Inilah 7 Mantan Pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang Paling Ditakuti
Setelah deklarasi Aceh Merdeka oleh Teungku Hasan di Tiro di Gunung Halimon, Pidie pada 4 Desember 1976, kita cukup banyak mendengar cerita-cerita heroik pejuang Gerakan Aceh Merdeka. Kita mendengar cerita keberanian, kebal peluru dan ilmu bisa menghilang. Keahlian ini yang membuat mereka sangat ditakuti oleh TNI dan disegani oleh masyarakat. Untuk mereka para pejuang GAM ini, masyarakat menyebutnya sebagai awak ateuh atau orang dari gunung, yang menunjukkan para pejuang GAM ini bergerilya di hutan-hutan Aceh. Ini beberapa pejuang yang namanya sempat berkibar di Aceh dan sangat dicari oleh aparat keamanan.
1. Surya Darma alias Robert
Tahun 90-an, Surya Darma atau Robert sangat terkenal di Aceh. Dia pejuang GAM yang sangat ditakuti dan diburu oleh aparat keamanan saat itu. Foto-fotonya bersama para pejuang GAM lainnya begitu mudah kita temukan di pos kamling. Dia gencar beraksi pada 1989-1992 di kawasan Aceh Timur dan Aceh Utara.
Tapi, siapa sebenarnya Robert? Dia merupakan putra Minang asli, yang lahir di Lampaseh, Banda Aceh, dengan nama Surya Darma. Pada tahun 1985, prajurit satu dari Batalyon 113 Kota Bakti, Pidie ini pernah dikirim oleh kesatuannya ke Timor Timur (kini Timur Leste) untuk memerangi pasukan Fretelin.
Konon, sepulang dari Timor Timur, Robert membuat ulah memukul anggota Polisi Militer saat nonton di Bioskop Beringin. Atas ulahnya tersebut, Robert dihukum oleh komandannya dan sempat dititipkan di LP Sigli. Setahun kemudian, Robert kembali membuat heboh dengan membobol kas berisi uang kontan bernilai ratusan juta rupiah milik PT Arun. Karena terus bikin ulah, Robert akhirnya dikeluarkan dari dinas militer.
Sejak lama Robert bersimpati pada perjuangan GAM. Ketika ditahan bersama tahanan GAM di sebuah sel di Batalyon 113 Kota Bakti, Robert melihat para pejuang GAM tetap Salat walau di penjara. “ABRI yang digaji pemerintah malah berjudi, minum minuman keras. Sejak itu saya tertarik dan terlibat dalam GAM. Banyak anggota ABRI juga bersimpati pada GAM,” kata Robert dalam sebuah wawancara dengan Majalah Forum Keadilan, 11 Januari 1999.
Suatu kali, setelah memukul seorang Camat di Batee, Pidie, Robert bersama Arjuna berhasil meloloskan diri dari kejaran aparat. Dia pun memilih lari ke Malaysia. Pada Tahun 1993, Robert dihukum mati secara in absentia oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe.
2. Arjuna
Selain Robert, pejuang GAM yang namanya berkibar antara tahun 1989-1992 adalah Arjuna. Beda dengan Robert, Arjuna adalah eks Libya (1988-1989), dan dikenal sangat berani serta ahli merancang serangan. Dia pun termasuk intelektual GAM, jebolan dari Fakultar Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala. Tak heran, setahun setelah bergabung dengan GAM, Arjuna dipercaya menjadi komandan pasukan GAM Wilayah Pidie.
Arjuna termasuk angkatan terakhir (1989/1990) yang dikirim berlatih militer ke Libya bersama Ahmad Kandang. Sementara angkatan pertama yang berlatih di Libya yaitu Muzakkir Manaf juga Ismail Syahputra, juru bicara ASNLF GAM yang diculik di Medan.
Di dalam pasukan GAM, Arjuna dikenal dengan nama Rambo, tokoh film Hollywood dalam perang Vietnam. Ini wajar karena lelaki brewok ini sangat lihat dalam taktik perang gerilya. Dia masuk list aktivis GAM yang paling diburu aparat keamanan. Merasa tak aman terus berada di Aceh setelah terlibat pemukulan seorang Camat di Batee, Pidie, Arjuna meloloskan diri ke Malaysia tahun 1992. Di sana ia bekerja serabutan.
Terakhir pada 1997, dia pulang ke Aceh. Ia masuk lewat Pelabuhan Peureulak Aceh Timur yang relatif sepi dari ingar bingar pergolakan. Ia kembali ke Bireuen sebentar, dan selanjutnya hijrah ke Bekasi. Ia memilih menjadi pedagang kelontong dan sayuran di Pasar Bekasi. Garis perjuangannya pun melunak. Terakhir ketika pulang ke Bireuen sekitar tahun 2001, Arjuna dieksekusi. Konon dilakukan oleh gerakan yang dulu pernah dibelanya.
3. Ahmad Kandang
http://www.fauzulmustaqim.com/
Nama aslinya Muhammad Rasyid. Tapi dia lebih dikenal dengan nama Ahmad Kandang. Pasalnya, ia lahir dan tinggal di Desa Meunasah Blang Kandang, Muara Dua, Aceh Utara.
Akhir Desember 1998, Ahmad Kandang menjadi pentolan GAM paling dicari aparat keamanan. Ia dituding sebagai dalang pembunuhan sejumlah anggota ABRI. Hal itu pula yang mendorong ABRI (kini TNI) melancarkan Operasi Wibawa ’99 yang menjadikan Aceh sebagai medan perang. Sebagai operator lapangan, tak mudah bagi TNI menangkap Ahmad Kandang. Ia dilindungi oleh pasukan dan masyarakat Kandang.
Ahmad Kandang dikenal sebagai Robinhood-nya Aceh. Pelaku utama pembobolan Bank Central Asia (BCA) Lhokseumawe pada Februari 1997 ini sangat dicintai masyarakat. Ia sering membagi rezeki kepada penduduk di kampungnya. Ini pula yang membuatnya selalu dijaga oleh masyarakat.
Pada pertengahan November 1998, misalnya, saat sepasukan Brimob telah mengepung rumah Ahmad Kandang, mereka tak berani menembak panglima GAM Pasee tersebut karena di dalam rumah tempat persembunyiaan Ahmad ada ibu dan bayi. Warga bahkan membentuk pagar betis untuk melindunginya. Kesempatan itu digunakan oleh pejuang ini untuk kabur dan melarikan diri.
Ahmad Kandang dikenal ahli perakit bom. Banyak bom yang dipasang untuk menghadang laju operasi TNI dibuat olehnya. Tapi, nasibnya tragis, karena dia meninggal karena bom yang dirakitnya meledak. Padahal, bom itu dia siapkan untuk menghadang iring-iringan TNI.
4. Ishak Daud
Selain Ahmad Kandang, nama tokoh GAM yang juga paling diburu aparat keamanan adalah Teungku Ishak bin Muhammad Daud atau lebih dikenal dengan Ishak Daud. Penglima GAM Wilayah Peureulak ini punya postur tubuh tinggi-tegap. Wajahnya juga ganteng dan mirip bintang film India.
Ishak lahir di Desa Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada 12 Januari 1960. Ia adalah anak pertama dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku Basyah dan Nuriah. Semasa kecil, Ishak tinggal di lingkungan desa yang rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Ayahnya bekerja sebagai nelayan sedang ibunya berjualan kue.
Merasa tidak pernah puas dengan kondisi itu, pada awal tahun 1984, pada usia 24 tahun, Ishak memutuskan merantau ke Malaysia. Di negeri jiran itu, Ishak Daud bekerja serampangan, sebagai kuli bangunan atau penjaga restoran. Karena tak tahan hidup seperti itu di Malaysia, Ishak Daud memutuskan merantau ke Singapore. Apalagi banyak orang Aceh di negeri singa itu. Sama seperti di Malaysia, Ishak Daud juga bekerja serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir angkutan. Di Singapore pula Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka, apalagi saat itu banyak aktivis Aceh Merdeka menggelar pertemuan politik. Praktis, selama bekerja di Singapore Ishak sering mengikuti pertemuan tersebut. Ini pula yang membuka wawasannya tentang sejarah Aceh.
Pada Juni 1987, Ishak akhirnya disumpah oleh Tengku Abdullah Musa sebagai anggota GAM. Apalagi Hasan Tiro yang mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda Aceh untuk dididik pendidikan militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk dalam rombongan 40 orang pemuda Aceh yang dikirim ke Libya.
Sepulang dari Libya, Ishak Daud singgah di Singapore. Hanya 12 hari di sana, Ishak Daud pun memutuskan pulang ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai. Dari sana ia naik bus dan kembali ke kampung halamannya di Idi Rayeuk. Awalnya dia bekerja sebagai pedagang Ikan dan diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat GAM.
Ishak termasuk tokoh pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di Gunung Halimun, Pidie, yang dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.
Pada 20 Mei 1990, Ishak Daud menyerang pos ABRI di Buloh Blang Ara, Aceh Utara. Dalam penyerangan itu, dua tentara dan seorang pelajar SMP meninggal. Kelompok Ishak Daud juga berhasil mengambil 22 pucuk senjata M-16 dan senjata jenis Minimi. Untuk ulahnya tersebut, Ishak Daud divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Sidangnya digelar di Sabang karena dalam beberapa persidangan sebelumnya, Ishak Daud selalu dielu-elukan oleh simpatisannya. Saat itu, Ishak disebut-sebut sebagai Kepala Biro Penerangan Aceh Merdeka.
Namun, Ishak Daud hanya sempat menjalani hukuman dua tahun saja, karena pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, 21 Mei 2000, Ishak Daud dibebaskan. Ishak memutuskan kembali bergabung dengan GAM, posisi terakhirnya sebagai Panglima GAM Wilayah Peureulak-Teumieng. Ishak meninggal dalam sebuah penyergapan oleh TNI pada akhir tahun 2003.
5. Teungku Abdullah Syafie
http://www.fauzulmustaqim.com/
Teungku Abdullah Syafie atau Teungku Lah adalah Panglima GAM yang sangat karismatik, disegani kawan dan ditakuti lawan. Di kalangan pasukannya Teungku Lah dikenal sangat tegas namun sopan. Ia juga santun dan bersahaja. Saya merasakan kebersahajaannya ketika suatu kali menjumpainya di sebuah kampung di Glumpang Baro, Pidie. Dia sangat ramah. Saya disapanya ‘Aneuk Muda’. Selama tiga jam lebih saya duduk dan berbicara dengannya. Kebetulan Teungku Lah sedang beristirahat di kampung saya waktu itu. Rasa kagum saya pada sosok yang sangat dicintai pasukannya itu setelah beliau berceramah di masjid kampung saya.
Teungku Lah adalah pemimpin sayap militer GAM. Dia pernah menjabat sebagai Panglima GAM Wilayah Pidie, dan terakhir sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka seluruh Sumatera. Konon, lebih 20 tahun Teungku Lah memimpin gerilyawan GAM di kawasan Bireuen.
Teungku Lah tidak mendapat pendidikan militer di Libya, seperti Arjuna atau Ahmad Kandang. Inilah yang membuatnya tidak begitu suka dengan penggunaan kekerasan dalam berjuang. Kekuatan senjata hanya untuk mempertahankan diri. Hal ini pula yang membuat Teungku Lah sangat dihormati oleh tentara musuh.
Teungku Lah lahir di Desa Matanggeulumpang Dua, Bireuen. Ia hanya sempat bersekolah hingga kelas tiga di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Keluar dari sekolah tersebut, Teungku Lah memilih belajar agama di sejumlah Pesantren di Aceh. Teungku Lah mulai terlibat GAM pada awal 1980 (ada juga kabar yang menyebutkan, Teungku Lah bergabung dengan GAM sehari sebelum Hasan Tiro memproklamirkan GAM di Gunong Halimon).
Sebenarnya, masa muda Teungku Lah termasuk unik. Ia banyak terlihat dalam dunia teater bersama group Jeumpa. Sangat jauh dari kesan militer. Tetapi, belakangan, hal ini sangat membantu Teungku Lah dalam hal penyamaran. Mobilitas Teungku Lah tak terdeteksi. Orang Aceh menyebut Teungku Lah punya ileume peurabon (ilmu bisa menghilangkan diri). Teungku Abdullah Syafie meninggal dunia pada 22 Januari 2002 di Jiem-Jiem, Bandar Baru, Pidie dalam sebuah penyergapan oleh TNI. Sang istri dan lima pasukannya ikut syahid dalam penyerangan tersebut.
Sebelum meninggal, Teungku pernah membuat wasiat, “Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar mensyahidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apapun apabila negeri ini (Aceh) merdeka”.
6. Abu Arafah
http://www.fauzulmustaqim.com/
Teungku Abdul Meuthalib atau yang lebih terkenal dengan Abu Arafah adalah Panglima GAM Wilayah Meureuhom Daya. Wilayah operasional GAM Meureuhom Daya dalam struktur wilayah Gerakan Aceh Merdeka meliputi Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, hingga Arongan, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat.
Abu Arafah dikenal militan karena sering kali menyerang patroli TNI di Gunung Geureutee, Aceh Jaya. Dia sering-kali mengultimatun pasukan TNI agar tidak melintasi wilayah kekuasaannya, mulai dari Lhoong, Aceh Besar hingga Arongan. Setiap penyerangan yang terjadi terhadap TNI di lintasan pegunungan itu diklaim dilakukan oleh pihaknya. Suatu kali, pasukannya menyerang pasukan pengamanan bahan logistik TNI BKO Kecamatan Jaya yang mengakibatkan Prada Suprianto, anggota TNI dari Kesatuan 320/Siliwangi luka parah.
“Kita memang mempersiapkan serangan itu, untuk mengingatkan mereka agar jangan menakali masyarakat,” kata Arafah kepada media ketika itu.
Abu Arafah juga mengajak TNI berperang secara terbuka dengan pasukannya. Pasalnya, setiap selesai kontak senjata dengan GAM, aparat TNI/Polri sering mengasari masyarakat. Namun, ajakan perang tersebut mendapat larangan dari ulama, apalagi seruan tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan. Para ulama cemas, karena Abu Arafah mengancam akan menyerang pos TNI jika tak mau meladeni ajakan berperang di lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk.
“Kami menghormati dan menghargai imbauan ulama dan tokoh masyarakat itu sepanjang pihak TNI/Polri tidak mengganggu dan menindak masyarakat secara kasar,” kata juru bicara AGAM Wilayah Meureuhom Daya, Abu Tausi, mewakili Abu Arafah.
Abu Arafah meninggal dunia dalam kontak senjata dengan pasukan TNI di Aceh Jaya, pada 10 Oktober 2002. Panglima legendaris GAM Meureuhom Daya ini dikebumikan di kampung halamannya, Krueng Tunong, pada Jumat (11/10/2002) sore.
Sekalipun Abu Arafah meninggal, namun GAM Wilayah Meureuhom Daya tetap menyembunyikan informasi meninggalnya panglima yang sangat mereka hormati itu. Hal ini dilakukan agar tidak meruntuhkan mental para pasukan di lapangan.
7. Saiful alias Cagee
Amiruddin atau Saiful alias Cagee bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1998. Ketertarikannya bergabung dengan GAM setelah berkenalan dengan Mirik, Saiful alias Cage masih sebagai prajurit biasa di kamp 09 (kosong sikureung) Palu Beueh Awee Geutah. Saat itu, petinggi GAM di kawasan itu adalah Husaini Franco, Razali dan beberapa orang lainnya. Sekali pun masih baru dalam GAM, Cagee sudah dikenal sangat berani dan nekat.
Cagee menjadi komandan operasi khusus pada tahun 2002, karena sangat senang bertempur. Pasukan ini dibentuk tahun 2001 oleh GAM Daerah III Batee Iliek. Pada tahun 2002 pula, Cagee membentuk kamp Gurkha di Gampong Darul Aman, Peusangan Selatan. Tapi karena kondisi makin genting, dia memecah pasukannya menjadi tujuh regu, dua di antaranya bernama regu Singa Bate (dengan komandannya Mirik) dan regu Geubina yang dikomandani oleh Obeng. Setelah CoHA, Cagee menyatukan kembali pasukannya di Gurkha, agar pasukan GAM tidak tersebar-sebar.
Cagee yang dikenal pemberani ini pernah membanting stempel KPA Wilayah Bireuen di hadapan para petinggi GAM setelah mengusung Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2012. Entah karena sikapnya tersebut, pada Jumat (22/07/12) Cagee ditembak mati di depan tokonya, Gurkha, di Matanggeulumpang Dua, Bireuen.
Selain nama-nama di atas, sebenarnya, masih cukup banyak pejuang GAM yang legendaris dan ditakuti oleh TNI, seperti Ayah Muni (panglima operasi wilayah GAM Aceh Besar), Abu Hendon, panglima GAM Wilayah Deli yang meledakkan bom di kota Medan, atau Keuchik Umar, panglima GAM di Pidie. Ada juga Udin Cobra, komandan operasi GAM di Pidie yang dikenal sangat jago taekwondo, Pawang Rasyid yang namanya sangat dikenal di kawasan Geumpang dan Tangse, Rahman Paloh di Pasee yang pernah menembak pesawat tempur TNI dari pucuk pohon kelapa, Teungku Bari, komandan operasi GAM Batee Iliek, dan masih banyak lagi. Mudah-mudahan nanti kita punya waktu menulis tentang mereka secara panjang lebar, sebagai bagian dari mengingat mereka. [Dikutip dari www.jumpueng.blogspot.com ]
1. Surya Darma alias Robert
Tahun 90-an, Surya Darma atau Robert sangat terkenal di Aceh. Dia pejuang GAM yang sangat ditakuti dan diburu oleh aparat keamanan saat itu. Foto-fotonya bersama para pejuang GAM lainnya begitu mudah kita temukan di pos kamling. Dia gencar beraksi pada 1989-1992 di kawasan Aceh Timur dan Aceh Utara.
Tapi, siapa sebenarnya Robert? Dia merupakan putra Minang asli, yang lahir di Lampaseh, Banda Aceh, dengan nama Surya Darma. Pada tahun 1985, prajurit satu dari Batalyon 113 Kota Bakti, Pidie ini pernah dikirim oleh kesatuannya ke Timor Timur (kini Timur Leste) untuk memerangi pasukan Fretelin.
Konon, sepulang dari Timor Timur, Robert membuat ulah memukul anggota Polisi Militer saat nonton di Bioskop Beringin. Atas ulahnya tersebut, Robert dihukum oleh komandannya dan sempat dititipkan di LP Sigli. Setahun kemudian, Robert kembali membuat heboh dengan membobol kas berisi uang kontan bernilai ratusan juta rupiah milik PT Arun. Karena terus bikin ulah, Robert akhirnya dikeluarkan dari dinas militer.
Sejak lama Robert bersimpati pada perjuangan GAM. Ketika ditahan bersama tahanan GAM di sebuah sel di Batalyon 113 Kota Bakti, Robert melihat para pejuang GAM tetap Salat walau di penjara. “ABRI yang digaji pemerintah malah berjudi, minum minuman keras. Sejak itu saya tertarik dan terlibat dalam GAM. Banyak anggota ABRI juga bersimpati pada GAM,” kata Robert dalam sebuah wawancara dengan Majalah Forum Keadilan, 11 Januari 1999.
Suatu kali, setelah memukul seorang Camat di Batee, Pidie, Robert bersama Arjuna berhasil meloloskan diri dari kejaran aparat. Dia pun memilih lari ke Malaysia. Pada Tahun 1993, Robert dihukum mati secara in absentia oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe.
2. Arjuna
Selain Robert, pejuang GAM yang namanya berkibar antara tahun 1989-1992 adalah Arjuna. Beda dengan Robert, Arjuna adalah eks Libya (1988-1989), dan dikenal sangat berani serta ahli merancang serangan. Dia pun termasuk intelektual GAM, jebolan dari Fakultar Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala. Tak heran, setahun setelah bergabung dengan GAM, Arjuna dipercaya menjadi komandan pasukan GAM Wilayah Pidie.
Arjuna termasuk angkatan terakhir (1989/1990) yang dikirim berlatih militer ke Libya bersama Ahmad Kandang. Sementara angkatan pertama yang berlatih di Libya yaitu Muzakkir Manaf juga Ismail Syahputra, juru bicara ASNLF GAM yang diculik di Medan.
Di dalam pasukan GAM, Arjuna dikenal dengan nama Rambo, tokoh film Hollywood dalam perang Vietnam. Ini wajar karena lelaki brewok ini sangat lihat dalam taktik perang gerilya. Dia masuk list aktivis GAM yang paling diburu aparat keamanan. Merasa tak aman terus berada di Aceh setelah terlibat pemukulan seorang Camat di Batee, Pidie, Arjuna meloloskan diri ke Malaysia tahun 1992. Di sana ia bekerja serabutan.
Terakhir pada 1997, dia pulang ke Aceh. Ia masuk lewat Pelabuhan Peureulak Aceh Timur yang relatif sepi dari ingar bingar pergolakan. Ia kembali ke Bireuen sebentar, dan selanjutnya hijrah ke Bekasi. Ia memilih menjadi pedagang kelontong dan sayuran di Pasar Bekasi. Garis perjuangannya pun melunak. Terakhir ketika pulang ke Bireuen sekitar tahun 2001, Arjuna dieksekusi. Konon dilakukan oleh gerakan yang dulu pernah dibelanya.
3. Ahmad Kandang
http://www.fauzulmustaqim.com/
Nama aslinya Muhammad Rasyid. Tapi dia lebih dikenal dengan nama Ahmad Kandang. Pasalnya, ia lahir dan tinggal di Desa Meunasah Blang Kandang, Muara Dua, Aceh Utara.
Akhir Desember 1998, Ahmad Kandang menjadi pentolan GAM paling dicari aparat keamanan. Ia dituding sebagai dalang pembunuhan sejumlah anggota ABRI. Hal itu pula yang mendorong ABRI (kini TNI) melancarkan Operasi Wibawa ’99 yang menjadikan Aceh sebagai medan perang. Sebagai operator lapangan, tak mudah bagi TNI menangkap Ahmad Kandang. Ia dilindungi oleh pasukan dan masyarakat Kandang.
Ahmad Kandang dikenal sebagai Robinhood-nya Aceh. Pelaku utama pembobolan Bank Central Asia (BCA) Lhokseumawe pada Februari 1997 ini sangat dicintai masyarakat. Ia sering membagi rezeki kepada penduduk di kampungnya. Ini pula yang membuatnya selalu dijaga oleh masyarakat.
Pada pertengahan November 1998, misalnya, saat sepasukan Brimob telah mengepung rumah Ahmad Kandang, mereka tak berani menembak panglima GAM Pasee tersebut karena di dalam rumah tempat persembunyiaan Ahmad ada ibu dan bayi. Warga bahkan membentuk pagar betis untuk melindunginya. Kesempatan itu digunakan oleh pejuang ini untuk kabur dan melarikan diri.
Ahmad Kandang dikenal ahli perakit bom. Banyak bom yang dipasang untuk menghadang laju operasi TNI dibuat olehnya. Tapi, nasibnya tragis, karena dia meninggal karena bom yang dirakitnya meledak. Padahal, bom itu dia siapkan untuk menghadang iring-iringan TNI.
4. Ishak Daud
Selain Ahmad Kandang, nama tokoh GAM yang juga paling diburu aparat keamanan adalah Teungku Ishak bin Muhammad Daud atau lebih dikenal dengan Ishak Daud. Penglima GAM Wilayah Peureulak ini punya postur tubuh tinggi-tegap. Wajahnya juga ganteng dan mirip bintang film India.
Ishak lahir di Desa Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada 12 Januari 1960. Ia adalah anak pertama dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku Basyah dan Nuriah. Semasa kecil, Ishak tinggal di lingkungan desa yang rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Ayahnya bekerja sebagai nelayan sedang ibunya berjualan kue.
Merasa tidak pernah puas dengan kondisi itu, pada awal tahun 1984, pada usia 24 tahun, Ishak memutuskan merantau ke Malaysia. Di negeri jiran itu, Ishak Daud bekerja serampangan, sebagai kuli bangunan atau penjaga restoran. Karena tak tahan hidup seperti itu di Malaysia, Ishak Daud memutuskan merantau ke Singapore. Apalagi banyak orang Aceh di negeri singa itu. Sama seperti di Malaysia, Ishak Daud juga bekerja serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir angkutan. Di Singapore pula Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka, apalagi saat itu banyak aktivis Aceh Merdeka menggelar pertemuan politik. Praktis, selama bekerja di Singapore Ishak sering mengikuti pertemuan tersebut. Ini pula yang membuka wawasannya tentang sejarah Aceh.
Pada Juni 1987, Ishak akhirnya disumpah oleh Tengku Abdullah Musa sebagai anggota GAM. Apalagi Hasan Tiro yang mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda Aceh untuk dididik pendidikan militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk dalam rombongan 40 orang pemuda Aceh yang dikirim ke Libya.
Sepulang dari Libya, Ishak Daud singgah di Singapore. Hanya 12 hari di sana, Ishak Daud pun memutuskan pulang ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai. Dari sana ia naik bus dan kembali ke kampung halamannya di Idi Rayeuk. Awalnya dia bekerja sebagai pedagang Ikan dan diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat GAM.
Ishak termasuk tokoh pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di Gunung Halimun, Pidie, yang dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.
Pada 20 Mei 1990, Ishak Daud menyerang pos ABRI di Buloh Blang Ara, Aceh Utara. Dalam penyerangan itu, dua tentara dan seorang pelajar SMP meninggal. Kelompok Ishak Daud juga berhasil mengambil 22 pucuk senjata M-16 dan senjata jenis Minimi. Untuk ulahnya tersebut, Ishak Daud divonis 20 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Sidangnya digelar di Sabang karena dalam beberapa persidangan sebelumnya, Ishak Daud selalu dielu-elukan oleh simpatisannya. Saat itu, Ishak disebut-sebut sebagai Kepala Biro Penerangan Aceh Merdeka.
Namun, Ishak Daud hanya sempat menjalani hukuman dua tahun saja, karena pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid, 21 Mei 2000, Ishak Daud dibebaskan. Ishak memutuskan kembali bergabung dengan GAM, posisi terakhirnya sebagai Panglima GAM Wilayah Peureulak-Teumieng. Ishak meninggal dalam sebuah penyergapan oleh TNI pada akhir tahun 2003.
5. Teungku Abdullah Syafie
http://www.fauzulmustaqim.com/
Teungku Abdullah Syafie atau Teungku Lah adalah Panglima GAM yang sangat karismatik, disegani kawan dan ditakuti lawan. Di kalangan pasukannya Teungku Lah dikenal sangat tegas namun sopan. Ia juga santun dan bersahaja. Saya merasakan kebersahajaannya ketika suatu kali menjumpainya di sebuah kampung di Glumpang Baro, Pidie. Dia sangat ramah. Saya disapanya ‘Aneuk Muda’. Selama tiga jam lebih saya duduk dan berbicara dengannya. Kebetulan Teungku Lah sedang beristirahat di kampung saya waktu itu. Rasa kagum saya pada sosok yang sangat dicintai pasukannya itu setelah beliau berceramah di masjid kampung saya.
Teungku Lah adalah pemimpin sayap militer GAM. Dia pernah menjabat sebagai Panglima GAM Wilayah Pidie, dan terakhir sebagai Panglima Gerakan Aceh Merdeka seluruh Sumatera. Konon, lebih 20 tahun Teungku Lah memimpin gerilyawan GAM di kawasan Bireuen.
Teungku Lah tidak mendapat pendidikan militer di Libya, seperti Arjuna atau Ahmad Kandang. Inilah yang membuatnya tidak begitu suka dengan penggunaan kekerasan dalam berjuang. Kekuatan senjata hanya untuk mempertahankan diri. Hal ini pula yang membuat Teungku Lah sangat dihormati oleh tentara musuh.
Teungku Lah lahir di Desa Matanggeulumpang Dua, Bireuen. Ia hanya sempat bersekolah hingga kelas tiga di Madrasah Aliyah Negeri Peusangan. Keluar dari sekolah tersebut, Teungku Lah memilih belajar agama di sejumlah Pesantren di Aceh. Teungku Lah mulai terlibat GAM pada awal 1980 (ada juga kabar yang menyebutkan, Teungku Lah bergabung dengan GAM sehari sebelum Hasan Tiro memproklamirkan GAM di Gunong Halimon).
Sebenarnya, masa muda Teungku Lah termasuk unik. Ia banyak terlihat dalam dunia teater bersama group Jeumpa. Sangat jauh dari kesan militer. Tetapi, belakangan, hal ini sangat membantu Teungku Lah dalam hal penyamaran. Mobilitas Teungku Lah tak terdeteksi. Orang Aceh menyebut Teungku Lah punya ileume peurabon (ilmu bisa menghilangkan diri). Teungku Abdullah Syafie meninggal dunia pada 22 Januari 2002 di Jiem-Jiem, Bandar Baru, Pidie dalam sebuah penyergapan oleh TNI. Sang istri dan lima pasukannya ikut syahid dalam penyerangan tersebut.
Sebelum meninggal, Teungku pernah membuat wasiat, “Jika pada suatu hari nanti Anda mendengar berita bahwa saya telah syahid, janganlah saudara merasa sedih dan patah semangat. Sebab saya selalu bermunajat kepada Allah SWT agar mensyahidkan saya apabila kemerdekaan Aceh telah sangat dekat. Saya tak ingin memperoleh kedudukan apapun apabila negeri ini (Aceh) merdeka”.
6. Abu Arafah
http://www.fauzulmustaqim.com/
Teungku Abdul Meuthalib atau yang lebih terkenal dengan Abu Arafah adalah Panglima GAM Wilayah Meureuhom Daya. Wilayah operasional GAM Meureuhom Daya dalam struktur wilayah Gerakan Aceh Merdeka meliputi Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, hingga Arongan, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat.
Abu Arafah dikenal militan karena sering kali menyerang patroli TNI di Gunung Geureutee, Aceh Jaya. Dia sering-kali mengultimatun pasukan TNI agar tidak melintasi wilayah kekuasaannya, mulai dari Lhoong, Aceh Besar hingga Arongan. Setiap penyerangan yang terjadi terhadap TNI di lintasan pegunungan itu diklaim dilakukan oleh pihaknya. Suatu kali, pasukannya menyerang pasukan pengamanan bahan logistik TNI BKO Kecamatan Jaya yang mengakibatkan Prada Suprianto, anggota TNI dari Kesatuan 320/Siliwangi luka parah.
“Kita memang mempersiapkan serangan itu, untuk mengingatkan mereka agar jangan menakali masyarakat,” kata Arafah kepada media ketika itu.
Abu Arafah juga mengajak TNI berperang secara terbuka dengan pasukannya. Pasalnya, setiap selesai kontak senjata dengan GAM, aparat TNI/Polri sering mengasari masyarakat. Namun, ajakan perang tersebut mendapat larangan dari ulama, apalagi seruan tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan. Para ulama cemas, karena Abu Arafah mengancam akan menyerang pos TNI jika tak mau meladeni ajakan berperang di lokasi yang jauh dari pemukiman penduduk.
“Kami menghormati dan menghargai imbauan ulama dan tokoh masyarakat itu sepanjang pihak TNI/Polri tidak mengganggu dan menindak masyarakat secara kasar,” kata juru bicara AGAM Wilayah Meureuhom Daya, Abu Tausi, mewakili Abu Arafah.
Abu Arafah meninggal dunia dalam kontak senjata dengan pasukan TNI di Aceh Jaya, pada 10 Oktober 2002. Panglima legendaris GAM Meureuhom Daya ini dikebumikan di kampung halamannya, Krueng Tunong, pada Jumat (11/10/2002) sore.
Sekalipun Abu Arafah meninggal, namun GAM Wilayah Meureuhom Daya tetap menyembunyikan informasi meninggalnya panglima yang sangat mereka hormati itu. Hal ini dilakukan agar tidak meruntuhkan mental para pasukan di lapangan.
7. Saiful alias Cagee
Amiruddin atau Saiful alias Cagee bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1998. Ketertarikannya bergabung dengan GAM setelah berkenalan dengan Mirik, Saiful alias Cage masih sebagai prajurit biasa di kamp 09 (kosong sikureung) Palu Beueh Awee Geutah. Saat itu, petinggi GAM di kawasan itu adalah Husaini Franco, Razali dan beberapa orang lainnya. Sekali pun masih baru dalam GAM, Cagee sudah dikenal sangat berani dan nekat.
Cagee menjadi komandan operasi khusus pada tahun 2002, karena sangat senang bertempur. Pasukan ini dibentuk tahun 2001 oleh GAM Daerah III Batee Iliek. Pada tahun 2002 pula, Cagee membentuk kamp Gurkha di Gampong Darul Aman, Peusangan Selatan. Tapi karena kondisi makin genting, dia memecah pasukannya menjadi tujuh regu, dua di antaranya bernama regu Singa Bate (dengan komandannya Mirik) dan regu Geubina yang dikomandani oleh Obeng. Setelah CoHA, Cagee menyatukan kembali pasukannya di Gurkha, agar pasukan GAM tidak tersebar-sebar.
Cagee yang dikenal pemberani ini pernah membanting stempel KPA Wilayah Bireuen di hadapan para petinggi GAM setelah mengusung Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 2012. Entah karena sikapnya tersebut, pada Jumat (22/07/12) Cagee ditembak mati di depan tokonya, Gurkha, di Matanggeulumpang Dua, Bireuen.
Selain nama-nama di atas, sebenarnya, masih cukup banyak pejuang GAM yang legendaris dan ditakuti oleh TNI, seperti Ayah Muni (panglima operasi wilayah GAM Aceh Besar), Abu Hendon, panglima GAM Wilayah Deli yang meledakkan bom di kota Medan, atau Keuchik Umar, panglima GAM di Pidie. Ada juga Udin Cobra, komandan operasi GAM di Pidie yang dikenal sangat jago taekwondo, Pawang Rasyid yang namanya sangat dikenal di kawasan Geumpang dan Tangse, Rahman Paloh di Pasee yang pernah menembak pesawat tempur TNI dari pucuk pohon kelapa, Teungku Bari, komandan operasi GAM Batee Iliek, dan masih banyak lagi. Mudah-mudahan nanti kita punya waktu menulis tentang mereka secara panjang lebar, sebagai bagian dari mengingat mereka. [Dikutip dari www.jumpueng.blogspot.com ]
Komentar
Posting Komentar