MAKALAH MEMAHAMI TEORI PERKEMBNGAN BELAJAR ANAK USIA PRA SEKOLAH, SEKOLAH DASAR, SEKOLAH MENENGAH, DAN SEKOLAH MENEGAH ATAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Obyek psikologi perkembangan adalah perkembangan manusia sebagai person. Di samping itu para psikolog juga tertarik akan masalah sampai seberapa jauhkah perkembangan manusia itu dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat. Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Dalam perkembangan person terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.
Perkembangan ada kesamaannya dengan pertumbuhan. Di antara para psikolog ada yang tidak membedakan antara istilah perkembangan dan pertumbuhan. Bahkan ada yang lebih setuju akan istilah pertumbuhan. Hal ini mungkin untuk menunjukkan bahwa seseorang bertambah dalam berbagai kemampuannya yang bermacam-macam bahwa ia lebih menggalami diferensiasi dan juga bahwa ia pada tingkatan yang lebih tinggi, lebih menggalami integrasi.
Pertumbuhan fisik memang mempengaruhi perkembangan psikologik. Bertambahnya fungsi-fungsi otak misalnya memungkinkan anak dapat tersenyum, berjalan, bercakap-cakapdan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan anak pra sekolah (TK)
2. Bagaimana perkembangaan anak sekolah dasar (SD)
3. Bagaimana perkembangan anak usia menengah (SMP)
4. Bagaimana perkembangan anak usia menengah atas (SMA)
5. Bagaimana teori-teori yang terkait dalam perkembangan anak
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan anak pra sekolah (TK)
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangaan anak sekolah dasar (SD)
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan anak usia menengah (SMP)
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan anak usia menengah atas (SMA)
5. Untuk mengetahui bagaimana teori-teori yang terkait dalam perkembangan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perkembangan Dan Pertumbuhan
Dalam kehidupan anak itu ada dua proses yang beroperasi secara kontiniu, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Keduaproses ini berlangsung secara interdependen, saling bergantung satu sama lainnya. Kedua proses itu tidak bisa dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang murni berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan dalam maksud yang lebih mudah untuk dipahami.Pertumbuhan bisa didefenisikan sabagai perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak yang sehat, dalam passage/ peredaran waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan pula sebagai proses transmisi dari konstitusi fisik.[1]
Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu, yaitu suatu proses yang menuju ke depan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Dalam perkembangan person terjadi perubahan-perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. Perkembangan ada kesamaanya dengan pertumbuhan.diantara para psikolog ada yang tidak membedakan antara istilah perkembangan dan pertumbuhan bahkan ada yang lebih setuju akan istilah pertumbuhan. Hal ini mungkin untuk menunjukkan bahwa seseorang bertambah dam berbagai kemampuannya yang bermacam-macam bahwa ia lebih mengalami diferensiasi dan juga bahwa ia pada tingkatan yang lebih tinggi, lebih mengalami integrasi.
Pertumbuhan fisik memang mempengaruhi perkembangan psikologik. Bertambahnya fungdi-fungsi otak misalnya memungkinkan anak dapat tersenyum, berjalan, bercakap-cakap dan lain sebagainya, kemampuan berfungsi dalam tingkat yang lebih tinggi ini sebagai hasil pertumbuhan. Perkembangan juga berhubungan dengan proses belajar. Terutama mengenai isinya, yaitu mengenai apa yang akan berkembang berkaitan dengan tingkah belajar.[2]
B. Perkembangan Anak Pra Sekolah
Anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun menurut Biechler dan snowman. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak (3 bulan- 5 tahun) dan kelompok bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak.
Menurut teori Erik Erikson yang membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan btitik berat pada perkembangan psikososial tahapan 0-1 tahun, berada pada tahapan oral sensorik dengan kritis emosi antara “ trust versus mistrust”, tahapan 3-6 tahun, mereka berada dalam tahapan krisis “autonomy versus shame & doubt (2-3 tahun), “initiative versus guilt” (4-5 tahun) dan tahap usia 6-11 tahun mengalami krisis “industry versus inferiority”.
Dari teori piaget yang membicarakan perkembangan kognitif, perkembangan dari tahapan sensorimotor (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-12 tahun), dan operasional formal (12-15 tahun), maka perkembangan kognitif anak masa prasekolah berada pada tahap praoperasional.
1. Tumbuh dan Berkembang
Tumbuh berarti bertambah dalam ukuran. Tumbuh dapat berarti bahwa sel tumbuh bertambah banyak atau sel tumbuh dalam ukuran. Mengukur pertumbuhan biasanya dilakukan dengan menimbang dan mengukur tubuh anak. Relative, melaksanakan pengukuran ini relative lebih mudah dibandingkan mengukur perkembangan social atau perkembangan kepribadian seseorang.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh jumlah dan macam makanan yang dikonsumsi tubuh. Hubungan antara makanan yang dikonsumsi tubuh dan pertumbuhan badan menjadi perhatian pra ahli gizi. Namun kenyataannya pertumbuhan tubuh tidak hanya dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi saja tetapi juga proses social.
Perkembangan anak tidak sama dengan pertumbuhanya. Keduanya (pertumbuhan dan perkembangan) memang benar saling berkaitan dan dalam penggunaan kedua pengertian tersebut seringkali dikacaukan satu sama lain. Bila pertumbuhan menjelaskan perubahan dalam ukuran, sedangkan perkembangan adalah perubahan dalam kompleksitas.
2. Ciri-ciri tahapan perkembangan berdasarkan aspek perkembangan anak pra sekolah
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya, seiring meningkatnya pertumbuhan tubuh, baik menyangkut berat badan dan tinggi, maupun tenaganya, memungkinkan anak untuk lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungan tanpa bantuan dari oaring tua. Pada usia ini banyak anak pertumbuhan fisiologis seperti pernafasan yang menjadi lebih lambat dan dalam serta denyut jantung lebih lama dan menetap.
Proporsi tubuh juga berubah secara dramatis seperti usia 3 tahun, rata-rata tingginya sekita 80-90 cm dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia 5 tahun tingginya dapat mencapai 100-110 cm. tulang kakinya tumbuh dengan cepat dan tulang-tulang semakin membesar dan kuat, pertumbuhan gigi semakin komplit. Untuk perkembanga fisik anak sangat diperlukan gizi yang cukup seperti protein, vitamin, dan mineral.
b. Perkembangan Jasmani
Pada saaat anak mencapai tahapan prasekolah (3-6 tahun) ada ciri yang jelas berbeda antara anak usia bayi dan anak prasekolah. Perbedaannya terletak dalam penampilan, proporsi tubuh, berat, panjang badan dan keterampilan yang mereka miliki. Contohnya, pada anak prasekolah telah tampak oto0t-otot tubuh yang berkembang dan memungkinkan bagi mereka melakukan berbagai keterampilan
c. Perkembangan Kognitif
Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau berfikir. Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berfikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk mengunakan pengetahuan. Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berfikir. Kemampuan anak untuk mengkordinasikan berbagai cara berfikir untuk menyelesaikan berbagai masalah dapat dipergunakan sebagai tolak ukur pertumbuhan kecerdasan.
d. Perkembangan Bahasa
Sementara anak tumbuh dan berkembang, produk bahasa mereka meningkat dalam kuantitas, keluasan dan kerumitannya. Mempelajari perkembangan bahasa biasanya ditunjukkan pada rangkain dan mempelajari perkembangan dan fakto-faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa sejak usia bayi dan dalam kehidupan selanjutnya.
e. Perkembangan Emosi dan Social
Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Setiap orang akan mempunyai emosi rasa senang, marah, jengkel dalam menghadapi lingkungannya sehari-hari. Pada tahapan ini emosi anak prasekolah lebih rinci, bernuansa atau disebut terdiferensiasi.[3]
3. Strategi Pengayaan Anak
Salah satu batasan pengertian strategi ialah pengaturan suatu aktivitas secara sistematik dari keterkaitan fungsional unsure-unsur manusia, sarana/ prasarana, ruang, dana dan waktu agar dapat berjalan dan berfungsi secara sempurna guna mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif dan efisien. Selanjutnya dapat dibatasi bahwa straregi pengayaan anank-anak TK ialah pengaturajn suatu aktifitas pengayaaan-kuatitatif-kualitatif secara sistematik dan keterkaitan fungsional antara manusia-penyelenggara, kepada TK, guru, anak dan orang tuanya, sarana/prasarana, dana dan waktu belajar-mengajar di TK agar semuanya berjalan dan berfungsi optimal guna mencapai tujuan TK secara efektif dan efisien.
Pengayaan adalah aktifitas tambahan yang diberikan kepada anak yang telah mencapai ketentuan dalam belajar, yang dimaksudkan untuk menambah wawasan atau memperluas pengetahuannya dalam materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Pengayaan anak mencangkup dua arah, yaitu arag vertical dan arah horizontal.Pengayaan vertical dimaksudkan untuk menjadikan anak lebih mantap dan lebih meyakini bahan yang telah dipelajari dengan bahan baru yang lebih tinggi. Sebaliknya pengayaan horizontal dimaksudkan untuk member aktivitas lain, yang lebih terkait dengan konsep atau prinsip dalam materi yang telah dipelajari.[4]
4. Teori Perkembangan Anak Pra Sekolah
a. Teori Differensi
Sejak lama kelengketan dan ketergantunggan dianggap mempunyai arti yang sama. Kenyataanya dua hal ini sangat berbeda satu sama lain. Pada kelekatan maka anak mencari kontak sosial tetapi juga suatu sikap penuh kehangatan dan kasih saying. Dalam hal ini anak mempunyai pilihan terhadap orang-orang tertentu : pertama ibunya, ayahnya atau anggota-anggota keluarga lainnya.
Menurut teori differensi ini anak dianggap relatif mempunyai kelekatan dengan ibunya sampai kurang lebih 6 tahun, baru sesudahnya anak kan mengadakan ikatan-ikatan dengan orang-orangdewasan lain.Dalam teori yang kemudian mengemukakan bahwa sesudah umur 3 tahun kebanyakan anak makin dapat merasa aman dalam situasi asing bersama dengan obyek lekat pengganti, misalnya dengan saudaranya atau gurunya.
b. Teori Parallel
Teori parallel mengenai teori tingkah laku lekat mengatakan bahwa sampai dengan umur satu tahun anak akan mencari obyek lekatnya pada satu orang, biasanya ibunya. Sesudah umur satu tahun maka orang-orang dewasa yang lain atau anak-anak sebaya akan jadi obyek kelekatanya.[5]
C. Perkembangan Anak Sekolah Dasar
Priode usia antara 6-12 tahun merupakan masa peralihan dari masa pra sekolah ke masa sekolah dasar (SD). Masa ini juga dikenal dengan masa peralihan dari kanak-kanak awal ke masa kanak-kanak akhir sampai menjelang masa pra puberitas. Pada umumnya setelah mencapai usia 6 tahun perkembangan jasmani dan rohani anak telah semakin sempurna. Pertumbuhan fisik berkembang pesat dan kondisi kesehatannyapun semakin baik, artina anak menjadi lebih tahan terhadap berbagai situasi yang dapat menyebabkan terganngunya kesehatan mereka.[6]
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah (6/7-9/10 tahun):
1. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi
2. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional
3. Adanya kecendrunggan memuji diri sendiri
4. Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting
6. Pada masa ini (terutama usia 6-8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa meningat apa prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) :
1. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit
2. Sangat realistic, rasa ingin tahu dan belajar
3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
4. Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tudas dan memenuhi keingginanya. Selepas usia ini umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
5. Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
6. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terkait lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.
1. Perkembangan Sosioemosional Peserta Didik
Anak-anak menjelang masuk SD, telah mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih komplek. Anak-anak pada usia sekitar ini, pada dasarnya egosentris dan dunia mereka adalah rumah, keluarga, dan sekolah. Selama duduk di kelas rendah SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka dewasa. Mereka merasa “ saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu”.
Konsentrasi anak mulai tumbuh pada kelas-kelas tinggi SD. Mereka dapat lebih banyak meluangkan waktu untuk tugas-tugas pilihan mereka, dan sering kali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Pada tahap ini terjadi tumbuhnya tindakan mandiri, kerja sama dengan kelompok, dan bertindak menurut cara-cara yang dapat diterima lingkungan. Mereka juga peduli terhadap permainan yang jujur.Selama masa ini anak mulai menilai diri sendiri dengan membandingkannya terhadap orang lain. Anak-anak lebih mudah menggunakan perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma-norma sosial yang sesuai dengan jenis tingkah laku mereka.
Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif, anak pada kelas tinggi SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang dewasa. Pada masa ini tampak perubahan-perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas tinggi SD anak laki-laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Teman-teman mereka menjadi lebih penting dari pada sebelumnya. Mereka menyatakan kesetiakawanan dengan anggota kelompok teman sebaya melalui pakian atau prilaku.
Hubungan antara anak dan guru sering berubah. Di awal-awal tahun kelas tinggi SD, hubungan ini menjadi lebih komplek. Ada siswa yang menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak menceritakan kepada orang tuanya. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka sebagai model. Sementara itu ada anak membantah guru dengan cara-cara yang tidak dibayangkan seperti sebelumnya. Bahkan beberapa anak secara terbuka menentang gurunya.[7]
2. Karakteristik Peserta Didik pada Masa Sekolah Dasar dalam Pembelajaran
Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak.Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas.Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah. Memahami Karakteristik Anak di Sekolah Dasar, Masa usia SD (sekitar 6,0-12,0 ) ini merupakan tahapan perkembangan penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya. Karena itu, guru tidaklah mungkin mengabaikan kehadiran dan kepentingan mereka. Ia akan selalu dituntut untuk memahami betul karakteristik anak di SD.[8]
Bassett, Jacka, dan Logan (1983) mengatakan bahwa karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum adalah :
a. Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi mereka sendiri. Jadi mereka akan mencoba mencari tahu apa yang ingin mereka tahu tentang sesuatu yang mereka dapat dan apa yang terjadi disekitar mereka baik positif maupun negatif. Maka dari itu kita sebagai guru dan orang tua harus dengan baik memahami karakristik anak yang seperti itu supaya mereka tidak terpengaruh oleh hal-hal buruk disekitar mereka.
b. Mereka senang bermain dan lebih suka bergembira / riang,karena anak usia SD tidak harus mendapatkan pelajaran yang terlalu rumit.
c. Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal yang dihadapinya, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru dan tidak akan pernah mau diatur oleh orang lain.
d. Mereka belajar dengan cara mengikuti atau berinisiatif dari apa yang temannya/orang lain dapat. Misal orang tua yang berbicara begini anak pun akan mengikuti apa yang didapatkannya.
3. Teori Piaget
a. Teori perkembangan kongnitif menurut Piaget
Kemampuan kongnitif sejalan dengan kemampuan sel-sel saraf otak. Teori ini dibangun berdasarkan kombinasi sudut pandang psikologi yaitu aliran struktural dan aliran konstruktif. Psikologi struktural yang mewarnai teori kongnitif piaget dapat dikaji dari pandangannya tentang inteligensi yang berkembang melalui perkembangan kualitas struktur kongnitif. Aliran konstruktif terlihat dari pandangan piaget ( 1974) yang menyatakan bahwa anak membangun kemampuan kongnitifnya melalui interaksi dengan dunia sekitarnya.
b. Teori belajar kongnitif
Perkembangan kongnitif individu meliputi empat tahapan yaitu: (1). Sensor motorik (2) Pra oprasional, (3) oprasional kongkret (4) Oprasional formal.
Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahapan perkembangan kongnitif peserta didik, hendaknya diberi kesempatan untuk melakuakan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebayanya dan dibantu dengan pertanyaan dari gurunya yang bertujuan untuk merangsang peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan hal-hal dari lingkungan.
4. Penerapan teori Piaget dalam pendidikan dan pembelajaran
Bertitik tolak dari uraian piaget tentang perkembangan kongnitif maka untuk penerapan teori tersebut di dalam pendidikan perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Lingkungan pendidikan sebaiknya menyediakan berbagai kegiatan yang mendorong perkembangan kongnitif anak. Interaksi anak dengan teman – teman sebayanya adalah perlu karena melalui kegiatan bermain anak akan melakukan berbagai kegitan positif, seperti melakukan eksplorasi, inquiri dan menemukan berbagai hal yang baru atau discovery. Semua aktivitas tersebut memperkaya pengalaman empirik, logika – matematika dan sosial anak.
b. Dalam proses pembelajaran guru perlu mempertimbangkan strategi mengajar yang menghadapkan anak pada peristiwa yang mengandung konflik ketidak pastian, sehingga anak akan memiliki kesadaran terhadap konflik dan ketidak pastian sehingga proses asimilasi, akomodasi dan equilibirium dapat terjadi.
c. Guru yang menerapkan teori kongnitif di dalam proses pembelajaran yang dibinanya perlu menganalisis proses belajar berdasarkan tugas - tugas belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan kongnitif anak sehingga anak dapat berpartisipasi secara akatif di dalam proses belajar tersebut melalui berbagai kegiatan eksplorasi, inquiri, dan discovery.[9]
D. Perkembangan Anak Sekolah Menengah
Peserta didik usia 12-19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. Pertumbuhan dan perubahan fisik sangat nyata pada peserta didik usia ini, baik laki-laki maupun perempuan. Dimensi perkembangan psikoseksual pun mengalami pematangan yang luar biasa.Pubertas adalah waktu perkembangan fisik yang cepat, menandakan akhir masa kanak-kanak dan awal kematangan seksual.
Awal pubertas wanita dan pria berada pada kisaran usia 6 sampai 7 tahun. Perkembangan hormon “ bertanggung jawab ” bagi pengembangan dari kedua karakteristik seks, baik karakteristik seks primer (primary sex characteristics, struktur yang secara langsung berhubungan dengan reproduksi) maupun karakteristik seks sekunder (secondary sex characteristics, struktur yang tidak berhubungan langsung dengan reproduksi).Selama masa kanak-kanak, laki-laki menghasilkan hormon endrogen sama dengan perempuan menghasilkan estrogen. Pada masa pubertas, kelenjar pituitary merangsang perubahan hormon di seluruh tubuh, termasuk dalam kelenjar adrenal, endokrin, dan seksual. Waktu pubertas merupakan hasil dari kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan kesehatan.
Perempuan umumnya mulai pubertas beberapa tahun lebih awal daripada laki-laki, sekitar usia 11-12 tahun. Peningkatan estrogen memicu badan tumbuh tinggi, pinggul melebar, payudara menjadi bulat dan besar, rambut bertumbuh pada kaki, bawah lengan, dan sekitar kelamin, labia menebal, klitoris memanjang, rahim membesar, dan menstruasi. Sekitar usia 12 atau 13 tahun perempuan mulai menstruasi, permulaan menstruasi disebut menarche, pada fase tersebut perempuan sudah siap mengandung/ hamil.Peningkatan kadar hormon testosteron memicu masa pubertas anak laki-laki sekitar 12 hingga 14 tahun. Anak laki-laki menjadi lebih tinggi, lebih berat, dan kuat, suara dalam mereka makin tampak terdengar, bahu melebar, rambut tumbuh di bawah lengan, wajah, sekitar kelamin, dan pada bagian lain dari tubuh, testis menghasilkan sperma, dan penis serta organ reproduksi lainnya membesar.
Anak remaja laki-laki juga dapat mengalami pelepasan “ semen “ pada saat tidur yang disebut emisi nokturnal (nocturnal emissions) atau mimpi basah.Perubahan yang dihasilkan pada masa pubertas dapat berefek luas pada tubuh anak remaja. Perubahan yang drastis ini, termasuk waktu pematangan seksual, dapat menjadi sumber kecemasan dan frustrasi bagi mereka.
Masalah kesehatan remaja sering berkorelasi dengan status sosial ekonomi yang rendah, pola makan yang buruk, dan perawatan kesehatan yang tidak memadai, berani mengambil kegiatan berisiko, masalah kepribadian, dan gaya hidup. Tiga kemungkinan masalah kesehatan utama yaitu gangguan makan, depresi, dan penyalahgunaan zat.Gangguan makan sering muncul akibat keasyikan dengan makanan. Keasyikan dengan makanan ini berdampak paling umum di kalangan remaja, yaitu obesitas (obesity) atau kegemukan. Obesitas disertai dengan potensi stigma sosial, tekanan psikologis, dan masalah kesehatan kronis.
Kebiasaan mengurangi makan untuk menghindari kegemukan atau obesitas pun bisa berbahaya, yaitu dapat menyebabkan anoreksia nervosa (anorexia nervosa) atau kelaparan. Anoreksia yang khas adalah model remaja yang terobsesi dengan membeli makanan, memasak, dan menyiapkan makanan, tetapi sangat sedikit makan. Dia mungkin perfeksionis dan mengalami distorsi persepsial atas bahaya kegemukan, sehingga cenderung “ kelaparan “. Langsing tapi tidak sehat, dan sebagainya.
Erat kaitannya dengan anoreksia adalah bulimia nervosa, berupa gangguan yang mengikuti pola pembersihan makan yang sudah dimakan. Setelah makan sampai kenyang, bulimia muntah, mengambil obat pencahar, atau olahraga keras untuk membakar kalori yang baru saja dikonsumsi.
2. Depresi
Sebanyak 40% remaja memiliki masa depresi (depression), jenis gangguan mood yang ditandai dengan perasaan harga diri rendah dan tak berharga, hilangnya minat dalam aktivitas kehidupan, serta perubahan pola makan dan tidur. Depresi remaja sering disebabkan oleh perubahan hormon, tantangan hidup, atau masalah penampilan.
Konsekuensi nyata dan tragis dari depresi pada remaja adalah bunuh diri. Angka statistik menunjukkan, sekitar 13% remaja dilaporkan setidaknya sekali mencoba bunuh diri. Faktor risiko yang menyebabkan orang yang merasa putus asa untuk bunuh diri adalah “ keasyikan “ bunuh diri.
3. Penyalahgunaan Zat
Beberapa remaja, termasuk peserta didik, menyalahgunakan zat atau obat-obatan terlarang untuk menghindari rasa sakit, mengatasi stres sehari-hari, atau untuk kepentingan “ solidaritas “ dengan rekan-rekannya. Bahkan sebagai simbol mereka telah dewasa, penggunaan alkohol dan tembakau/ nikotin menjadi “ kebiasaan “, karena memang mudah diperoleh dan relatif terjangkau.
Penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) pun sangat marak. Secara keseluruhan masih banyak anak muda merokok, minum minuman keras, dan menggunakan obat-obatan terlarang.
a. Perkembangan Kognitif
Kebanyakan peserta didik mencapai tahap operasi formal (formal operations) versi Piaget pada usia sekitar 12 tahun atau lebih, di mana mereka mengembangkan alat baru untuk memanipulasi informasi. Titik puncak atau jatuh tempo perkembangan kognitif terjadi ketika peserta didik sudah memasuki usia dewasa dan jaringan sosial makin berkembang. Pengalaman duniawi memainkan peran besar dalam mencapai tingkat operasi formal, sebagian peserta didik sesungguhnya cerdas, namun kurang berprestasi (underachiever), akibat tidak mengoptimalkan diri.
Banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa kemampuan rasional yang abstrak dan kritis berkembang melalui proses pendidikan dan pembelajaran, serta pelatihan secara berkelanjutan.
1. Pengembangan Intelektual
Menurut Robert Sternberg, kecerdasan terdiri dari tiga aspek atau dikenal dengan triarkis teori (triarchic theory), yaitu : componentil, experiential, dan contextual. Komponensial adalah aspek kritis, pengalaman adalah aspek berwawasan, dan konstektual adalah aspek praktis.Kecerdasan komponensial (componential Intelligence) yaitu bermakna kemampuan untuk menggunakan strategi pemrosesan informasi internal ketika peserta didik mengidentifikasi dan berpikir tentang pemecahan masalah dan mengevaluasi hasil.
Kecerdasan eksperiensial (experiential Intelligence) adalah kemampuan mentransfer pembelajaran secara efektif untuk memperoleh keterampilan baru. Kecerdasan eksperiensial adalah kemampuan untuk membandingkan informasi lama dan baru, dan untuk menempatkan fakta-fakta bersama dengan cara-cara yang asli.Kecerdasan konstektual (contextual Intelligence) adalah kemampuan untuk menerapkan kecerdasan praktis, termasuk memiliki kepedulian sosial, budaya, dan konteks historis. Individu yang kuat dalam kecerdasan kontekstual dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan mereka, dapat berubah ke lingkungan lainnya, dan bersedia memperbaiki lingkungan m\ereka bila diperlukan.
2. Pengembangan Moral dan Penilaian
Lawrence Kohlberg, mengedepankan suatu teori perkembangan moral manusia dengan tiga tingkat yang terdiri dari enam tahap.
Tingkat pertama, moralitas prakonventional (preconventional morality), harus dilakukan dengan alasan moral dan perilaku didasarkan pada aturan-aturan dan takut dihukum (tahap 1) dan kepentingan non-empatetik (nonempathetic) diri sendiri (tahap 2).
Tingkat kedua, moralitas konvensional (conventional morality), mengacu pada kesesuaian dan membantu orang lain (tahap 3), serta mematuhi hukum dan menjaga ketertiban (tahap 4).
Tingkat ketiga, moralitas pascakonvensional (postconventional morality), terkait dengan sifat relatif menerima dan berubah dari peraturan dan perundang-undangan (tahap 5), serta mengarahkan perhatian hati nurani dengan hak asasi manusia (tahap 6).
Sebagian pengembangan moral peserta didik tergantung pada munculnya empati, rasa malu, dan rasa bersalah. Internalisasi moralitas dimulai dengan empati atau kemampuan untuk memosisikan diri dengan “ rasa sakit atau suka cita “ orang lain. Sebagai bukti bahwa peserta didik meningkat kemampuan kognitif-nya, mereka mampu menimbang konsekuensi dari sudut kepentingan pribadi dan kepentingan orang-orang di sekitar mereka.
b. Orientasi Seksual dan Seksualitas
Peserta didik pada usia sekolah menengah berusaha secara total menemukan satu identitas, berupa perwujudan orientasi seksual (sexual orientation), tercermin dari hasrat seksual, emosional, romantis, dan atraksi kasih sayang.Pada tahun 1940 dan 1950-an, Alfred Kinsey dkk menemukan bahwa orientasi seksual manusia ada di sepanjang kontinum. Kinsey berspekulasi bahwa kategori dari orientasi seksual tidak begitu berbeda. Singkatnya, Kinsey dkk berkesimpulan bahwa dilihat dari ilmu perilaku heteroseksualitas, homoseksualitas, dan biseksual kesemuanya merupakan orientasi seksual yang terpisah namun berhubungan.
Penyebab dari heteroseksualitas, homoseksualitas, dan biseksual belum benar-benar terungkap oleh para peneliti. Teori orientasi seksual itu bisa dikaji dari dimensi biologis, psikologis, sosial, interaksional. Teori fisiologis tradisional berpandangan bahwa homoseksualitas dipicu oleh terlalu sedikit testosteron pada laki-laki dan terlalu banyak testosteron pada perempuan, ketidakseimbangan hormon prenatal, kesalahan biologis kehamilan karena stres ibu, perbedaan dalam struktur otak, serta perbedaan genetik dan pengaruh. Freudian percaya bahwa homoseksualitas berkembang sebagai respons terhadap hubungan keluarga yang bermasalah, seorang ibu yang terlalu sayang dan dominan pada satu sisi dan ayah yang pasif, atau kehilangan satu atau kedua orang tua pada sisi lain.
Peneliti telah menemukan bukti bahwa faktor pembelajaran sosial (sosial-learning) dapat memunculkan pemahaman tertentu mengenai homoseksualitas. Para pendukung teori interaksional (interactional theory) meyakini bahwa homoseksualitas merupakan orientasi seksual yang berkembang dari interaksi kompleks atas faktor-faktor psikologis, sosial, biologis. John Money menjelaskan bahwa tindakan hormon kehamilan pertama pada embrio dan otak janin menciptakan kecenderungan fisiologis menuju orientasi seksual tertentu.
Aktivitas “ seksual “ peserta didik remaja banyak diwarnai oleh pikiran bahwa mereka sedang jatuh cinta kepada satu orang secara khusus untuk waktu yang lama, tetapi mereka (peserta didik) tidak memiliki tingkat kematangan yang diperlukan untuk mempertahankan “ hubungan intim “ dan penuh kasih. Kebanyakan dari orang muda meredakan ketegangan seksual melalui masturbasi, yang pada usia ini dipicu atau termotivasi oleh perilaku erotis.
c. Kenakalan Remaja
Tekanan teman sepermainan atau rekan yang sangat selama masa remaja, kadang-kadang begitu banyak sehingga remaja terlibat dalam tindakan-tindakan antisosial berupa kenakalan remaja (juvenile delinquency). Ada dua kategori kenakalan remaja yaitu :
1. Anak-anak yang melakukan kejahatan dan dihukum sesuai dengan aturan hukum, seperti perampokan, pencurian, dll.
2. Anak-anak yang melakukan tindak pidana yang biasanya tidak dianggap kriminal, seperti membolos, berkelahi, olok mengolok, dll.
Remaja laki-laki biasanya lebih banyak melakukan aksi-aksi kenakalan dibandingkan dengan remaja perempuan. Kemungkinan peserta didik usia remaja yang menjadi remaja nakal lebih banyak ditentukan oleh kurangnya pengawasan orang tua dan disiplin ketimbang status sosial ekonomi.Pemberontakan remaja dapat tumbuh dari ketegangan antara “ keinginan remaja untuk memenuhi kebutuhan secara segera “ dan “ desakan orang tua agar menunda keinginan itu “. Para orang tua yang tidak mampu melakukan pengawasan dan menyosialisasikan “ disiplin diri “ dan “ menakar kemampuan diri “ biasanya akan menimbulkan masalah bagi anak-anaknya dikemudikan hari.
d. Perkembangan dalam sikap Emosional
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama ogran seksual mempengaruhi perkembangan emosi dan dorongan baru yang dialami sebelumnya seperti perasaan cinta. Pada usia remaja awal, perkembanga emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan tempramental. Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai kematang emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Meskipun pada usia remaja kemampuan kognitifnya telah berkembang dengan baik, yang memungkinkannya untuk dapat mengatasi stres atau fluktuasi emosi secara efektif, tetrapi ternyata masih banyak remaja yang belum mampu mengelola emosinya, sehingga mereka banyak mengalami depresi, marah-marah, dan kurang mampu meregulasi emosi. Kondisi ini dapat memicu masalah, seperti kesulitan belajar, penyalahgunaan obat, dan perilaku menyimpang. Dalam suatu penelitian dikemukakan bahwa regulasi emosi sangat penting bagi keberhasilan akademik. Remaja yang sering mengalami emosi yang negarif cenderung memiliki prestasi belajar yang rendah.[10]
E. Perkembangan Anak Sekolah Menengah Atas
1. Perkembangan dalam Sikap Kognitif
Kemampuan kognitif terus berkembang selama masa SMA. Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa SMA tersebut mengarah pada peningkatan potensi. Kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun demikian sejumlah ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi terutama pada masa SMA akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian pelatihan.efisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Sebagai contoh, pada masa dewasa awal terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, menerapkan apa yang sudah diketahui, khususnya dalam hal penentuan karier dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.
2. Perkembangan dalam Sikap Emosional
Pada masa ini, tingkat karateristik emosional akan menjadi drastis tingkat kecepatannya. Gejala-gejala emosional para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai calon pendidik dan pendidik kita harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan perubahan pola tingkah laku dalam perkembangan remaja, serta memahami aspek atau gejala tersebut sehingga kita bisa melakukan komunikasi yang baik dengan remaja. Perkembangan pada masa SMA (remaja) merupakan suatu titik yang mengarah pada proses dalam mencapai kedewasaan. Meskipun sifat kanak-kanak akan sulit dilepaskan pada diri remaja karena pengaruh didikan orang tua.
Perkembangan Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
Psikolog memandang anak usia SMA sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas.
Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa. Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai,bersikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan.Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.[11]
BAB III
PENUTUP
Anak pra sekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun menurut Biechler dan snowman. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah dan kinderganten. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan anak (3 bulan- 5 tahun) dan kelompok bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak. Menurut teori Erik Erikson yang membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan btitik berat pada perkembangan psikososial tahapan 0-1 tahun, berada pada tahapan oral sensorik dengan kritis emosi antara “ trust versus mistrust”, tahapan 3-6 tahun, mereka berada dalam tahapan krisis “autonomy versus shame & doubt (2-3 tahun).
Priode usia antara 6-12 tahun merupakan masa peralihan dari masa pra sekolah ke masa sekolah dasar (SD). Masa ini juga dikenal dengan masa peralihan dari kanak-kanak awal ke masa kanak-kanak akhir sampai menjelang masa pra puberitas. Pada umumnya setelah mencapai usia 6 tahun perkembangan jasmani dan rohani anak telah semakin sempurna. Pertumbuhan fisik berkembang pesat dan kondisi kesehatannyapun semakin baik, artina anak menjadi lebih tahan terhadap berbagai situasi yang dapat menyebabkan terganngunya kesehatan mereka.
Peserta didik usia 12-19 tahun merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. Pertumbuhan dan perubahan fisik sangat nyata pada peserta didik usia ini, baik laki-laki maupun perempuan. Dimensi perkembangan psikoseksual pun mengalami pematangan yang luar biasa. Pubertas adalah waktu perkembangan fisik yang cepat, menandakan akhir masa kanak-kanak dan awal kematangan seksual.
Kemampuan kognitif terus berkembang selama masa SMA. Akan tetapi, bagaimanapun tidak semua perubahan kognitif pada masa SMA tersebut mengarah pada peningkatan potensi. Kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun demikian sejumlah ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi terutama pada masa SMA akhir dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian pelatihan.efisiensi dalam perolehan informasi yang baru.
DAFTAR PUSTAKA
Ambo Enre Abdullah, Pendekata Psikologi Pendidikan Anak, (Yokyakarta: Pustaka Timur, 2006)
F.j Monks, A.M.P Knoers (Universitas Nijmegen Negeri Belanda), Siti Rahayu Haditono (Universitas Gadjah Mada), Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991)
Kartini Kartono, Psikhologi Anak, (Bandung: Penerbit Alumni, 1979)
Lyndon Saputra, Multiple Intelligences, (Howard Gardner, 2003)
Massofa.2008.”Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar(online).(http://massofa.wordpress.com/, diaksses tanggal 18 Maret 2013)
Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra ekolah, (Jakarta: rineka cipta, 2000)
Yudhawati Ratna & Dany Haryanto. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan Jilid I Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011
https://ekobudiprasetyonugroho.wordpress.com/2011/04/02/perkembangan-peserta-didik-periode-sekolah-menengah-atas-sma/
https://iwasumantree.wordpress.com/2013/09/25/perkembangan-peserta-didik-usia-sekolah-menengah/
Hasil refleksi makalah
Anak usia prasekolah merupakan sosok individu, makhluk sosial kultural yang sedang mengalami suatu proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi dan karakteristik tertentu. Usia 3-5 tahun merupakan kurun masa keemasan (the golden age). Di usia ini anak mengalami banyak perubahan fisik, mental, dan sosial dengan variasi karakteristik diantaranya sebagai berikut, berkembangnya konsep diri, munculnya egosentris, rasa ingin tahu, imajinasi, belajar menimbang rasa, munculnya kontrol internal (tubuh), belajar dari lingkungannya, berkembangnya cara berfikir, berkembangnya psikosexsual, berkembangnya kemampuan berbahasa, dan munculnya berbagai macam perilaku.
Pertumbuhan anak usia pra sekolah merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan dan belajar.
Priode usia antara 6-12 tahun merupakan masa peralihan dari masa pra sekolah ke masa sekolah dasar (SD). Masa ini juga dikenal dengan masa peralihan dari kanak-kanak awal ke masa kanak-kanak akhir sampai menjelang masa pra puberitas. Pada umumnya setelah mencapai usia 6 tahun perkembangan jasmani dan rohani anak telah semakin sempurna. Pertumbuhan fisik berkembang pesat dan kondisi kesehatannyapun semakin baik, artina anak menjadi lebih tahan terhadap berbagai situasi yang dapat menyebabkan terganngunya kesehatan mereka. Sedangkan karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum adalah : Pertama, mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi mereka sendiri. Kedua, mereka senang bermain dan lebih suka bergembira / riang,karena anak usia SD tidak harus mendapatkan pelajaran yang terlalu rumit. Ketiga, mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal yang dihadapinya, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru dan tidak akan pernah mau diatur oleh orang lain. Keempat, mereka belajar dengan cara mengikuti atau berinisiatif dari apa yang temannya/orang lain dapat. Misal orang tua yang berbicara begini anak pun akan mengikuti apa yang didapatkannya.
Usia 12-19 tahun (usia menengah) merupakan periode remaja transisi, yaitu periode transisi antara masa kanak-kanak dan usia dewasa. Pertumbuhan dan perubahan fisik sangat nyata pada peserta didik usia ini, baik laki-laki maupun perempuan. Dimensi perkembangan psikoseksual pun mengalami pematangan yang luar biasa. Puberitas adalah waktu perkembangan fisik yang cepat, menandakan akhir masa kanak-kanak dan awal kematangan seksual. Sedangkan perkembangan kognitif kebanyakan peserta didik mencapai tahap operasi formal (formal operations), di mana mereka mengembangkan alat baru untuk memanipulasi informasi. Titik puncak atau jatuh tempo perkembangan kognitif terjadi ketika peserta didik sudah memasuki usia dewasa dan jaringan sosial makin berkembang. Pengalaman duniawi memainkan peran besar dalam mencapai tingkat operasi formal, sebagian peserta didik sesungguhnya cerdas, namun kurang berprestasi (underachiever), akibat tidak mengoptimalkan diri. Perkembangan moral usia remaja tergantung pada munculnya empati, rasa malu, dan rasa bersalah. Internalisasi moralitas dimulai dengan empati atau kemampuan untuk memosisikan diri dengan “ rasa sakit atau suka cita “ orang lain. Aktivitas seksual remaja banyak diwarnai oleh pikiran bahwa mereka sedang jatuh cinta kepada satu orang secara khusus untuk waktu yang lama, tetapi mereka tidak memiliki tingkat kematangan yang diperlukan untuk mempertahankan “ hubungan intim “ dan penuh kasih. Kebanyakan dari orang muda meredakan ketegangan seksual melalui masturbasi, yang pada usia ini dipicu atau termotivasi oleh perilaku erotis. Pemberontakan remaja dapat tumbuh dari ketegangan antara “ keinginan remaja untuk memenuhi kebutuhan secara segera “ dan “ desakan orang tua agar menunda keinginan itu “. Para orang tua yang tidak mampu melakukan pengawasan dan menyosialisasikan “ disiplin diri “ dan “ menakar kemampuan diri “ biasanya akan menimbulkan masalah bagi anak-anaknya dikemudikan hari. Pada usia remaja awal, perkembanga emosinya menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa, emosinya bersifat negatif dan tempramental. Sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai kematang emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya.
Perkembangan Peserta Didik Periode Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebagai individu yang berada pada tahap yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan individu. Ketidakjelasan ini karena mereka berada pada periode transisi, yaitu dari periode kanak-kanak menuju periode orang dewasa. Pada masa tersebut mereka melalui masa yang disebut masa remaja atau pubertas. Umumnya mereka tidak mau dikatakan sebagai anak-anak tapi jika mereka disebut sebagai orang dewasa, mereka secara riil belum siap menyandang predikat sebagai orang dewasa. Ada perubahan-perubahan yang bersifat universal pada masa remaja, yaitu meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis, perubahan tubuh, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial tertentu untuk dimainkannya yang kemudian menimbulkan masalah, berubahnya minat, perilaku, dan nilai-nilai,bersikap mendua (ambivalen) terhadap perubahan.Perubahan-perubahan tersebut akhirnya berdampak pada perkembangan fisik, kognitif, afektif, dan juga psikomotorik mereka.
[1] Kartini Kartono, Psikhologi Anak, (Bandung: Penerbit Alumni, 1979), h. 29
[2]F.j Monks, A.M.P Knoers (Universitas Nijmegen Negeri Belanda), Siti Rahayu Haditono (Universitas Gadjah Mada), Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, (Yokyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), h. 1-2
[3]Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak PraSekolah, (Jakarta: rineka cipta, 2000), h. 18-30
[4]Ambo enre Abdullah, Pendekata Psikologi Pendidikan Anak, (Yokyakarta: Pustaka Timur, 2006), h. 55-59
[5] F.j Monks, A.M.P Knoers (Universitas Nijmegen Negeri Belanda), Siti Rahayu Haditono (Universitas Gadjah Mada)……….h. 94-97
[6]Lyndon Saputra, Multiple Intelligences, (Howard Gardner, 2003), h.167-171
[7]Jamaris, Martini, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Yayasan Penamas Murni: Jakarta, 2010
[8]Massofa.2008.”Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar(online).(http://massofa.wordpress.com/, diaksses tanggal 18 Maret 2013)
[9]Yudhawati Ratna & Dany Haryanto. Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan Jilid I Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011
[10]https://iwasumantree.wordpress.com/2013/09/25/perkembangan-peserta-didik-usia-sekolah-menengah/
[11]https://ekobudiprasetyonugroho.wordpress.com/2011/04/02/perkembangan-peserta-didik-periode-sekolah-menengah-atas-sma/
Komentar
Posting Komentar