MAKALAH STRATEGI INTERNALISASI NILAI

BAB I
LATAR BELAKANG

Strategi yang harus dilakukan oleh guru pendidikan Agama Islam dalam pembinaan akhlak anak didik, selain menggunakan beberapa metode dalam penyampaian materi juga harus ditunjang dengan adanya keteladanan atau pembiasaan tentang sikap yang baik, tanpa adanya pembiasaan dan pemberian teladan yang baik, pembinaan tersebut akan sulit mencapai tujuan yang diharapkan, dan sudah menjadi tugas guru pendidikan agama Islam untuk memberikan keteladanan atau contoh yang baik dan membiasakannya bersikap baik pula.
Secara keseluruhan pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling kokoh. Ini berarti bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana prosesyang dialami oleh siswa sebagai anak didik.[1] Perbaikan akhlak merupakan suatu misi yang paling utama yang harus dilakukan oleh guru pendidikan agama islam kepada anak didik, strategi merupakan komponen yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan, terlebih terkait erat dengan proses pembinaan akhlakul karimah siswa.
Pada setiap lembaga pendidikan baik yang bersifat formal atau nonformal, pastilah mempunyai komitmen yang kuat terhadap usaha untuk pembinaan akhlakul karimah siswa, hal ini tidak bisa dipungkiri lagi karena pembinaan setiap lembaga pendidikan yang berkomitman untuk membina akhlakul karimah pada siswanya, tentunya memiliki strategi atau cara tersendiri dalam proses pembinaannya.
Hal ini disebabkan perbedaan karakter dari masing-masing peserta didik pada suatu lembaga pendidikan tertentu pula. Keberagamaan strategi guru agama islam dalam proses pembinaan akhlakul karimah bertujuan untuk menarik minat belajar para siswa, dan untuk membentuk suasana belajar yang tidak menjenuhkan dan monoton sehingga kelancaran dan keberhasilan dalam pembinaan akhlakul karimah siswa dapat semaksimal mungkin berhasil dengan baik.
Tugas seorang guru memang berat dan banyak. Akan tetapi semua tugas guru itu akan dikatakan berasil apabila ada perubahan tingkah laku dan perbuatan pada anak didik ke arah yang lebih baik. Dengan demikian tugas guru pendidikan Agama Islam disekolah adalah membina dan mendidik siswanya melalui pendidikan agama islam yang dapat membina akhlak para siswa dan mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Tugas tersebut terasa berat karena ada unsur tanggung jawab mutlak guru, akan tetapi juga keluarga dan masyarakat mendukung dan bertanggung jawab serta bekerja sama dengan mendidik anak, maka pembinaan akhlakul karimah akan dicapai dengan baik.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka seorang guru pendidikan Agama Islam mampu berupaya dan menggunakan beberapa strategi dalam upaya pembinaan akhlak siswa, baik itu strategi dalam penyampaian materi Agama Islam dengan menggunakan metode atau strategi tentang kegiatan apa saja yang harus dilaksanakan dalam membina akhlak siswa, karena dengan menggunakan strategi dapat mengghasilkan tujuan yang diinginkan dalam pendidikan.
Dengan memperhatikan uraian-uraian tersebut diatas, mendorong penulis ingin mengetahui pembelajaran dengan mengamati secara teliti dan sistematis melalui penelitian, dengan judul: “STRATEGI INTERNALISASI NILAI”
Beranjak dari judul makalah yang penulis paparkan, maka dapat dirumuskan beberapa masalah.
1.       Apa Pengertian Strategi Internalisasi Nilai?
2.       Bagaimana Strategi Internalisasi Nilai yang Afektif?
Tujuan pembahasan makalah ini dapat penulis simpulkan, yaitu jawaban dari rumusan masalah yang telah penulis paparkan.
1.       Menjelaskan pengertian Strategi Internalisasi Nilai.
2.       Menjelaskan Bagaimana Strategi Internalisasi Nilai yang Afektif?

BAB II
PEMBAHASAN
A.          Pengertian Strategi Internalisasi Nilai
a.       Strategi
Dalam kamus-kamus bahasa Inggris, strategi juga diartikan sebagai ilmu siasat (perang). Dengan demikian istilah strategi sebelumnya berasal dari istilah kemiliteran, yaitu upaya untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan dengan tujuan mencapai kemenangan.
Jika kata strategi ini dimasukkan ke dalam dunia pendidikan secara luas dalam skala global, “strategi merupakan kebijakan-kebijakan yang mendasar dalam pengembangan pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan secara lebih terarah, efektif, dan efisien”.[2] Jika dilihat secara mikro dalam strategi operasional, khususnya dalam proses pembinaan maka pengertiannya adalah kiat-kiat dan langkah-langkah mendasar dalam proses pembelajaran yang mengantarkan siswa dalam mencapai tujuan.[3]
Dengan demikian definisi tentang strategi ini dapat diambil kesimpulan bahwa strategi ialah suatu usaha untuk mengaplikasikan proses belajar mengajar dengan taktik atau langkah-langkah yang beragam yang digunakan oleh seorang pendidik, namun kata-kata strategi hampir sama dengan metode yaitu Ahmad Tafsir  mendifinisikan metode dengan mengajar adalah cara yang paling tepat dan cepat dalam mengajarkan mata pembelajaran.[4] Dengan demikian metode mengajar dapat diartikan sebagai cara atau langkah yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan. Berdasarkan metode-metode pengajaran yang digunakan dalam membina akhlak siswa serta mengembangkan gaya tersendiri untuk menjalankan proses belajar mengajar pendidikan agama Islam yang lebih aktif dan efektif serta membuat lingkungan belajar yang aman.
b.       Internalisasi
Internalisasi diartikan sebagai penghayatan. Bisa juga diartikan sebagai “pendalaman; pengasingan”.[5] Internalisasi diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan sikap, standart tingkah laku, pendapat dan seterusnya di dalam kepribadian.
Dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi (Muhaimin, 1996: 153), yaitu:
a. Tahap Transformasi Nilai : Tahap ini merupakan suatu proses yang
    dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik  
    dan kurang baik. Pada tahap ini hanya terjadi komunikasi verbal antara
    pendidik dan peserta didik atau anak asuh.
c.         Tahap Transaksi Nilai : Suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik  
    dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal-balik.
d.       Tahap Transinternalisasi : Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap
transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini komunikasi kepribadian yang berperan secara aktif .
Nilai-nilai yang diinternalisasikan adalah yang berkaitan dengan olah pikir (agar anak cerdas), olah hati (religius, jujur, bertanggung jawab), olahraga (bersih dan sehat), olah rasa dan karsa, peduli dan kreatif yang muaranya menuju nilai-nilai luhur dan perilaku berkarakter.
c. Nilai
Nilai mempunyai arti "sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan".[6] Yang dimaksud Internalisasi nilai adalah pendalaman atau penghayatan nilai-nilai akhlak yang dilakukan oleh seorang anak didik. Dengan internalisasi nilai ini diharapkan anak didik terbiasa dengan segala aktifitas positif yang di berikan oleh guru maupun orang Tua di rumah.

B.    Strategi Internalisasi Nilai yang Afektif
Proses internalisasi pendidikan karakter di suatu lembaga pendidikan tidak dapat dilakukan secara instan, namun secara bertahap sedikit demi sedikit dan dilakukan secara terus-menerus atau secara berkelanjutan. Dalam mengiternalisasi nilai yang efektif dapat dilakukan berbagai cara, tergantung dari lembaga tersebut dalam mengemasnya.
Dalam upaya menumbuhkembangkan potensi nilai akhlak anak didik, ada beberapa strategi ataupun metode yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik. Strategi internalisasi nilai-nilai akhlak yang berlaku di sebuah lembaga bertujuan agar anak didik mempunyai kepribadian yang mantap serta memiliki akhlak yang mulia (akhlak al-karimah). Strategi internalisasi nilai adalah:
1. Strategi keteladanan  (modelling)
Keteladanan merupakan sikap yang ada dalam pendidikan Islam dan telah dipraktekkan sejak zaman Rasulullah saw. Keteladanan ini memiliki nilai yang penting dalam pendidikan Islam, karena memperkenalkan perilaku yang baik melalui keteladanan, sama halnya memahami sistem nilai dalam bentuk nyata.[7]
Strategi dengan keteladanan adalah internalisasi dengan cara memberi contoh-contoh kongkrit pada anak didik. Dalam pendidikan pemberian contoh-contoh ini sangat ditekankan karena tingkah laku seorang pendidik mendapatkan pengamatan khusus dari para anak didik. Seperti perumpamaan yang mengatakan “Guru makan berjalan, murid makan berlari, disini dapat diartikan bahwa setiap perilaku yang di tunjukkan oleh guru selalu mendapat sorotan dan ditiru oleh anak didiknya. Oleh karena itu guru harus senantiasa memberi contoh yang baik bagi anak didiknya, khususnya dalam ibadah-ibadah ritual, dan kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad merupakan contoh atau teladan sosok manusia yang memiliki ketaqwaan luar biasa yang patut untuk diteladani.
Ada juga melalui kisah para tokoh teladan, strategi keteladanan dapat dilakukan dengan memutarkan film-film tokoh. Misalnya keteladanan tentang kegigihan seorang penulis melalui film freedom writers. Atau kisah-kisah terbaru seperti film ”Laskar Pelangi”. Dari kisah-kisah yang disajikan melalui film tersebut mahasiswa dapat memetik suatu hikmah yang bermanfaat untuk dirinya. Kejujuran, keikhlasan, tanggungjawab, kepolosan, kegigihan, kerja keras, dan masih banyak lagi nilai-nilai moral yang dapat diteladani melalui cerita film yang ditayangkan, sehingga anak didik dapat menganalisis dan mendiskusikan cerita film yang ditayangkan tadi, sehingga suasana pembelajaranpun akan menjadi lebih menarik.
Melalui strategi keteladanan ini, memang seorang pendidik tidak secara langsung memasukan hal-hal terkait dengan keteladanan itu dalam rencana pembelajaran. Artinya, nilai-nilai moral religius seperti ketaqwaan, kejujuran, keikhlasan, dan tanggungjawab yang ditanamkan kepada anak didik merupakan sesuatu yang sifatnya hidden curriculum. Melalui cerita para tokoh penting dan pemutaran film seorang pendidik yang diteladani dengan harapan nilai-nilai yang terkandung  di dalamnya dapat menjadi sesuatu yang menarik dan dapat ditiru atau diteladani oleh peserta didik.
2. Latihan dan pembiasaan
Ahmad Amin seperti dikutip Humaidi Tatapangarsa mengemukakan bahwa kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi mudah untuk dikerjakan.[8] Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan dan membiasakan untuk dilakukan setiap hari.[9]
Misalnya membiasakan salam jika bertemu sesama kawan atau guru. Apabila hal ini sudah menjadi kebiasaan, maka anak didik akan tetap melaksanakannya walaupun ia sudah tidak lagi ada dalam sebuah lembaga pendidikan. Dari sini terlihat bahwasanya kebiasaan yang baik yang di lakukan oleh seorang pendidik akan membawa dampak yang baik pula pada diri anak didiknya.
Strategi pembiasan ini sangat afektif untuk diajarkan kepada anak didik yang masih puber, karena mereka belum  terpengaruh oleh budaya-budaya yang negatif dan arus globalisasi yang rusak. Apabila anak didik dibiasakan dengan akhlak yang baik maka akan tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan pergaulan yang islami pula, kalau mereka tinggal di lingkungan yang baik maka sangat mudah berintraksi dengan pembiasaan lingkungan yang mencerminkan nilai-nilai agama.
3. Metode mengambil pelajaran
Mengambil pelajaran yang dimaksud disini adalah mengambil pelajaran dari beberapa kisah-kisah teladan, fenomena, peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik masa lampau maupun sekarang. Dari sini diharapkan anak didik dapat mengambil hikmah yang terjadi dalam suatu peristiwa, baik yang berupa musibah atau pengalaman. Pelaksanaan strategi ini biasanya disertai dengan pemberian nasehat. Sang guru tidak cukup mengantarkan anak didik pada pemahaman inti suatu peristiwa, melainkan juga menasehati dan mengarahkan muridnya ke arah yang dimaksud.
Abd Al-Rahman Al-Nahlawi, mendefinisikan ibrah (mengambil Pelajaran) dengan kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati menjadi tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku berfikir sosial yang sesuai.[10]
Tujuan pedagogis dari pengambilan pelajaran adalah mengantarkan manusia pada kepuasan pikir tentang perkara agama yang bias menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan.
4. Strategi pemberian nasehat
Rasyid Ridha seperti dikutip Burhanudin mengartikan nasehat (mauidzah) sebagai peringatan atas kebaikan dan kebenaran, dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan”. Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur, yakni 1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, misalnya: tentang sopan santun, 2) motivasi untuk melakukan kebaikan, 3) peringatan tentang dosa yang muncul dari adanya larangan, bagi dirinya dan orang lain.[11]
5. Pemberian janji dan ancaman (targhib wa tarhib)
Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan membuat senang terhadap sesuatu maslahat, kenikmatan, atau kesenangan akhirat yang pasti dan baik, serta bersih dari segala kotoran yang kemudian diteruskan dengan melakukan amal shaleh dan menjauhi kenikmatan selintas yang mengandung bahaya atau perbuatan yang buruk. Hal itu dilakukan semata-mata demi mencapai keridlaan Allah, dan hal itu adalah rahmat dari Allah bagi hamba-hamba-Nya.
Sedangkan tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang diperintahkan Allah, dengan kata lain tarhib adalah ancaman dari Allah yang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut pada para hamba-Nya dan memperlihatkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan Ilahiyah, agar mereka selalu berhati-hati dalam bertindak serta melakukan kesalahan dan kedurhakaan.[12] Hal seperti itu tersurat dalam firman Allah SWT:
“ Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari kiamat". ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah merekapun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku Hai hamba-hamba-Ku. (QS. Az-Zumar: 15-16).[13]
Keistimewaan metode janji-janji dan ancaman antara lain:
a.       Dapat menumbuhkan sifat amanah dan hati-hati terhadap ajaran agama,  
karena yakin akan adanya janji dan ancaman Allah swt.
b.       Motivasi berbuat baik dan menghindari yang buruk tanpa harus diawasi oleh  guru atau dibujuk dengan hadiah dan ancaman.
c. Membangkitkan dan mendidik perasaan rabbaniyah.
6. Metode kedisiplinan
Pendidikan dengan kedisiplinan memerlukan ketegasan dan kebijaksanaan. Ketegasan maksudnya seorang pendidik harus memberikan sangsi pada setiap pelanggaran yang dilakukan oleh anak didik, sedangkan kebijaksanaan mengharuskan seorang guru memberikan sangsi sesuai dengan jenis pelanggaran tanpa dihinggapi emosi atau dorongan-dorongan lain. Hal-hal yang perlu diberikan pada saat akan memberikan sangsi kepada para pelanggar, yaitu:
a. Adanya bukti yang kuat tentang pelanggaran tersebut.
b. Hukuman harus bersifat mendidik, bukan sekedar untuk kepuasan atau
    balas dendam dari si pendidik.
c. Mempertimbangkan latar belakang dan kondisi santri yang melanggar, 
    misalnya, jenis pelanggaran, jenis kelamin pelanggar dan pelanggaran
    tersebut disengaja atau tidak.
Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada anak didik yang melanggar. Hukuman ini diberikan bagi yang telah berulangkali melakukan pelanggaran tanpa mengindahkan peringatan yang diberikan. Tamyiz Burhanudin mengemukakan bahwa dalam melaksanakan takzir tersebut, yang perlu diperhatikan adalah:[14]
a.   Peringatan bagi anak didik yang baru pertama kali melakukan pelanggaran.
b.  Hukuman sesuai dengan aturan yang ada bagi anak didik yang sudah pernah  
     melakukan pelanggaran.
c.        Dikeluarkan dari lembaga bagi anak santri yang telah berulangkali    melakukan pelanggaran dan tidak mengindahkan peringatan yang
      diberikan.
Dalam lingkungan sebuah lembaga pendidikan aturan-aturan yang sudah menjadi tata tertib harus ditaati oleh setiap peserta didik dan pengurusnya. Sedangkan pelaksanaan takzir biasanya dilakukan oleh pengurus itu sendiri. Semua itu demi menjaga kedisiplinan untuk kelancaran proses belajar mengajar di lembaga itu sendiri.
Dari segi metode yang digunakan, internalisasi nilai-nilai moral religius dalam pembelajaran juga harus dilakukan secara komprehensif. Pendidik harus dapat menjadi teladan bagi anak didiknya dalam bertindak dan bertutur kata. Pelajar perlu disiapkan agar menjadi generasi muda yang mandiri dengan mengajarkan dan memfasilitasi mereka dalam pembuatan keputusan moral secara bertanggungjawab. Selain itu, pendidik perlu membekali anak didiknya dengan keterampilan-keterampilan akademik dan sosial.
Internalisasi nilai-nilai moral perlu dilakukan dalam keseluruhan proses pendidikan di sebuah lembaga, dalam kegiatan ekstra dan intra, dan dalam semua aspek kehidupan. Peserta didik dapat melakukan hal ini melalui kegiatan diskusi kelompok, penggunaan bahan-bahan bacaan dan topik-topik tulisan mengenai kebaikan, penggunaan strategi dan klarifikasi nilai dan dilema moral, tidak merokok, tidak berperilaku korup, dermawan, tidak berbohong, dan sebagainya. Internalisasi nilai-nilai moral dapat dilakukan oleh setiap pendidik, baik terencana ataupun tidak terencana. Kemudian yang terakhir, internalisasi nilai-nilai moral dalam proses pembelajaran harus komprehensif dalam segi penilaian. Efektivitas dan kemajuan dari kegiatan ini harus diukur secara komprehensif dengan menggunakan evaluasi formatif dan sumatif yang dapat mengukur pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki oleh anak didik.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ada beberapa kebiasaan atau tradisi yang dilakukan oleh anak didik dalam pembentukan akhlak karimah diantaranya: akhlak terhadap Allah swt dengan cara menjalankan ibadah sesuai dengan syari’ah, akhlak terhadap Nabi Muhammad saw. dengan cara banyak membaca shalawat dan meneladani akhlak Rasulullah, akhlak terhadap diri sendiri dilakukan dengan cara menanamkan kesopanan dalam kehidupan sehari-hari, akhlak terhadap sesama dilakukan dengan membangun interaksi yang baik dan didasarkan pada sikap hormat menghormati.
Strategi keteladanan, strategi latihan dan pembiasaan, Metode mengambil pelajaran, Metode latihan dan pembiasaan, Pemberian nasehat, Metode pemberian janji dan ancaman (targhib wa tarhib) dan Metode kedisiplinan. Hukuman yang dijatuhkan pada anak didik yang melanggar. Hukuman ini diberikan bagi yang telah berulangkali melakukan pelanggaran tanpa mengindahkan peringatan yang diberikan. Dengan berbagai strategi atau metode yang dilakukan oleh seorang pendidik dengan tujuan mensukseskan anak didiknya dalam  penanaman suri tauladan yang baik.


[1]Slamet, Belajar dan Faktor-Faktor  yang Mempengaruhinya, (Rineka Cipta, Jakarta, 2003), h. 1
[2]Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Pendidikan Mental, (Jakarta, Bulan Bintang, 1982), h, 194

[3]Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung, Sinar Baru Algasindo, Cet. X, 2000), h, 67

[4]Abu Ahmad, Metodik Pengajaran, (Bandung: pustaka Setia, 1985), h, 185
[5]Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer., (Surabaya: Arkola,
1994), h. 267

[6]Harimurti Kridalaksana, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1995), Edisi II, cet. IX, h. 690.

[7] Syafi’i Ma’arif, Pemikiran Tentang Pembaharuan Islam di Indonesia, (Yogyakarta :
Tiara Wacana, 1991), hlm. 59.

[8] Humaidi Tatapangarsa, Pengantar Kuliah Akhlak, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), h, 67
[9]Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta: ITTAQA Press, 2001), h, 56

[10]Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, Pent. Dahlan & Sulaiman, (Bandung: CV.Diponegoro, 1992), h, 390.

[11]Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren... h, 58.
[12]Abdurrahman an-Nahlawi, op.cit., h, 412
[13] Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 747-748
[14] Tamyiz Burhanudin, op. cit., hlm. 59.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah TSUNAMI ACEH 2004

Makalah Tentang Permainan Tradisional "Bola Bekel"

MAKALAH KHALAF: AHLUSSUNNAH (AL-ASY’ARI DAN AL-MATURIDI)