelunasan dari pendapatan penjualan benda jaminan apabila debitur tidak membayar hutangnya.
3. Pasal 1153, penerima gadai berhak mengadakan lagi benda jaminan ,apabila hak itu sudah menjadi kebiasaan ,seperti penggadaian surat-surat saham /obligasi.
b). Kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan undang-undang:
1. Pasal 1157 ayat 1 KUHPdt, penerima gadai harus bertanggung jawab atas hilangnya/kemerosotan benda jaminan,karena kelalaiannya.
2. Pasal 1156 ayat 2 KUHPdt, penerima gadai harus memberi tahukan kepada pemberi gadai /debitur apabila hendak menjual benda jaminan untuk pelunasan piutang piutangnya.
3. Pasal 1156 ayat 1 KUHPdt, penerima gadai harus memberi perhitungan mengenai pendapatan penjualan dan menyarahkan kelebihan kepada debitur setelah dikurangi pelunasan hutang debitur.
4. penerima gadai wajib mengembalikan benda jaminan, apabila hutang pokok , bunganya dan biaya pemeliharaan benda jaminan telah dibayar lunas.
Hapusnya hak gadai:
1. Apabila hutang debitur sudah dilunasi .
2. Benda jaminan sudah dilepaskan oleh kreditur dengan sukarela.
3. Benda jaminan hilang /musnah.
4. Penerima gadai menjadi pemilik benda jaminan karena suatu alas hak tertentu ,pasal 1152 ayat 3 KUHPdt.
3) Hak Retensi.
Hak retensi adalah hak untuk menahan benda sampai piutang yang bertalian dengan benda itu dilunasi.
Persamaan dengan gadai:
a. Ada benda jaminan yang bertalian dengan tagihan.
b. Hak retensiHak retensi bersifat asesor (accessoir) ,sama dengan hak gadai.
c. Hak retensi bersifat tidak dapat dibagi-bagi ,sama dengan hak gadai.
d. Hak retensi tidak membawa serta hak boleh memakai benda yang ditahan ,sama dengan hak gadai.
Pengaturan hak retensi dalam KUHPdt:
(Pengaturannya baik didalam buku KUHPdt II maupun pada buku KUHP III)
a. Pasal 715 KUHPdt ,penumpang perkarangan berhak menahan segala sesuatu sampai pembayaran harga bangunan ,tanaman diatas pekarangan yang ditumpangi itu dilunasi oleh pemilik pekarangan ,setelah hak postal berakhir.
b. Pasal 725 ayat 2 KUHPdt ,pemilik tanah berhak menahan benda-benda itu sampai pemegang hak erfpacht melunasi segala kewajiban terhadap pemilik tanah.
c. Pasal 1159 ayat 2 KUHPdt,kreditur berhak menahan benda jaminan sampai kedua piutangnya itu dilunasi oleh debitur.
d. Buruh yang memegang suatu benda milik orang lain untuk mengerjakan sesuatu pada benda tersebut,berhak menahan benda itu sampai biaya dan upah yang dikeluarkan untuk benda itu dilunasi seluruhnya.
e. Pasal 1729 KUHPdt ,penerima titipan berhak menahan bendanya sampai segala apa yang harus dibayar kepadanya karena penitipan tersebut telah dilunasi.
f. Pasal 1812 KUHPdt ,penerima kuasa berhak menahan segala milik pemberi kuasa yang berada ditangannya sampai segala apa yang dituntutnya sebagai akibat dari pemberian kuasa itu telah dibayar lunas.
Hapusnya Hak Retensi:
a. Apabila tagihan yang berhubungan dengan benda itu telah dilunasi seluruhnya oleh pemilik benda.
b. Benda yang ditahan dilepaskan dengan sukarela oleh penagih .
c. Penagih/kreditur menjadi pemilik benda karena alas hak tertentu.
d. Benda yang ditahan hilang /musnah.
4) Hak Hipotik.
Hipotik adalah hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil pergantian dari benda tersebut bagi pelunasan suatu hutang( pasal 1162 KUHPdt).
Unsur-unsur hipotik sebagai berikut:
a. Ha katas benda tak bergerak.
b. Benda tak bergerak untuk jaminan hutang
c. Dengan mengambil pergantian dari benda tersebut.
d. Bagi pelunasan suatu hutang apabila debitur tidak membayar hutangnya.
Sebagai hak kebendaan atas benda jaminan tak bergerak,hipotik mempunyai
Sifat-sifat khusus hipotik antara lain:
a. Hipotik bersifat Asesor (accessoir) artinya: suatu pelengkap dari perjanjian pokok yaitu hutang-hutang.Adanya hipotik tergantung pada perjanjian pokok hutang –piutang.Tanpa hutang piutang tidak ada hipotik.
b. Hipotik bersifat tidak bias dibagi-bagi (ondeelbaar)artinya sebagian hipotik tidak hapus dengan pembayaran sebagian hutang debitur.Hipotik melekat keseluruh benda obyeknya (pasal 1163 ayat 1 KUHPdt ).
c. Hipotik bersifat zaaksgevolg,yaitu mengikuti bendanya didalam tangan siapa saja benda itu berada( pasal 1163 ayat 2).
d. Hipotik bersifat droit de preference,yaitu hak lebih didahulukan pelunasannya dari pada piutang-piutang lainnya(pasal 1134 ayat 2 KUHPdt).
e. Hipotik bersifat jaminan untuk pelunasan hutang tetapi tidak memberi hak untuk menguasai dan memiliki benda jaminan.
Asas- asas hipotik:
Sebagai hak kebendaan atas hak tak bergerak ,hipotik perlu secara umum dan dirinci secara khusus ,benda tak bergerak dibebani oleh hipotik ,dan perlu didaftarkan dalam daftar khusus. Asas-asas disebut publikasi dan spesifikasi:
a. Asas publikasi mengharuskan hipotik didaftarkan supaya diketahui oleh umum . Hipotik didaftarkan kebagian pendaftaran tanah Kantor Agraria setempet.Yang didaftarin yaitu akta hipotik,Akta hipotik adalah akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris ,setelah berlakunya UUPA No Tahun 1960 dihadapan PPAT.
b. Asas spesifikasi mengharuskan hipotik diletakkan diatas benda tak bergerak yang tunjuk secara khusus berupa apa, berapa luas ,besar,jumlah ukuran ,dimana letaknya ,batas-batasnya.Hipotik terletak diatas benda tak bergerak yang telah ditentukan secara khusus sebagai unit kesatuan,missal: hipotik diatas sebuah rumah ,tetapi hipotik tidak ada disebuah paviliaum /atas sebuah kamar dari rumah.
Berlakunya UUPA No 5 Tahun 1960 beserta peraturan pelaksanaanya yaitu P.P.No 10 Tahun 1961 dan Peraturan Menteri Agraria No 15 Tahun 1961,benda tak bergerak dapat dibebani hipotik ialah hak milik,hak guna bangunan ,hak guna usaha baik berasal dari konservasi hak-hak barat,maupun konservasi hak-hak adat ,serta yang telah didaftarkan dalam daftar buku tanah menurut ketentuan P.P No 10 Tahun 1961 sejak berlakunya UUPA No 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960.
Cara mengadakan Hipotik:
Untuk mengadakan hipotik diperlukan syarat-syarat yaitu perjanjian hutang-piutang ( perjanjian kredit) dan harus ada benda tak bergerak sebagai jaminan hutang.
Apabila benda tak bergerak itu berupa tanah maka harus didaftarkan pada bagian pendaftaran Tanah Kantor Agraria yang ditetapkan pada P.P .No 10 tahun 1961.sebagai bukti telah terdaftar , Bagian Pendaftaran Tanah menerbitkan sertifikat. Setelah syarat-syarat terpenuhi ,lalu perjanjian hipotik secara tertulis di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah ,disingkat PPAT (pasal 19 P.P. No 10 tahun 1961). Pejabat Pembuat Akta tanah ialah Notaris/camat ,sesuai dengan (pasal 2,3 ,dan 5 PMA No 15 tahun 1961). Pembuatan Akta PPAT dihadiri oleh kreditur ,debitur, dan dua orang saksi,salah satu saksi adalah kepala desa dimana tanah itu terletak.Kemudian akta hipotik didaftarkan pada Bagian Pendaftaran Tanah Kantor Agrariayang bersangkutan. Dengan demikian selesai prosedur hipotik.
Isi akta hipotik :
a. Isi yang bersifat wajib ,yang memuat rincian mengenai benda tak bergerak yang dibebani hipotik,benda apa,luas,jumlah,ukurannya berapa ,letaknya dimana ,berbatasan dengan apa.
b. Isi bersifat fakultatif yaitu berupa janji-janji yang diadakan oleh pihak-pihak.
Janji-janji tersebut ialah :
1. Janji untuk menjual benda jaminan atas kekuasaan sendiri .
2. Janji tentang pembatsan hak sewa( huurbeding).
3. Janji untuk tidak dibersihkan ( beding van niet zuivering).
4. Janji tentang asuransi( assurantie beding).
Perjanjian pihak-pihak debitur tidak dapat melunasi hutangnya ,kreditur diberi kuasa untuk menjual sendiri benda jaminan dimuka umum dan mengambil pelunasan dari hasil pelelangan. Penjualan di muka umum biasanya melalui Panitia Urusan Piutang Negara ( PUPN) ,tanpa melalui Pengadilan Negeri.Janji tersebut dimuat dalam akta hipotik yang disebut “ beding van eigenmachtige verkoop”( pasal 1178 ayat 2).
Pihak-pihak mengadakan perjanjian bahwa pemilik benda dibatasi jaminan dibatasi haknya untuk menyewakan bendanya dalam jangka waktu yang lama ,missal tidak melebihi lima tahun ( pasal 1185 KUHPdt).
5) Hak Privelege (hak istimewa).
Segala benda debitur baik bergerak maupun tidak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang akan ada,menjadi jaminan hutang-hutangnya secara pribadi (Pasal 1131 KUHPdt) .
Pasal 1134 KUHPdt,privilege ialah hak yang oleh undang-undang diberikan debitur ,sehingga tingkatannya lebih tinggi dari kreditur –kreditur lain semata-mata berdasarkan sifat piutangannya.
Hak privilege bukan hak kebendaan ,tetapi mempunyai sifat yang sama dengan gadai dan hipotik,yaitu memberi jaminan terhadap piutang.Karena piutangnya ditetapkan dengan gadai dan hipotik dalam buku KUHPdt,yang sebenarnya kurang tepat. Hak privilege ,dikatakan bukan kebendaan :
1. Privilege akan timbul apabila suatu benda yang akan disita ternyata tidak cukup untuk melunasi semua hutang.
2. Privilege tidak memberikan kekuasaan terhadap suatu benda.
3. Kreditur yang mempunyai hak privilege tidak dapat menyita suatu benda,jika ia tidak memegang suatu alas hak eksekutorial,missal: putusan hakim.
Hak privelige mempunyai arti penting dalam hal debitur jatuh pailit/dalam hal eksekusi harta kekayaan debitur.
Dalam KUHPdt dua macam privilege yaitu:
a. Privilege Umum yaitu privilege terhadap semua benda debitur,( pasal 1149 KUHPdt).
b. Privilege Khusus yaitu privilege terhadap benda-benda tertentu saja dari debitur, (pasal 1139 KUHPdt).
Privilege khusus didahulukan dari privilege umum( pasal 1138 KUHPdt), dalam hal ini yang menentukan urutannya yang lebih dahulu disebut didahulukan pelunasannya.Privilege khusus tidak menentukan urutannya .Walaupun secara berurutan,semua mempunyai kedudukan yang sama dalam pelunasannya.
G. Hak Pemungut Hasil.
Ø Pengertian Hak Memungut Hasil:
Hak memungut hasil (pasal 756 KUHPdt) ialah hak kebendaan dimana seseorang diperbolehkan memungut segala hasil dari benda milik orang lain , seolah –olah benda itu miliknya sendiri,dengan kewajiban memeihara benda itu sebaik-baiknya.
Unsur-unsur hak memungut hasil diantaranya:
1. Seseorang diperbolehkan ,artinya disetujui baik baik dengan perjanjian maupun dengan undang-undang.
2. Memungut segala hasil artinya memperoleh kenikmatan, manfaat ,poekerjaan hubungan perdata.
3. Dari benda milik orang lain artinya benda bergerak /tidak bergerak diserahkan kepada dan dikuasai oleh pemungut hasil.
4. Seolah –olah milik sendiri artinya benda orang lain itu dikuasai ,digunakan dan dipetik hasilnya seperti benda milik sendiri.
5. Benda tersebut dipelihara sebaik-baiknya artinya benda tetapo ada seperti semula ,tidak dirubah bentuknya ,tidak habis dipakai.
Ø Sifat-sifat Hak Memungut Hasil
Sifat-sifat memungut hasil (pasal 756 KUHPdt) antara lain:
1. Harus bersifat tetap adanya , tidak boleh merubah bentuk, tujuan ,dan fungsi benda itu .
2. Harus bersifat tidak dipakai habis , jika benda dipakai habis ( pasal 757 KUHPdt) maka pemungut hasil wajib menggantikan dengan benda lain yang sejenis , sama jumlahnya , sama sifatnya, dan sama harganya/nilainy.
3. Harus bersifat langsung untuk dirinya sendiri ,bukan untuk orang lain artinya pemungut hasil sendiri yang langsung menikmati ,memperoleh manfaat dari benda itu. Jika pemungut hasil itu meninggal dunia,hak memungut hasil hapus.
4. Bersifat tanpa pamprih,artinya pemungut hasil tidak perlu memberi imbalan kepada pemilik benda itu .
Ø Cara Memperoleh hak Memungut Hasil
Hak memungut hasil terdiri dari:
a. -benda bergerak terwujud, missal: perabot rumah tangga ,kendaraan bermotor.
-benda bergerak tidak terwujud, missal: utang piutang, deposito.
Pasal 763 KUHPdt disebut buah perdata yaitu bunga,Bunga adalah buah perdata dari piutang,deposito.
b. benda tidak bergerak, missal: sebuah rumah,pohon buah-buahan,pabrik penggilingan padi ,dan benda tak bergerak yang bukan tanah.Sedang mengenai tanah sudah dicabut dari buku II UUPA No.5 tahun 1960.kecuali mengenai hipotik.
Mengenai ketentuan 759 KUHPdt,hak memungut hasil dapat diperoleh karena undang-undang/hak sipemilik. Yang diperoleh karena undang-undang yaitu tunjangan selama hidup(bunga cagak hidup,lijfsrente),missal: suatu testament seseorang menentukan bahwa benda miliknya diwariskan kepada anak-anak,tetapi istri selama hidupnya mendapathak memungut hasil atas benda,hal ini sipemilik tinggal namanya saja pemilik.Ia tidak menikmati apa-apa dari miliknya,sesuai dengan pasal 764 ayat 3 KUHPdt : orang yang mempunyai hak memungut hasil mengenai cagak hidup,tidak diwajibkan mengembalikan sesuatu apapun.
Supaya hak memungut hasil dapat diperoleh pihak pemungut hasil, maka bendanya harus diserahkan (levering) oleh pemilik kepada pemungut hasil.Jika bendanya bergerak berwujud dengan penyerahan dari tangan ke tangan, benda tak bergerakl dengan mendaftarkan akta otentik supaya diketahui umum ( pasal 760KUHPdt).Penyerahan kekuasaan atas benda selama waktu berlangsungnya hak memungut hasil,artinya benda kembali kepada pemilik setelah berakhirnya hak memungut hasil.
Ø Kewajiban Pemungut Hasil
Kewajiban pemungut hasil:
1. Pasal 783 KUHPdt : Pemungut hasil wajib membuat catatan /intervarisai mengenai benda-benbda yang ia terima hak dan biaya sendiri.
2. Pasal 784 KUHPdt : Pemungut hasil wajib menunjukkan jaminan /benda-benda jaminan ,yang dikuatkan oleh pengadilan guna menjamin haknya digunankan dan dinikmati sebagai seorang bapak rumah tangga.
3. Pasal 793 KUHPdt : Pemungut hasil wajib memelihara benda sebaik-baiknya dan menanggung segala pemeliharaan dan perbaikan .
4. Pasal 796 KUHPdt : Selama hak berjalan ,peungut pemungut hasil membayar segala beban pajak atas benda yang bersangkutan.
5. Pasal 782 KUHPdt : Apabila hak telah berakhir ,pemungut hasil wajib mengembalikan bendanya dalam keadaan baik seperti semula.Apabila terjadi kerusakan benda yang menimbulkan kelalaian ,ia wajib membayar ganti rugi.
Ø Hak Memungut Hasil Berakhir /hapus.
Cara berakhirnya /hapusnya hak :
1. Orang yang mempunyai hak pemungut hasil meninggal dunia .
2. Jangka waktu hak memungut hasil telah berakhir /habis.
3. Terjadi percampuran,sehingga pemegang hak memungut hasil berubah menjadi pemilik benda.
4. Terjadi pelepasan hak oleh orang yang mempunyai hak memungut hasil .
5. Karena kadaluarsa,yaitu apabila pemungut hasil selama tiga puluh tahun tidak mempergunakan haknya.
6. Benda yang dipungut hasilnya itu binasa/musnah.
Dalam pasal 818 KUHPdt dinyatakan bahwa hak pakai dan mendiam adalah hak kebendaan yang diperoleh dan berakhirnya seperti hak memungut hasil .Kewajiban pemakai yang mendiami yang sama dengan kewajiban pemungut hasil.
BAB V
HUKUM PERIKATAN
A. Tempat Pengaturan Dan Sistem Hukum Perikatan.
Tempat Pengaturan Hukum Perikatan
Ada perbedaan mengenai tempat hukum perikatan dalam HukumPerdata.Apabila dilihat lebih jauh dari segi sistematikanya, ternyata hukumperdata di Indonesia mengenal dua sitematika yaitu menurut doktrin atau ilmupengetahuan hukum dan menurut KUH Perdata.
Pembagian menurut doktrin atau ilmu pengetahuan hukum, yaitu
a.Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi.
b.Hukum tentang keluarga/hukum keluarga
c.Hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda.
b.Hukum tentang keluarga/hukum keluarga
c.Hukum tentang harta kekayaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda.
v Hak Kekayaan Absolut
v Hak Kebendaan
v Hak Atas Benda-benda immateriil.
v Hak Kekayaan Relatif
d. Hukum waris.
Berdasarkan pembagian sistematika hukum perdata di Indonesia menurut doktrin atau ilmu pengetahuan, diketahui bahwa tempat hukum perikatan ada di bagian hukum tentang harta kekayaan/hukum hartakekayaan/hukum harta benda.Mengenai hak-hak kekayaan yang absolut sebagian diatur dalam Buku II KUH Perdata dan sisanya diatur diluar, didalam undang-undang tersendiri, sedangkan hak-hak kekayaan yang relatif mendapat pengaturannya dalam Buku III KUH Perdata. Perlu diingat, bahwa pembagian menurut KUH Perdata atau BW tidak
sejalan dengan pembagian menurut doktrin atau ilmu pengetahuan.
Pembagian menurut KUH Perdata yaitu :
a.Buku I tentang orang.
b.Buku II tentang benda
c.Buku III tentang perikatan
d.Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa.
a.Buku I tentang orang.
b.Buku II tentang benda
c.Buku III tentang perikatan
d.Buku IV tentang pembuktian dan daluwarsa.
Berdasarkan pembagian sistemtika hukum perdata di Indonesiamenurut KUH Perdata telah jelas dimana letak hukum perikatan yaitu padaBuku III yaitu tentang perikatan.
Hukum perikatan diatur dalam Buku III BW. Dalam Buku III BWterdiri dari 18 bab dan tiap-tiap bab dibagi lagi menjadi bagian-bagian yaituketentuan-ketentuan umum dan ketentuan-ketentuan khusus. Ketentuan-ketentuan umum diatur dalam bab I, bab II, bab III, (hanya pasal 1352 dan1353) dan bab IV. Sedangkan ketentuan-ketentuan khusus diatur dalam bab III(kecuali pasal 1352 dan 1353) dan bab V s/d bab XVIII. Ketentuan-ketentuankhusus ini memuat tentang perikatan atau perjanjian bernama.
Termasuk dalam ketentuan umum yaitu :
Bab I mengatur tentang perikatan pada umumnya.
Bab II mengatur tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari perjanjian.
Bab I mengatur tentang perikatan pada umumnya.
Bab II mengatur tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari perjanjian.
Bab III mengatur tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-
undang.
Bab IV mengatur tentang hapusnya perikatan.
Bagian khusus adalah perjanjian-perjanjian khusus atau perjanjian-perjanjian bernama yang telah diatur dalam KUH Perdata dan KUHD.Hubungan antara KUH Perdata dan KUHD dapat diketahui dalam pasal 1KUHD.KUHD mengatur perjanjian-perjanjian khusus yang lebih modernyang belum ada pada zaman romawi dulu, karena adanya pengaruhhubunganperdagangan internasional yang lebih efektif.
Bagian umum tersebut di atas merupakan asas-asas dari hukumperikatan, sedangkan bagian khusus mengatur lebih lanjut dari asas-asas iniuntuk peristiwa-peristiwa khusus.
Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan sistem ”terbuka”,artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang sudahditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang. Inilah yang disebut kebebasan berkontrak.Tetapi keterbukaan itudibatasi dengan pembatasan umum, yaitu yang diatur dalam pasal 1337 KUHPerdata.Pembatasan tersebut yaitu sebabnya harus halal, tidak dilarang olehundang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan tidak bertentangandengan ketertiban umum. Serta dibatasi dengan pasal 1254 KUH Perdata yaitusyaratnya harus mungkin terlaksana dan harus susila
B. Sumber-Sumber Perikatan.
Sumber-sumber Hukum Perikatan
Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa sumber pokok dari perikatan adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapatdibagi lagi menjadi undang-undang & perbuatan manusia dan undang-undangsaja.Sedangkan sumber dari undang-undang dan perbuatan manusiadibagilagi menjadi perbuatan yang melawan hukum dan perbuatan yang menurut hukum.
Pasal pertama dari Buku III undang-undang menyebutkan tentangterjadinya perikatan-perikatan dan mengemukakan bahwa perikatan-perikatantimbul dari persetujuan atau undang-undang. Pasal 1233 :”Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadiundang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal initergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dariundang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’smensen toedoen).Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang
Perikat lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan
kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan.
Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas
terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan
fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah
wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka
hal-hal tersebut termasuk sebagai sumber-sumber perikatan.
C. Perikatan Dan Unsur-Unsur Perikatan.
Unsur- Unsur Perikatan:
Perikatan:
Perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi. Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum. Unsur-unsur perikatan :
1. Hubungan hukum.
2. Harta kekayaan.
3. Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak.
4. Prestasi.
Unsur-unsur Perikatan:
Dari pengertian-pengertian mengenai perikatan ,maka dapat diuraikanlebih jelas unsur-unsur yang terdapat dalam perikatan yaitu :
1. Hubungan Hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang didalamnya melekat hak pada salah satu pihak dan melekat kewajiban pada pihak lainnya.Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum.Hubungan hukum ini perlu dibedakan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam pergaulan hidup berdasarkan kesopanan, kepatutan, dan kesusilaan.Pengingkaran terhadap hubungan- hubungan tersebut tidak menimbulkan akibat hukum.
Kenyataan hukum adalah suatu kenyataan yang menimbulkan akibat hukum yaitu terjadinya, berubahnya, hapusnya, beralihnya hak subyektif, baik dalam bidang hukum keluarga, hukum benda, maupun hukum perorangan.
Kelahiran adalah kenyataan hukum sedangkan akibat hukum adalah kewajiban-kewajiban untuk memelihara dan memberikan pendidikan; perikatan adalah akibat hukum dari persetujuan.
Perbuatan-perbuatan hukum adalah perbuatan-perbuatan dengan mana orang yang melakukan perbuatan itu bermaksud untuk menimbulkan suatu akibat hukum.
Perbuatan-perbuatan hukum yang bukan merupakan perbuatan- perbuatan hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum kepada perbuatan-perbuatan, dimana orang yang melakukannya tidak memikirkan sama sekali kepada akibat-akibat hukumnya. Pada pokoknya tidak bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum.Perbuatan-perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum ini dibagi lagi menjadi dua yaitu perbuatan-perbuatan menurut hukum (misalnya, perwakilan sukarela dan pembayaran tidak terutang) dan perbuatan-perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 s/d 1380 KUH Perdata).
Peristiwa-peristiwa hukum. Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum pada suatu keadaan atau peristiwa yang bukan terjadi karena perbuatan manusia : pekarangan yang bertetangga, kelahiran, dan kematian.
2. Kekayaan
Hukum perikatan merupakan bagian dari Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht) dan bagian lain dari Hukum Harta Kekayaan adalah Hukum Benda.
Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya para sarjana menggunakan ukuran dapat ”dinilai dengan uang”. Suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat dinilai dengan uang.Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan pembatasan, karena dalam kehidupan bermasyarakat sering kali terdapat hubungan-hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang, misalnya cacat badaniah akibat perbuatan seseorang.
Jadi kriteria ”dapat dinilai dengan uang” tidak lagi dipergunakan sebagi suatu kriteria untuk menentukan adanya suatu perikatan. Namun, walaupun ukuran tersebut sudah ditinggalkan, akan tetapi bukan berarti bahwa ”dapat dinilai dengan uang” adalah tidak relevan, karena setiap perbuatan hukum yang dapat dinilai dengan uang selalu merupakan perikatan.
3. Pihak-pihak
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang-orang tertentu yaitu kreditur dan debitur.Para pihak pada suatu perikatan disebut subyek- subyek perikatan, yaitu kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi.Kreditur biasanya disebut sebagai pihak yang aktif sedangkan debitur biasanya pihak yang pasif.Sebagai pihak yang aktif kreditur dapat melakuka tindakan-tindakan tertentu terhadap debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya.Tindakan-tindakan kreditur dapat berupa memberi peringatan-peringatan menggugat dimuka pengadilan dan sebagainya.
Debitur harus selalu dikenal atau diketahui, hal ini penting karenaberkaitan dalam hal untuk menuntut pemenuhan prestasi.
Pada setiap perikatan sekurang-kurangnya harus ada satu orang kreditur dan sekurang-kurangnya satu orang debitur.Hal ini tidak menutup kemungkinan dalam suatu perikatan itu terdapat beberapa orang kreditur dan beberapa orang debitur.
4. Objek Hukum (Prestasi)
Objek dari perikatan adalah apa yang harus dipenuhi oleh si berutang dan merupakan hak si berpiutang. Biasanya disebut penunaian atau prestasi, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi.Wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesutau dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 BW).
Pada perikatan untuk memberikan sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau berkewajiban memberikan kenikmatan atas sesuatu barang, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan 7 barangnya atau orang yang menyewakan berkewajiban memberikankenikmatan atas barang yang disewakan.
Pada perikatan berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukansesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu misalnya pelukis,penyanyi, penari, dll.
Pada perikatan tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukanperbuatan tertentu yang telah dijanjikan.Misalnya tidak mendirikanbangunan ditanah orang lain, tidak membuat bunyi yang bising yang dapatmengganggu ketenangan orang lain, dll.
Objek perikatan harus memenuhi beberapa syarat tertentu yaitu :
a. Obyeknya harus tertentu.
Dalam Pasal 1320 sub 3 BW menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebagai dapat ditentukan.Karena perikatan dengan obyek yang dapat ditentukan diakui sah.Sebagai contoh yaitu Pasal 1465 BW yang menetukan bahwa pada jual beli harganya dapat ditentukan oleh pihak ketiga.Perikatan adalah tidak sah jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan.Misalnya, sesorang menerima tugas untuk membangun sebuah rumah tanpa disebutkan bagaimana bentuknya dan berapa luasnya.
b. Obyeknya harus diperbolehkan
Menurut Pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan perikatan jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan atau jika dilarang oleh undang-undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua perbuatan-perbuatan dan persetujuan-persetujuan adalah batal jika bertentangan dengan undang-undang yang menyangkut ketertiban umum atau kesusilaan. Di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal-pasal 1335 dan 1337 BW, karena selain perbuatan-perbuatan mencangkup juga persetujuan akan tetapi di lain pihak lebih sempit karena kebatalannya hanya jika bertentangan dengan undang-undang saja. Kesimpulannya bahwa 8 objek perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
c. Obyeknya dapat dinilai dengan uang.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan 8 objek perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijabarkan di atas yaitu perikatan adalah suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
d. Obyeknya harus mungkin.
Dahulu untuk berlakunya perikatan disyaratkan juga prestasinya harusmungkin untuk dilaksanakan.Sehubungan dengan itu dibedakan antaraketidakmungkinan obyektif dan ketidakmungkinan subyektif. Padaketidakmungkinan obyektif tidak akan timbul perikatan sedangkan pada ketidakmungkinan subyektif tidak menghalangi terjadinya perikatan. Prestasi pada ketidakmungkinan obyektif tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun.Contoh : prestasinya berupa menempuh jarak Semarang - Jakarta dengan mobil dalam waktu 3 jam.
Perbedaan antara ketidakmungkinan obyektif dengan ketidakmungkinan subyektif yaitu terletak pada pemikiran bahwa dalam hal ketidakmungkinan pada contoh pertama setiap orang mengetahui bahwa prestasi tidak mungkin dilaksanakan dan karena kreditur tidak dapat mengharapkan pemenuhan prestasi tersebut. Sedangkan dalam contoh kedua, ketidakmungkinan itu hanya diketahui oleh debitur yang bersangkutan saja.
Dalam perkembangan selanjutnya baik Pitlo maupun Asser berpendapat bahwa adalah tidak relevan untuk mempersoalkan ketidakmungkinan subyektif dan obyektif.Ketidakmungkinan untuk melakukan prestasi dari debitur itu hendaknya dilihat dari sudut kreditur, yaitu apakah kreditur mengetahui atau seharusnya mengetahui tentang ketidakmungkinan tersebut.Jika kreditur mengetahui, maka perikatan menjadi batal dan sebaliknya, jika kreditur tidak mengetahui debitur tetap berkewajiban untuk melaksanakan prestasi.
D. Jenis- Jenis Perikatan.
JENIS-JENIS PERIKATAN
Perikatan dapat dibedakan menurut :
1. Isi daripada prestasinya :
· Perikatan positif dan negative.
Perikatan positif adalah perikatan yang prestasinya berupa perbuatan nyata, misalnya memberi atau berbuat sesuatu. Sedangkan pada perikatan negative prestasinya berupa tidak berbuat sesuatu.
· Perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan.
Adakalanya untuk pemenuhan perikatan cukup hanya dilakukan dengan salah satu perbuatan saja dan dalam waktu yang singkat tujuan perikatan telah tercapai, misalnya perikatan untuk menyerahkan barang yang dijual dan membayar harganya.
Perikatan-perikatan semacam ini disebut perikatan sepintas lalu. Sedangkan perikatan, dimana prestasinya bersifat terus menerus dalam jangka waktu tertentu, dinamakan perikatan berkelanjutan. Misalnya perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan sewa menyewa atau persetujuan kerja.
· Perikatan alternative.
Perikatan alternative adalah suatu perikatan, dimana debitur berkewajiban melaksanakan satu dari dua atau lebih prestasi yang dipilih, baik menurut pilihan debitur, kreditur atau pihak ketiga, dengan pengertian bahwa pelaksanaan daripada salah satu prestasi mengakhiri perikatan.
Menurut pasal 1272 BW, bahwa dalam perikatan alternative debitur bebas dari kewajibannya, jika ia menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan. Misalnya, A harus menyerahka kuda atau sapinya kepada B. pasal tersebut adlaah tidak lengkap, karena hanya mengatur tentang “memberikan sesuatu” dan yang dapat dipilih hanya diantara dua barang saja. Kekurangan tersebut dilengkapi oleh pasal 1277 BW, yang mengatakan : asas-asas yangs ama berlaku juga, dalam hal jika ada lebih dari dua barang yang termasuk ke dalam perikatan yang terdiri dari berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Perikatan menjadi murni bila :
a. Jika salah satu barang tidak lagi merupakan objek perikatan (pasal 1274).
b. Debitur atau kreditur telah memilih prestasi yang akan dilakukan.
c. Jika salah satu prestasi tidak mungkin lagi dipenuhi (pasal 1275).
· Perikatan fakultatif.
Perikatan fakultatif adalah suatu perikatan yang objeknya hanya berupa satu prestasi, dimana debitur dapat mengganti dengan prestasi lain. Jika pada perikatan fakultatif, karena keadaan memaksa prestasi primairnya tidak lagi merupakan objek perikatan, maka perikatannya menjadi hapus. Berlainan halnya pada perikatan alternative, jika salah satu prestasinya tidak lagi dapat dipenuhi karena keadaan memaksa, perkataannya menjadi murni.
· Perikatan generic dan spesifik.
Perikatan generic adalah perikatan dimana objeknya ditentukan menurut jenis dan jumlahnya. Sedangkan perikatan spesifik adalah perikatan yang objeknya ditentukan secara terperinci. Arti penting perbedaan antara perikatan generic dan spesifik adalah dalam hal :
a. Resiko
Pada perikatan spesifik, sejak terjadinya perikatan barangnya menjadi tanggungan kreditur. Jadi jika bendanya musnah karena keadaan memaksa, maka debitur bebas dari kewajibannya untuk berprestasi (pasal 1237 dan 1444 BW).
b. Tempat pembayarannya (pasal 1393)
Pasal 1393 BW menentukan bahwa jika dalam persetujuan tidak ditetapkan tempat pembayaran, maka pemenuhan prestasi mengenai barang tertentu berada sewaktu persetujuan dibuat. Sedangkan pembayaran mengenai barang-barang generic harus dilakukan ditempat kreditur.
· Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
Apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak tergantung apakah prestasinya dapat dibagi-bagi atau tidak. Pasal 1299 BW menentukan bahwa jika hanya ada satu debitur atau satu kreditur prestasinya harus dilaksanakan sekaligus, walaupun prestasinya dapat dibagi-bagi. Baru timbul persoalan apakah perikatan dapat dibagi-bagi atau tidak jika para pihak atau salah satu pihak dan pada perikatan terdiri dari satu subjek. Hal ini dapat terjadi jika debitur atau krediturnya meninggal dan mempunyai ahli waris lebih dari satu.
Akibat daripada perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi, adalah bahwa kreditur dapat menuntut terhadap setiap debitur atas keseluruhan prestasi atau debitur dapat memenuhi seluruh prestasi kepada salah seorang kreditur, dengan pengertian bahwa pemenuhan prestasi menghapuskan perikatan.
Prestasi yang tidak dapat dibagi-bagi dibedakan :
a. Menurut sifatnya
Menurut pasal 1296 BW perikatan tidak dapat dibagi-bagi, jika objek daripada perikatan tersebut yang berupa penyerahan sesuatu barang atau perbuatan dalam pelaksanaannya tidak dapat dibagi-bagi.Menurut Asser’s, dalam pengertian hukum sesuatu benda dapat dibagi-bagi jika benda tersebut tanpa mengubah hakekatnya dan tidak mengurangi secara menyolok nilai harganya dapat dibagi-bagi dalam bagian-bagian.
b. Menurut tujuan para pihak
Menurut tujuannya perikatan adalah tidak dapat dibagi-bagi, jika maksud para pihak bahwa prestasinya harus dilaksanakan sepenuhnya, sekalipun sebenarnya perikatan tersebut dapat dibagi-bagi. Perikatan untuk menyerahkan hak milik sesuatu benda menurut tujuannya tidak dapat dibagi-bagi, sekalipun menurut sifat prestasinya, dapat dibagi-bagi.
2. Subjek-subjeknya :
· Perikatan solider atau tanggung renteng.
Suatu perikatan adalah solider atau tanggung renteng, jika berdasarkan kehendak para pihak atau ketentuan undang-undang :
a. Setiap kreditur dari dua atau lebih kreditur-kreditur dapat menuntut keseluruhan prestasi dari debitur, dengan pengertian pemenuhan terhadap seorang kreditur membebaskan debitur dari kreditur-kreditur lainnya (tanggung renteng aktif).
b. Setiap debitur dari dua atau lebih debitur-debitur berkewajiban terhadap kreditur atas keseluruhan prestasi. Dengan dipenuhinya prestasi oleh salah seorang debitur, membebaskan debitur-debitur lainnya (tanggung renteng pasif).
Tanggung renteng terjadi karena :
a. Berdasarkan pernyataan kehendak
Menurut pasal 1278 BW terdapat perikatan tanggung renteng aktif, jika dalam persetujuan secara tegas dinyatakan bahwa kepada masing-masing kreditur diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh prestasi.
b. Berdasarkan ketentuan undang-undang
Perikatan tanggung renteng yang timbul dari undang-undang tidak banyak kita jumpai. Undang-undang hanya mengatur mengenai perikatan tanggung renteng pasif. Ketentuan-ketentuan yang mengatur perikatan tanggung renteng dalam BW adalah pasal 563 BW ayat 2. Mereka yang merampas dengan kekerasan dan orang yang menyuruhnya tanggungjawab untuk seluruhnya secara tanggung menanggung.
Akibat daripada perikatan tanggung renteng aktif
Adalah setiap kresitur berhak menuntut pemenuhan seluruh prestasi, dengan pengertian bahwa pelunasan kepada salah satu daripadanya, membebaskan debitur dari kewajibannya terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1278 BW). Sebaliknya debitur sebelum ia digugat, dapat memilih kepada kreditur yang manakah ia akan memenuhi prestasinya.
Pelepasan perikatan tanggung renteng
Pelepasan sepenuhnya mengakibatkan hapusnya tanggung renteng. Sedangkan pada pelepasan sebagian, bagi debitur-debitur yang tidak dibebaskan dari tanggung renteng, masih tetap terikat secara tanggung renteng atas utang yang telah dikurangi dengan bagian debitur yang telah dibebaskan dari perikatan tanggung renteng.
Hapusnya perikatan tanggung renteng
Perikatan hapus jika debitur bersama-sama membayar utangnya kepada kreditur atau debitur membayar kepada semua kreditur. Novasi antara kreditur dengan para debiturnya, menghapuskan pula perikatan. Menurut pasal 1440 BW, bahwa pembebasan utang kepada salah satu debitur dalam perikatan tanggung renteng membebaskan para debitur-debitur lainnya.
· Perikatan principle atau accesoire.
Apabila seorang debitur atau lebih terikat sedemikian rupa, sehingga perikatan yang satu sampai batas tertentu tergantung kepada perikatan yang lain, maka perikatan yang pertama disebut perikatan pokok sedangkan yang lainnya perikatan accesoire. Misalnya perikatan utang dan borg.
Dalam satu persetujuan dapat timbul perikatan-perikatan pokok dan accesoire, misalnya pada persetujuan jual beli, perikatan untuk menyerahkan barang merupakan perikatan pokoknya, sedangkan kewajiban untuk memelihara barangnya sebagai bapak rumah tangga yang baik sampai barang tersebut diserahkan merupakan perikatan accesoire.
3. Mulai berlaku dan berakhirnya perikatan :
· Perikatan bersyarat.
Suatu perikatan adalah bersyarat, jika berlakunya atau hapusnya perikatan tersebut berdasarkan persetujuan digantungkan kepada terjadi atau tidaknya suatu peristiwa yang akan datang yang belum tentu terjadi. Dalam menentukan apakah syarat tersebut pasti terjadi atau tidak harus didasarkan kepada pengalaman manusia pada umumnya. Menurut ketentuan pasal 1253 BW bahwa perikatan bersyarat dapat digolongkan ke dalam :
a. Perikatan bersyarat yang menangguhkan
Pada perikatan bersyarat yang menangguhkan, perikatan baru berlaku setelah syaratnya dipenuhi. Misal : A akan menjual rumahnya kepada B, jika A diangkat menjadi duta besar. Jika syarat tersebut dipenuhi (A menjadi duta besar), maka persetujuan jual beli mulai berlaku. Jadi A harus menyerahkan rumahnya dan B membayar harganya.
b. Perikatan bersyarat yang menghapuskan
Pada perikatan bersyarat yang menghapuskan, perikatan hapus jika syaratnya dipenuhi. Jika perikatan telah dilaksanakan seluruhnya atau sebagian, maka dengan dipenuhi syarat perikatan, maka :
1. Keadaan akan dikembalikan seperti semula seolah-olah tidak terjadi perikatan.
2. Hapusnya perikatan untuk waktu selanjutnya.
Dapat dikemukakan sebagai contoh bahwa perikatan yang harus dikembalikan dalam keadaan semula, adalah misalnya A menjual rumahnya kepada B dengan syarat batal jika A menjadi Duta Besar. Jika syarat tersebut dipenuhi, maka rumah dan uang harus dikembalikan kepada masing-masing pihak.
Syarat-syarat yang tidak mungkin dan tidak susila
Menurut pasal 1254 BW, syarat yang tidak mungkin terlaksana dan bertentangan dengan kesusilaan adalah batal. Perumusan pasal tersebut adalah tidak tepat, karena bukan syaratnya yang batal akan tetapi perikatannya yang digantungkan pada syarat tersebut. Syarat yang tidak mungkin harus ditafsirkan sebagai syarat yang secara objektif tidak mungkin dipenuhi. Jika hanya debitur tertentu saja yang tidak memenuhi syaratnya, tidak dapat mengakibatkan perikatan batal. Misal A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia melompat dari ketinggian 100 meter, adalah batal. Akan tetapi jika A memberikan uang kepada B dengan syarat jika ia berenang dipemandian adalah sah, sekalipun B tidak dapat berenang.
· Perikatan dengan ketentuan waktu.
Perikatan dengan ketentuan waktu adalah perikatan yang berlaku atau hapusnya digantungkan kepada waktu atau peristiwa tertentu yang akan terjadi dan pasti terjadi. Waktu atau peristiwa yang telah ditentukan dalam perikatan dengan ketentuan waktu itu pasti terjadi sekalipun belum diketahui bila akan terjadi. Jadi dalam menentukan apakah sesuatu itu merupakan syarat atau ketentuan waktu, harus melihat kepada maksud dari pada pihak. Perikatan dengan ketentuan waktu dapat dibagi menjadi :
a. Ketentuan waktu yang menangguhkan
Menurut beberapa penulis ketentuan waktu yang menanggungkan, menunda perikatan yang artinya perikatan belum ada sebelum saat yang ditentukan terjadi. Lebih tepat kiranya apa yang telah ditentukan oleh pasal 1268 BW bahwa perikatannya sudah ada, hanya pelaksanaannya ditunda. Debitur tidak wajib memenuhi prestasi sebelum waktunya tiba, akan tetapi jika debitur memenuhi prestasinya, maka ia tidak dapat menuntut kembali.
b. Ketentuan waktu yang menghapuskan
Mengenai ketentuan waktu yang menghapuskan tidak diatur oleh masing-masing secara umum. Memegang peranan terutama dalam perikatan-perikatan yang berkelanjutan, misalnya pasal 1570 dan pasal 1646 sub 1 BW. Dengan dipenuhi ketentuan waktunya, maka perikatan menjadi hapus. Seorang buruh yang mengadakan ikatan kerja untuk satu tahun, setelah lewat waktu tersebut tidak lagi berkewajiban untuk bekerja.
E. Ketentuan –Ketentuan Umum Dalam Hukum Perikatan.
Ketentuan –Ketentuan Umum Dalam Hukum Perikatan.
BUKU KETIGA KUHPERDATA:
Bab I Perikatan Pada Umumnya
Bab II Perikatan Yang Lahir Dari Kontrak atau Persetujuan
Bab III Perikanan Yang Lahir Karena Undang-undang
Bab IV Hapusnya Perikatan
Bab V Jual Beli
Bab VI Tukar Menukar
Bab VII Sewa Menyewa
Bab VIIA Perjanjian Kerja
Bab VIII Perseroan Perdata
Bab IX Badan Hukum
Bab X Penghibahan
Bab XI Penitipan Barang
Bab XII Pinjam Pakai
Bab XIII Pinjam Pakai Habis
Bab XIV Bunga Tetap atau Bunga Abadi
Bab XV Persetujuan Untung-untungan
Bab XVI Pemberian Kuasa
Bab XVII Penanggung Utang
Bab XVIII Perdamaian
Bab I Perikatan Pada Umumnya
Bab II Perikatan Yang Lahir Dari Kontrak atau Persetujuan
Bab III Perikanan Yang Lahir Karena Undang-undang
Bab IV Hapusnya Perikatan
Bab V Jual Beli
Bab VI Tukar Menukar
Bab VII Sewa Menyewa
Bab VIIA Perjanjian Kerja
Bab VIII Perseroan Perdata
Bab IX Badan Hukum
Bab X Penghibahan
Bab XI Penitipan Barang
Bab XII Pinjam Pakai
Bab XIII Pinjam Pakai Habis
Bab XIV Bunga Tetap atau Bunga Abadi
Bab XV Persetujuan Untung-untungan
Bab XVI Pemberian Kuasa
Bab XVII Penanggung Utang
Bab XVIII Perdamaian
F. Berakhirnya Perikatan.
Hapusnya Perikatan.
Bab IV Buku III KUH Perdata mengatur tentang hapusnya perikatanbaik yang timbul dari persetujuan maupun dari undang-undang yaitu dalampasal 1381 KUH Perdata.
Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa ada delapan cara hapusnya perikatan yaitu :
1. Pembayaran
2.Penawaran pembayaran diikuti dengan penitipan.
3.Pembaharuan utang (inovatie)
4.Perjumpaan utang (kompensasi)
3.Pembaharuan utang (inovatie)
4.Perjumpaan utang (kompensasi)
5. Percampuran utang.
6. Pembebasan utang.
7.Musnahnya barang yang terutang
8.Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Adapun dua cara lainnya yang tidak diatur dalam Bab IV Buku III KUH Perdata adalah :
9.Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
10. Kedaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).
9.Syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I).
10. Kedaluwarsa (diatur dalam Buku IV, Bab 7).
Jadi dalam KUH Perdata ada sepuluh cara yang mengatur tentang
hapusnya perikatan.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Abdulkadire,”hukum perdata indonesia”, Penerbit PT . Citra Adytia Bakti,Bandung,1993.
Komentar
Posting Komentar